Translate

Jumat, 07 Juni 2013

BERSIHKAN HATI

      Oleh: Muhammad Ikhwan Abdul Jalil
Hati adalah tempat lahirnya niat atau hasrat untuk bertindak. tempatnya taqwa juga dihati.Dalam haditsnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam berkata "Attaqwa Haahunaa". Artinya, Taqwa itu disini, seraya Rasulullah menunjuk dadanya.

Orang kerap mengatakan, menilai orang yang terpenting adalah hatinya.Itu Bisa Benar, karena Allah shubhaana wa taala memang tidak menilai apapun dari dikita kecuali hati dan amal.

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda, sesungguhnya Allah tidak menilai bentuk tubuhmu, suaramu, tidak juga rupamu, tapi ia menilai hati dan amalmu.” Hati yang bersih, terhindar dari semua penyakit hati yang paling berbahaya adalah dengki.

Yang dimaksud disini, adalah sifat yag menginginkan sesuatu yang dimiliki oleh orang lain, dan tak ingin oleh orang lain memiliki hal tersebut. Ini termasuk sikap yang curang. Sikap seperti itu kerap diistilahkan hasad, dan Rasulullah sangat melarang ummatnya memendam hasad.

Hati adalah tempat atau pusat segala perasaaan (emosi). Rasa sedih, senang, marah, benci, dendam dengki, cinta dan sebagainya ada dalam hati. Kondisi hati berpengaruh kuat pada kondisi badan atau anggota tubuh yang lain. Maka dengan itu diupayakan agar jangan sampai hati kita menjadi sakit. Beberapa penyakit hati selain dengki adalah takabur (sombong), riya (pamer), bakhil (pelit,kikir), serta wahn (cinta dunia dan takut mati) yang membuat kita menghindari atau lari dari jalan Allah.

Hasad digambarkan Nabi ibarat api yang memakan kayu bakar. Kebaikan itulah yang diandaikan kayu bakar, saat kita dengki, maka semua kebaikan kita akan habis, terbakar seperti kayu bakar. Sungguh sayang jika kebaikan tersebut itu hilang dan tak berarti. Cara yang paling mudah keluar dari lilitan kedengkian semacam ini, salah satunya dengan selalu mengharapkan kebaikan bagi orang lain.

Cintailah orang lain seperti mencintai diri sendiri. Dengan begitu kita tidak akan menyakitinya. Nabi pernah mengatakan, “Tidak sempurna keimanan seseorang di antara kalian, sebelum ia mencintai sesuatu pada saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.”Rasul juga menegaskan orang-orang Muslim itu satu tubuh, salahsatunya sakit yang lain ikut sakit.

Dalam keseharian, sifat dengki memuncak manakala kita selalu iri dengan orang lain, sementara diri tidak punya daya meraih apa yang diperoleh orang tersebut. Misalnya, sempatkan mengunjungi rumah sakit, rumah-rumah kumuh, dan di beberapa tempat banyak orang miskin terkumpul. Niscaya, hati bias ikut tersiram dan tergugah. Perlahan-lahan kesombongan dan dengki itu akan terkikis. Lain dengan sifat iri meraih ilmu setingi-tinginya , ini iri satu-satunya yang baik. Tapi, jangan pernah mengharapkan orang lain menjadi bodoh.
*********
DO'A AGAR HATI KITA BERSIH
dikutib dari do'anya K.H. Abdullah Gymnastiat

Ya Allah, ampuni seluruh dosa-dosa kami, hapuskan sekelam apapun kesalahan kami, hapuskan sekotor apapun aib-aib kami. Ya Allah bersihkan diri kami dari segala kesombongan dan sifat riya kami selama ini. 

Ampuni jikalau Engkau menyaksikan kami ujub. Juga ampuni segala kedengkian dan kebencian kami terhadap apapun dan siapa pun yang Engkau cintai.

Ya Allah, bersihkan hati kami sebersih-bersihnya, jadikan hati ini hanya puas dengan ridha-Mu. Jadikan hati kami hati yang bening, hati yang selalu nikmat dengan apapun yang terjadi.

Ya Allah, jauhkan hati ini dari segala kebusukan hati. Berikan kepada kami kebahagiaan seperti nikmat yang Engkau berikan kepada hamba-hamba-Mu yang shalih.
Berikan kepada kami kesanggupan rendah hati dan kenikmatan beramal dengan tulus dan ikhlas.

Wahai Allah, hanya Engkaulah tumpuan harapan kami, kepada-Mulah kembalinya segala urusan, terimalah amal-amal kami.

FUNGSI DAN MANFAAT MEDIA PENDIDIKAN MENURUT KERUCUT PENGALAMAN DALE

dipresentasikan di PPs Universitas Sriwijaya 30 Oktober 2009 

Pendahuluan
Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu belajar dapat terjadi kapan saja dan di mana saja. Salah satu pertanda bahwa seseorang itu telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri orang itu yang mungkin disebabkan oleh terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan, keterampilan, atau sikapnya.

Apabila proses belajar itu diselenggarakan secara formal di sekolah-sekolah, tidak lain ini dimaksudkan untuk mengarahkakn perubahan pada diri siswa secara terencana, baik dalam aspek pengetahuan, keterampilan, maupun sikap. Interaksi yang terjadi selama proses belajar tersebut dipengaruhi oleh lingkungannnya, yang antara lain terdiri atas murid, guru, petugas perpustakaan, kepala sekolah, bahan atau materi pelajaran (buku, modul, selebaran, majalah, rekaman video atau audio, dan yang sejenisnya), dan berbagai sumber belajar dan fasilitas (proyektor overhead, perekam pita audio dan video, radio, televisi, komputer, perpustakaan, laboratorium, pusat sumber belajar, dan lain-lain).

Menurut Hamalik dalam Arsyad (2002:2) perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upaya-upaya pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi dalam proses belajar. Para guru dituntut agar mampu menggunakan alat-alat yang dapat disediakan oleh sekolah, dan tidak tertutup kemungkinan bahwa alat-alat tersebut sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Guru sekurang-kurangnya dapat menggunakan alat yang murah dan efisien yang meskipun sederhana dan bersahajka tetapi merupakan keharusan dalam upaya mencapai tujuan pengajaran yang diharapkan. Disamping mampu menggunakan alat-alat yang tersedia, guru juga dituntut untuk dapat mengambangkan keterampilan membuat media pengajaran yang akan digunakannya apabila media tersebut belum tersedia. Untuk itu guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pengajaran.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa media adalah bagian yang tidak terpisahkan dari proses belajar mengajar demi tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan pembelajaran disekolah pada khususnya.

Pengertian Media
Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti “tengah”, “perantara”, atau “pengantar”. Dalam bahasa Arab, media berarti perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan.

Menurut Gerlach dan Ely dalam Arsyad (2002:3) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini, guru buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyususn kembali informasi visual atau verbal.

Menurut AECT (Association of Education and Communication Technology) dalam Arsyad (2002:3) memberi batasan tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa media adalah alat yang menyampaikan atau mengantarkan pesan-pesan pengajaran.

Landasan Teoritis Penggunaan Media Pendidikan
Pemerolehan pengetahuan dan keterampilan, perubahan-perubahan sikap dan perilaku dapat terjadi karena interaksi antara pengalaman baru dengan pengalaman yang pernah dialami sebelumnya. Menurut Bruner dalam Arsyad (2002:7) ada tiga tingkatan utama modus belajar, yaitu pengalaman langsung (enactive), pengalaman piktorial/gambar (iconic), dan pengalaman abstrak (symbolic). 

Pengalaman langsung adalah mengerjakan, misalnya arti kata simpul dipahami dengan langsung mebuat simpul. Pada tingkatan kedua yang diberi label iconic (artinya gambar atau image), kata simpul dipelajari dari gambar, lukisan, foto, atau film. Meskipun siswa belum pernah mengikat tali untuk membuat simpul mereka dapat mempelajari dan memahaminya dari gambar, lukisan, foto, dan film. Selanjutnya, pada tingkatan simbol, siswa membaca (atau mendengar) kata simpul dan mencoba mencocokkannya dengan simpul pada image mental atau mencocokkannya dengan pengalamannya membuat simpul. Ketiga tingkat pengalaman ini saling berinteraksi dalam upaya memperoleh pengalaman (pengetahuan, keterampilan, atau sikap) yang baru.

Salah satu gambaran yang paling banyak dijadikan acuan sebagai landasan teori penggunaan media dalam proses belajar adalah Dale’s Cone of Exsperience (Kerucut Pengalaman Dale). Kerucut pengalaman Dale tidak hanya menyajikan keefektikan pembelajaran yang disampaikan melalui media pendidikan akan tetapi bagaimana suatu proses pembelajaran mampu disajikan dengan teknik/metode pembelajaran yang tepat. Baik itu teknik, lingkungan maupun media pendidikan termasuk ke dalam sumber belajar. Berikut kerucut pengalaman Dale yang menyajikan teknik yang sesuai dengan proses pembelajaran dan sesuai dengan pengalaman inderawi.
Kerucut Pengalaman Dale
Dari penjelasan diatas didapat bahwa ingatan/retensi seseorang yang diperoleh melalui kegiatan pembelajaran adalah:
  1. 10% dari apa yang mereka baca, di dalam kerucut Dale yaitu penerimaan Verbal yang dibaca.
  2. 20% dari apa yang mereka dengar, didapat melalui pendengaran kata-kata
  3. 30% dari apa yang mereka lihat, didapat melalui kegiatan melihat gambar, memperhatikan gambar visual yang bergerak, dan melihat pameran.
  4. 50% dari apa yang mereka dengar dan lihat, diperoleh melalui kegiatan melihat demonstrasi.
  5. 70% dari apamelakukan kunjungan, kegiatan kunjungan ini meliputi berbicara, dramatisasi (mendengar, menulis, mengatakan dan melihat)
  6. 90% dari apa yang disimulasikan melalui pengalaman nyata, pengalaman ini diperoleh langsung dengan melihat, meraba, merasakan sesuatu benda yang nyata.
Ciri-ciri Media Pendidikan
Menurut Gerlach dan Ely dalam Arsyad (2002:11) mengemukakan tiga ciri media yang merupakan petunjuk mengapa media digunakan dan apa-apa saja yang dapat dilakukan oleh media yang mungkin guru tidak mampu (atau kurang efisien) melakukannya, yaitu:
  1. Ciri fiksatif (Fixcative Proferty). Ciri ini menggambarkan kemampuan media merekam, mnyimpan, melestarikan, dan merekontruksi suatu peristiwa atau objek. Suatu peritiwa atau objek dapat diurut dan disusun kembali dengan media seperti fotografi, video tape, audio tape, disket komputer, dan film. Ciri ini amat penting bagi guru karena kejadian-kejadian atau objek yang telah direkam atau disimpan dengan format media yang ada dapat digunakan setiap saat.
  2. Ciri manipulatif (Manipulative Proferty). Transpormasi suatu kejadian atau objek dimungkinkan karena media memiliki ciri manipulatif. Kejadian yang memakan waktu berhari-hari dapat disajikan kepada siswa dalam waktu dua atau tiga menit dengan teknik pengambilan gambar time-lapse recording. Manipulasi kejadian atau objek dengan jalan mengedit hasil rekaman dapat menghemat waktu.
  3. Ciri distributif (Distributive Proferty). Ciri distributif dari media memungkinkan suatu objek atau kejadian ditransportasikan melalui ruang, dan secara bersamaan kejadian tersebut kepada sejumlah besar siswa dengan stimulus pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian itu. Sekali informasi direkam dalam format media apa saja ia dapat direproduksi seberapa kali pun dan siap digunakan secara bersamaan di berbagai tempat atau digunakan secara berulang-ulang di suatu tempat. Konsistensi informasi yang telah direkam akan terjamin sama atau hampir sama dengan aslinya.
Fungsi dan Manfaat Media Pendidikan
Dalam suatu proses belajar mengajar, dua unsur yang amat penting adalah metode mengajar dan media pengajaran. Kedua aspek ini saling berkaitan. Pemilihan salah satu metode mengajar tertentu akan mempengaruhi jenis media pengajaran yang susai, meskipun masih ada berbagai aspek lain yang harus diperhatikan dalam memilih media, antara lain tujuan pengajaran, jenis tugas dan respons yang diharapkan siswa kuasai setelah pengajaran berlangsung, dan konteks pembelajaran termasuk karakteristik siswa. Meskipun demikian, dapat dikatakan bahwa salah satu alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisis, dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru.

Dale dalam Arsyad (2002:24) mengemukakan bahwa bahan-bahan audio-visual dapat memberikan banyak manfaat asalkan guru berperan aktif dalam proses pembelajaran. Hubungan guru-siswa tetap merupakan elemen paling penting dalam sistem pendidikan modern saat ini. Guru harus selalu hadir untuk menyajikan materi pelajaran dengan bantuan media apa saja agar manfaat berikut ini dapat terealisasi:
  1. Meningkatkan rasal saling pengertian dan simpati dalam kelas.
  2. Membuahkakn perubahan signifikan tingkah laku siswa.
  3. Menunjukkan hubungan antara mata pelajaran dan kebutuhan dan minat siswa dengan meningkatkan motivasi belajar siswa.
  4. Membawa kesegaran dan variasi bagi pengalaman belajar.
  5. Membuat hasil belajar lebih bermakna bagi pengalaman belajar siswa.
  6. Mendorong pemanfaatan yang bermakna dari mata pelajaran dengan jalan melibatkan imajinasi dan partisipasi aktif yang mengakibatkan meningkatnya hasil belajar.
  7. Memberikan umpan balik yang diperlukan yang membantu siswa menemukan seberapa banyak telah mereka pelajari.
  8. Melengkapi pengalaman yang kaya dengan pengalaman itu konsep-konsep yang bermakna dapat dikembangkan.
  9. Memperluas wawasan dan pengalaman siswa yang mencerminkan pembelajaran nonverbalistik dan membuat generalisasi yang tepat.
  10. Meyakinkan siri bahwa urutan dan kejelasn pikiran yang siswa butuhkan jika mereka membangun struktur konsep dan sistem gagasan yang bermakna.
Menurut Encyclopedia of Educational Research dalam Hamalik yang dikutib kembali dalam Arsyad (2002:25) merinci manfaat media pendidikan sebagi berikut:
  1. Meletakkan dasar-dasar yang konkret untuk berpikir, oleh karena itu mengurangi verbalisme.
  2. Memperbesar perhatian siswa.
  3. Meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar, oleh karena itu membuat pelajaran lebih mantap.
  4. Memberikan pengalaman nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri di kalangan siswa.
  5. Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinyu terutama melalui gambar hidup.
  6. Membantu tumbuhnya pengertian yang dapat membantu perkembangan kemampuan berbahasa.
  7. Memberikan pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain, dan membantu efisiensi dan keragaman yang lebih banyak dalam belajar.

Rabu, 05 Juni 2013

AIR MUSI ITU MANIS KAWAN

Destika Cahyana*)
(email: destika_cahyana@yahoo.com)

Penulis Cerita (Sang Kakak di Tanah Seberang)
Air cokelat yang mengalir di Sungai Musi itu manis kawan. Bila tak percaya, cicipilah! Lidahmu pasti merasakan manisnya sungai yang berhulu di Bengkulu dan mengalir ke Selat Bangka.
 
Tapi itu dulu kawan. Saat aku masih berselancar di dunia maya dari sebuah kabupaten di Jawa Tengah. Di layar monitor di warnet samping sekolah tempatku mengajar, aku menemukan air sungai musi. Di sana sebuah pemerintah daerah yang dibelah Sungai Musi, mengumumkan ke segala penjuru negeri: mereka butuh guru tetap. Tentu sebagai guru honor, aku tertarik dengan tawaran itu.
Disebut manis karena aku menyangka pemerintah daerah itu sangat maju. Ia sedikit di antara kabupaten di seluruh tanahair yang mengumumkan kebutuhan pegawainya melalui internet. Kebanyakan daerah lain mengumumkannya lewat koran lokal.
Disebut manis juga karena dari internet pula aku mendapatkan diriku bernasib manis. Ya, di sebuah situs pengumuman, aku diterima sebagai pegawai negeri sipil di tanah yang dilalui Sungai Musi. Aku akan menghampirimu Musi. Sungai yang sebelumnya hanya kukenal dari buku yang kubaca selagi bocah. Manis bukan kawan? Di Jawa, meski aku menyandang sebutan guru teladan, tetap saja aku hanya honorer yang pahit.
***
            Lima tahun lalu aku masih berstatus sebagai mahasiswi di sebuah fakultas keguruan di perguruan tinggi negeri di Yogyakarta. Di kampus aku giat mengikuti beragam kegiatan intra dan ekstra kampus. Kala itu masa yang paling mengesankan ialah saat aku bergiat di sebuah organisasi mahasiswa keagamaan kultural.
Meski banyak teman menyebutku tidak gaul karena bergabung di organisasi itu, aku tak peduli. Perempuan di organisasi itu kerap disebut mahasiswi kerudungan, yang pria disebut mahasiswa sarungan. Ah, teman-temanku ada-ada saja. Mereka pasti tak tahu apa yang kami lakukan.
            Sejujurnya aku bahagia di sana. Aku mengenal persaudaraan seagama, sebangsa, dan sesama umat manusia di sana. Aku juga mengetahui banyak kakak-kakakku yang dianggap tradisional ternyata berkuliah di luar negeri: dari Timur Tengah hingga negeri Paman Sam.
            Mereka kakak-kakakku giat belajar. Obsesi mereka mematahkan anggapan sarungan yang melekat di tubuh. Sepulang dari luar negeri mereka kerap datang berdiskusi dengan kami. Dari diskusi itulah kuketahui mereka pintar, kritis, modern, dan penuh ide gila. Sebutan kaum sarungan yang hanya manut tak tergambar sama sekali.
Yang jelas mereka pandai mengawinkan budaya lokal di tanahair dengan budaya maju di barat juga di timur. Mereka tak mentah-mentah menerima yang dari timur atau dari barat. Ciri khas mereka yang utama ialah lembut dan toleransi pada yang beda, bahkan melindungi yang minoritas.
Aku iri pada mereka. Hingga kemudian aku lulus dan mesti kembali ke sebuah kota di kaki Gunung Muria sebagai guru honor. Beragam pengalaman di organisasi dan diskusi dengan kakak di organisasi dulu yang menuntunku menjadi guru honor teladan di kabupaten. Aku berhasil mengawinkan teknik belajar quantum ala Amerika untuk anak desa.
Di kota sendiri teknik itu hanya dipakai di sekolah internasional dan kursus yang mahal. Kadang aku bangga. Tapi, tetap saja, status honor ternyata pahit kawan. Hidup di Daerah Aliran Sungai Musi sebagai PNS tentu lebih manis bukan? Itu pikirku ketika itu.
***
           
          Di sini, di daratan yang mesti ditempuh 4,5 jam perjalanan speedboat dari bawah Jembatan Ampera, Palembang, aku ditugaskan. Setiap hari hanya ada 1 speedboat berkapasitas 12 orang yang menghubungkan daratan ini dengan pusat kota. Mereka menyebut daratan ini sebagai jalur.
Nama daerah disebut dengan angka sesuai dengan penomoran jalur-jalur yang dulu dibuat ketika program transmigrasi dicanangkan. Listrik asal mesin diesel hanya menerangi malam sehabis magrib hingga selepas isya. Selebihnya daratan ini ditemani lampu petromak atau gelap gulita.
       Sekolah tempatku mengajar hanya satu-satunya di kecamatan. Dengan guru seadanya yang merangkap-rangkap mata pelajaran. Konon, pernah ada 10 guru pegawai negeri sipil diangkat 3 tahun silam secara berbarengan. Namun, tak sampai setahun, lambat laun tinggal 1 yang tersisa dari angkatan mereka. Entah karena apa.
            Ah, aku seperti terlempar dari kaki Gunung Muria yang pahit ke Tanah Musi yang kukira manis. Jalur-jalur sungai yang membelah daratan kami mirip Venesia yang ditelantarkan. Atau lebih tepatnya embrio Venesia sebelum menjadi kota sungai terindah di dunia. Aku tak tahu yang mana yang tepat.
Siswanya ...
Satu-satunya hal istimewa yang kurasakan saat ini hanya satu. Aku menemukan seorang perempuan muda guru fisika. Ia 1 guru yang tersisa dari 10 orang yang datang 2 tahun silam. Ya, guru muda itu masih bertahan mengajar di jalur. Bahkan setiap akhir pekan ia kembali ke Palembang untuk menyelesaikan gelar master. 
Di kepala perempuan muda itu ada mimpi menjadikan anak-anak daratan itu mengubah jalur menjadi Venesia di kemudian hari. Lagi-lagi aku iri pada dia, seperti aku iri pada kakak-kakakku dulu kala masih di bangku kuliah. Tapi setidaknya, air cokelat di Sungai Musi kembali manis kawan. Bila tak percaya, cicipilah!***