LANDASAN TEORI DAN KONSEP SISTEM ; STRATEGI PEMBELAJARAN DENGAN KONSEP DASAR POLA SISTEM BELAJAR MANDIRI*)
Oleh : Rosdiana (20082013008)**)
A. PENDAHULUAN
Teknologi pendidikan merupakan konsep yang kompleks. Ia dapat dikaji dari berbagai segi dan kepentingan. Kecuali itu teknologi pendidikan sebagai suatu bidang kajian ilmiah, senantiasa berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi yang mendukung dan mempengaruhinya. Pada awal perkembangannya (sekitar 70 tahun yang lalu), teknologi pendidikan selalu dikaitkan dengan adanya peralatan terutama yang berupa ruparungu (audiovisual). Peralatan inipun hanya berfungsi sebagai alat bantu guru dalam mengajar. Perkembangan ini disebut sebagai paradigma pertama. Perkembangan berikutnya atau paradigma kedua bertolak dari pendekatan sistem dan teori komunikasi dalam kegiatan pendidikan. Paradigma ketiga bertolak dari pendekatan manajemen proses instruksional, dimana unsur-unsur yang masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda, dijalin secara integral. Paradigma keempat bertolak dari pendekatan ilmu perilaku, yaitu dengan memfokuskan perhatian kepada diri peserta didik agar mereka itu dapat dimungkinkan untuk be;ajar secara efektif dan efisien. Kemudian ini tercipta melalui suatu proses kompleks dan terpadu, serta dirancang dan dilaksanakan secara cermat.Paradigma baru atau paradigma kelima, merupakan perkembangan internal untuk lebih menegaskan indentitas teknologi pendidikan. Fokus teknologi pendidikan adalah memecahkan masalah belajar yang bertujuan, terarah dan terkendali.
Oleh karena itu istilah ”teknologi pendidikan” dipersempit menjadi ”teknologi pembelajaran”. Berdasarkan perkembangan paradigma yang terakhir ini, maka definisi teknologi pembelajaran adalah teori dan praktik dalam merancang, mengembangkan, memanfaatkan, mengelola, dan menilai proses dan sumber untuk belajar. Secara operasional teknologi pendidikan dapat dikatakan sebagai proses yang bersistem dalam membantu memecahkan masalah belajar pada manusia. Kegiatan yang bersistem mengandung dua arti, yaitu pertama yang sistemik atau beraturan, dan kedua yang sistemik atau beracuan pada konsep sistem. Kegiatan yang beraturan adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan yang dilakukan dengan langkah-langkah mengkaji kebutuhan itu sendiri terlebih dahulu, kemudian merumuskan tujuan, mengidentifikasikan kemungkinan pencapaian tujuan dengan mempertimbangkan kendala yang ada, menentukan kriteria pemilihan kemungkinan, memilih kemungkinan yang terbaik, mengembangkan dan menguji cobakan kemungkinan yang dipilih, melaksanakan hasil pengembangan dan mengevaluasi keseluruhan kegiatan maupun hasilnya. Pendekatan yang sistemik adalah yang memandang segala sesuatu sebagai sesuatu yang menyeluruuh (komprehensif) dengan segala komponen yang saling terintegrasi. Keseluruhan itu lebih bermakna dari sekadar penjumlahan komponen-komponen. Tiap komponen mempunyai fungsi sendiri, dan perubahan pada tiap komponen akan mempengaruhi komponen lain serta sistem sebagai keseluruhan. Pendekatan ini juga memperhatikan bahwa pendidikan sebagai suatu sistem terdiri dari berbagai lapis sistem: makro, meso dan mikro. Pendidikan di dalam kelas merupakan lapis terbawah atau terkecil atau suatu sistem mikro. Sedangkan pendidikan nasional merupakan sistem makro atau yang paling atas.Masalah belajar yang dipecahkan banyak ragamnya. Ada masalah dalam skala mikro, yaitu masalah yang dihadapi guru dalam satu kelas untuk mata pelajaran tertentu, dan ada masalah makro, yaitu masalah pendidikan nasional, misalnnya ketersediaan kesempatan belajar pada jenjang pendidikan lanjut. Pembelajaran adalah suatu usaha yang disengaja, bertujuan, dan terkendali agar orang lain belajar atau terjadi perubahan yang relatif menetap pada diri orang lain. Usaha ini dapat dilakukan oleh seseorang atau suatu tim yang memiliki kemampuan dan kompetensi dalam merancang dan atau mengembangkan sumber belajar yang diperlukan. Pengertian ini dibedakan dengan pengajaran yang telah terlanjur mengandung arti sebagai penyajian bahan ajaran yang dilakukan oleh seseorang pengajar. Pembelajaran tidak harus diberikan oleh pengajar, karena kegiatan itu dapat dilakukan oleh perancang dan pengembang sumber belajar, misalnya seorang teknolog pembelajaran atau suatu tim terdiri dari ahli media dan ahli materi ajaran tertentu. Keberhasilan proses belajar mengajar dapat terjadi dari upaya berbagai komponen dan salah satunya adalah strategi pembelajaran, yang menjadi salah satu bahan kajian dalam teknologi pendidikan. Semua bentuk teknologi adalah sistem yang diciptakan manusia untuk sesuatu tujuan tertentu, yang pada intinya adalah mempermudah manusia dalam memperingan usahanya, meningkatkan hasilnya, dan menghemat tenaga serta sumber daya yang ada. Setiap teknologi, tidak terkecuali teknologi pendidikan, merupakan proses untuk menghasilkan nilai tambah, sebagai produk atau piranti untuk dapat digunakan dalam aneka keperluan, dan sebagai sistem yang terdiri atas berbagai komponen yang saling berkaitan untuk suatu tujuan tertentu. Melihat penjelasan diatas untuk itu penulis mengakat tema ”Strategi Pembelajaran dengan Konsep Dasar Pola Sistem Belajar Mandiri”. Dengan tujuan penulisan untuk mengetetahui strategi pembelajaran dengan Konsep Dasar Pola Sistem Belajar Mandiri.
B. PEMBAHASAN
Dalam konsep teknologi pendidikan, dibedakan istilah pembelajaran (instruction) dan pengajaran (teaching). Pembelajaran, disebut juga kegiatan pembelajaran instruksional, adalah usaha mengelola lingkungan dengan sengaja agar seseorang membentuk diri secara positif tertentu dalam kondisi tertentu. Sedangkan pengajaran adalah usaha membimbing dan mengarahkan pengalaman belajar kepada peserta didik yang biasanya berlangsung dalam situasi resmi atau formal. Reigeluth dan Merrill (1983) berpendapat bahwa pembelajaran sebaiknya didasarkan pada teori pembelajaran yang bersifat preskiptif, yaitu teori yang memberikan ”resep” untuk mengatasi masalah belajar. Teori pembelajarn yang prespektif itu harus memerhatikan tiga variabel, yaitu variabel kondisi, metode, dan hasil.2) Kerangka teori instruksional itu dapat digambarkan sebagai berikut : Kondisi Karakteristik Pelajaran Karakteristik Siswa Pembelajaran Tujuan Hambatan [Photo] [Photo] [Photo] Metode Pengorganisasian Bahan Pelajaran Strategi Penyampaian Pengelolaan Kegiatan Pembelajaran [Photo][Photo] [Photo][Photo] [Photo] Hasil Pembalajaran Efektivitas, efisiensi, dan daya tari pembelajaran Gambar 1. Kerangka Teori Pembelajaran (Diadaptasi dari Yusuf Hadi Miarso, 2007 : 529) Karakteristik siswa meliputi pola kehidupan sehari-hari, keadaan sosial ekonomi, kemampuan membaca, dan sebagainya. Karakteristik pelajaran meliputi tujuan apa yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut, dan apa hambatan untuk pencapaian itu. Misalnya saja kemampuan berbahasa Inggris yang umumnya lemah merupakan hambatan untuk mempelajari teks berbahasa Inggris. Pengorganisasiaan bahan pelajaran, meliputi antara lain bagaimana merancang bahan untuk keperluan belajar mandiri. Strategi penyampaian meliputi pertimbangan panggunaan media apa untuk menyajikan nya, siapa dan atau apa yang akan menyajikan, dan sebagainya. Sedang pengelolaan kegiatan meliputi keputusan untuk mengembangkan dan mengelola serta kapab dan bagaimana digunakannya bahan pelajaran dan strategi penyampaian. Berdasarkan kerangka teori itu setiap metode pembelajaran harus mengandung rumusan pengorganiasasian, bahan pelajaran, strategi penyampaian, dan pengelolaan kegiatan, dengan memerhatikan faktor tujuan belajar, hambatan belajar, karakteristik siswa, agar dapat diperoleh efektivitas, efisiensi, dan daya tarik pembelajaran. Cara-cara yang digunakan dalam pembelajaran disebut dengan berbagai macam istilah. Istilah yang paling sering disebut adalah “metode”. Namun istilah metode itu meliputi banyak pengertian dan dipakai untuk menunjukkan berbagai macam kegiatan yang maknanya berbeda-beda, hingga dapat menimbulkan kerancuan. Sebagai gantinya di pakai istilah strategi dan teknik pembelajaran. Strategi pembelajaran adalah pendekatan menyeluruh pembelajaran dalam suatu sistem pembelajaran, yang berupa pedoman umum dan kerangka kegiatan untuk mencapai tujuan umum pembelajaran, yang dijabarkan dari pandangan falsafah atau teori belajar tertentu. Sedangkan teknik pembelajaran merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran yang dipilih dan dilaksanakan oleh guru dengan jalan mengkombinasikan lima komponen sistem pembelajaran, yaitu yang terdiri atas orang, pesan, bahan, alat, dan lingkungan, agar tercapai tujuan belajar. Pemilihan Strategi Pembelajaran Strategi pembelajaran sebagai suatu pendekatan menyeluruh oleh Romiszowski (1981) dibedakan menjadi dua strategi dasar, yaitu ekpositori (penjelasan) dan diskoveri (penemuan). Kedua strategi itu dapat dipandang sebagai dua ujung yang berlawanan dalam suatu kontinum strategi. Diantara kedua ujung itu terdapat sejumlah strategi lain. Strategi ekspositori didasarkan pada teori pemrosesan informasi. Pada garis besarnya teori pemrosesan informasi (infoemation processing learning) menjelaskan proses belajar sebagai berikut : a. Pembelajar menerima informasi mengenai prinsip atau dalil yang dijelaskan dengan memberikan contoh b. Terjadi pemahaman pada diri pembelajar atas prinsip atau dalil yang diberikan c. Pembelajar menarik kesimpulan berdasarkan kepentingannya yang khusus d. Terbentuknya tindakan pada diri pembelajar, yang merupakan hasil pengolahan prinsip/dalil dalam situasi yang sebenarnya. Penerapan strategi ekspositori ini berlangsung sebagai berikut : a. Informasi disajikan kepada pembelajar b. Diberikan tes pengasaan, serta penyajian ulang bilamana dipendang perlu c. Diberikan kesempatan penerapan dalam bentu contoh soal, dengan jumla dan tingkat kesulitan yang bertambah d. Diberikan kesempatan penerapan uinformasi baru dalam situasi dan masalah yang sebenarnya Strategi diskoveri didasarkan pada teori pemrosesan pengalaman, atau disebut pula teori belajar berdasarkan pengalaman (experiential learning). Pada garis besarnya proses belajar menurut teori ini berlangsung sebagai berikut : a. Pembelajar bertindak dalam suatu peritiwa khusus b. Timbul pemahaman pada diri pembelajar atas peristiwa khusus itu c. Pembelajar menggeneralisasikan peristiwa khusus itu menjadi suatu prinsip yang umum d. Terbentuknya tindakan pembelajar yang sesuai dengan prinsip itu dalam situasi atau peristiwa baru. Penerapan strategi diskoveri ini berlangsung dengan langkah-langah berikut : a. Diberikan kesempatan kepada pembelajar untuk berbuat dan mengamati b. Diberikan tes tentang adanya hubungan sebab-akibat serta diberikan kesempatan ulang untuk berbuat bilamana dipeandang perlu c. Diusahakan terbentuknya prinsip umum dengan latihan pendalaman dan pengamatan tindakan lebih banya d. Diberikan kesempatan untuk penerapan informasi yang baru dipelajari dalam situasi yang sebenarnya.12) Startegi eskpositori erat kaitannya dengan pendekatan deduktif, danstrategi diskoveri dengan pendekatan induktif. Namun, meskipun secara konseptual strategi instruktional itu dapat dibedakan, dalam praktik sering digabungkan. Para pendidik cenderung lebih banyak menggunakan strategi ekspositori karena ditinjau dari pertimbangan waktu lebih hemat, dan lebih mudah dikelola. Pemilihan strategi pembelajaran didasarkan pada pertimbang berikut : Tujuan belajar : jenis dan jenjangIsi ajaran : sifat, kedalaman, dan banyaknyaPembelajar : latar belakang, motivasi, serta kondisi fisik dan mentalTenaga kependidikan : jumlah, kualifikasi, dan kompetensiWaktu : lama dan jadwalnya, sarana : yang dimanfaatkan, dan biaya
Unsur-Unsur Strategi Pembelajaran Setiap rumusan satrategi pembelajaran mengandung sejumlah unsur atau komponen. Kombinasi diantara unsur-unsur itu boleh sikatakan tidak terbatas. Unsur-unsur yang lazim terdapat dalam rumusan strategi pembelajaran adalah : a. Tujuan umum pembelajaran (sekarang lebih dikenal dengan nama standar kompetensi) yang ingin dicapai; misalnya meningkatnya minat baca, meningkatnya motivasi untuk belajar fisika. b. Teknik : berbagai macam cara yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan umum. Pada umumnya merupakan penggabungan dari beberapa teknik sekaligus, misalnya ceramah, mendongeng, simulasi, dan permainan . c. Pengorganisasian kegiatan belajar mengajar meliputi pengorganisaian siswa, guru dan tenaga kependidikan lainnya. d. Peritiwa pembelajaran, yaitu penahapan dalam melakasanakan proses pembelajaran termasuk usaha yang perlu dilakukan dalam tiap tahap, agar proses berhasil. Secara garis besar meliputi langkah-langkah ; persiapan, penyajian, pemantapan. e. Urutan belajar, yaitu penahapan isi ajaran yang diberikan agar lebih mudah dipahami. f. Penilaian, yaitu dasar dan alat (instrumen) yang digunakan untuk mengukur usaha atau hasil belajar. Untuk mengukur hasil belajar, ada dua macam patokan yang dapat dipakai, yaitu acuan norma kelompok, dan acuan tujuan. g. Pengelolaan kegiatan belajar/kelas, yaitu meliputi bagaimana pola pembelajaran diselenggarakan. Salah satu pengelolaannnya dalam bentu pola belajar mandiri. h. Tempat atau latar adalah lingkungan dimana proses belajar-mengajar berlangsung. Hal ini meliputi keadaan dan kondisinya, pengaturan tempat duduk, bentuk kursi, macam perlengkapan yang tersedia serta kaya atau miskinnya rangsangan yang tersedia. i. Waktu : jumlah dan saat/jadwal berlangsungnya proses belajar mengajar. Konsep Dasar Sistem Belajar Mandiri Konsep dasar sistem belajar mandiri adalah pengaturan program belajar yang diorganisasikan sedemikian rupa sehingga tiap peserta didik/pelajar dapat memilih dan atau menentukan bahan dan kemajuan belajar sendiri. Sistem belajar mandiri sebagai suatu sistem dapat dipandang sebagai struktur, proses, maupun produk. Sebagai suatu struktur maksudnnya ialah adanya suatu susunan dangan hiererki tertentu. Sebagai proses adalah adanyanya tata cara atau prosedur yang runtut. Sedangkan sebagai produk adalah adanya hasil atau wujud yang bermanfaat. Komponen Sistem Belajar Mandiri Komponen-komponen sistem belajar mandiri meliputi falsafah dan teori, kebutuhan, organisasi peserta, program, produksi, penyebaran, pemanfaatan, organisasi, tenaga, prasarana, sarana, bantuan dan pengawasan, kegiatan belajar, dan penilaian/penelitian. Semua komponen ini saling berkaitan dan terintegrasi dalam suatu kesatuan. Secara operasional pengertian sistem belajar mandiri dengan segala komponennya ini lebih merupakan suatu pola konseptual dan tindakan. Kerangka Teori Sistem Belajar Mandiri Sistem belajar mandiri adalah teori instruksional yang bersifat preskiptif, artinya teori yang memberikan ”resep” untuk mengatasi masalah. Kerangka teori ini mengandung tiga variabel, yaitu : kondisi, perlakuan, dan hasil. Salah satu landasan yang digunakan pada sistem belajar mandiri adalah model J.B Carroll (Wager, 1977) mengenai faktor waktu dalam keberhasilan belajar, yang diadaptasi sebagai berikut : Keberhasilan belajar = Waktu yang diperlukan Waktu yang digunakan Variabel waktu yang digunakan dapat dirinci lebih lanjut menjadi waktu yang diberikan dan kegigihan. Sedangkan variabel waktu yang digunakan terdiri atas kemampuan, kualitas instruksional, dan kemauan. Keberhasilan belajar = Waktu yang diberikan dan kegigihan Kemampuan, kualitas instruksional, kemauan Model tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : meningkatkan nilai pembilang (waktu yang diberikan dan kegigihan) akan meningkatkan waktu yang diperlukan, dan mengakibatkan meningkatnya keberhasilan belajar. Sedangkan meningkatnya nilai sebutan (kemampuan, kualitas instruksional, dan kemampuan) akan menurunkan waktu yang digunakan, dan karena itu akan meningkatkan keberhasilan belajar. Strategi Sistem Belajar Mandiri Strategi adalah pendekatan menyeluruh dalam pembelajaran, dan yang berupa pedoman umum dan kerangka yang dijabarkan dari pandangan falsafah dan teori tertentu. Strategi ini ditetapkan untuk mencapai tujuan umum. Penentuan strategi pada umumnya meliputi : a. Tujuan belajar, jenis dan jenjangnya b. Cara penyajiian bahan pelajaran c. Media yang digunakan d. Biaya yang diperlukan e. Waktu yang diberikan dan jadwalnya f. Prosedur kegiatan belajar g. Instrumen dan prosedur penilaian Penentuan strategi ini memberikan masukan kepada pengembangan materi, distribusi, dan kegiatan belajar. Bertolak dari dasar model Carroll maka variabel yang dapat dikontrol oleh penyelenggara sistem belajar mandiri adalah waktu yang diberikan dan kualitas instruksional. Waktu yang diberikan dapat ketat atau luwes. Kualitas instruksional dalam sistem belajar mandiri adalah kualitas bahan ajar itu yang kebanyakan berupa modul cetak atau paket bahan belajar. Kualitas intsruksional mengandung empat rujukan, yaitu kesesuaian, daya tarik, efektif dan efesien. Kesesuaian mengandung ciri, antara lain kesepadanan dengan karakteristik peserta, keserasian dengan aspirasi, dan keselarasan dengan tuntutan zaman. Daya tarik mengandung ciri kemudahan memperoleh dan mencerna, kemustarian (keteptsaatan) pesan, dan keterandalan yang tinggi. Efektifitas mengandung ciri pengembangannya uyang bersistem, kejelasan dan kelengkapantujuan, dan kepekaan terhadap kebutuhan peserta. Efesien mengandung ciri keteraturan dan kehematan dalam artian waktu, tenaga, dan dana. Materi Pelajaran Sistem Belajar Mandiri Meskipun secara teoritik dalam sistem belajar mandiri para peserta dapat memilih dan menentukan materi pelajaran yang diperlukannya, namun dalam praktik paling tidak akan ditentukan pedoman tentang materi yang memenuhi syarat untuk dipilih. Bahkan dalam kenyataannya, materi ini telah disiapkan oleh penyelenggara, dengan alasan untuk mengendalikan mutu dan meningkatkan efesiensi. Materi pelajaran yang sengaja dikembangkan ini, dapat disajikan melalui media apa saja. Namun, masih ada sejumlah ketentuan lain yang tidak dapat diabaikan. Materi itu perlu diolah sedemikian rupa dengan memperhatikan strategi, serta sifat mereka itu sendiri. Materi yang bersifat kognitif lebih ringan pengembangannya dari materi yang bersifat afektif psikomotor. Materi yang mengandung aspek psikomotor lebih sulit untuk dikembangkan, apalagi kalau harus berpegangan pada satu macam medium saja seperti yang ditentukan dalam strategi, medium cetak. Dalam pengembangan materi ini harus benar-benar diperhatikan kondisi dan karakteristik peserta. Masyarakat kita pada umumnya masih dikenal sebagai masyarakat yang masih berbudaya mendengar dan belum berbudaya membaca, apalagi membaca secara mandiri. Penggunaan ilustrasi, kalimat–kalimat pendek, kosakata yang terbatas, serta tata letak (layout) menari pada bahan cetak akan sangat menolong keadaan ini. Kegiatan Belajar Sistem Belajar Mandiri Puncak kegiatan sistem belajar mandiri adalah terjadinya kegiatan belajar oleh peserta. Peserta diharapkan mampu belajar di tempat yang ditentukan sendiri, pada waktu yang dipilhnya sendiri, dan dengan cara belajar sendiri tanpa bimbingan tatap muka dari orang lain. Namun hal ini tergantung pada kondisi dan karakteristik peserta, serta kualitas bahan pelajaran. Pada sistem belajar mandiri yang ideal, kegiatan belajar ini tidak dibatasi waktu, jadi lebih ditekankan pada pendekatan penguasaan (mastery concept). Penguasaan atas tujuan belajar dapat dibuktikan (dievaluasi) dengan berbagai macam cara, yaitu dengan seft-test (tes sendiri), tes baku yang dapat diambil kapan saja, tes baku pada saat tertentu saja, tes kolokium, dan pembuatan portopolio. Implikasi Sistem Belajar Mandiri dalam Manajemen Manajemen sistem belajar mandiri sediktnya mengandung tiga kategori, yaitu manajemen kegiatan, manajemen organisasi, dan managemen personel. Manajemen kegiatan pada hakikatnya merupakan usaha yang bertujuan untuk menentukan dan menyelenggarakan pembaruan demi tercapainya falsafah daan kebijakan kelembagaan. Manajemen personel ini perlu dirumuskan jenis tenaga yang diperlukan, jabatan atau posisinya dalam organisasi, tanggung jawabnya, kompetensinya yang harus dimilikinya, pelatihan yang diperlukan memiliki dan atau meningkatkan kompetensi, penugasan ke dalam suatu pekerjaan tertentu, pembinaan dalam pekerjaan (termasuk pengawasan, penyegaran, dan peningkatan karier dan kesejahteraan), serta pelayanan dalam pekerjaan (penyediaan sarana dan pemberian bantuan teknis). Personel dengan segala kegiatannya itu perlu diorganisasikan, dan ini merupakan bidang manajemen organisasi yang bertujuan untuk berfungsinya kegiatan dengan jalan membentuk unit kerjs, menentukan status organisasi, menyususn struktur organisasi, mengusahakan anggaran, mengusahakan sarana dan prasarana, serta menentukan prosedur administratif suatu unit kerja. Fenomena Sistem Belajar Mandiri Proses belajar mandiri, memberi kesempatan para peserta didik untuk mencerna materi ajar dengan sedikit bantuan guru. Mereka mengikutikegiatan belajar belajar dengan materi ajar yang sudah dirancang khusus sehingga masalah atau kesulitan sudah diantisipasi sebelumnya. Model belajar mandiri ini sangat bermanfaat, karena dianggap luwes, tidak mengikat, serta melatih kemandirian siswa agar tidak tergantung atas kehadiran atau uraian materi ajar dari guru. Berdasarkan gagasan keluwesan dan kemandirian inilah belajar mandiri telah bermetamorfosis sedemikian rupa, diantaranya menjadi sistem belajar terbuka, belajar jarak jauh, dan e-learning. Perubahan tersebut juga dipengaruhi oleh ilmu-ilmu lain dan kenyataan dilapangan. Berikut ini bagan gambaran fenomena sistem belajar mandiri : [Photo]Belajar Mandiri : Pilihan Proses Belajar Mengajar di Kelas [Photo]Sekolah tanpa gedung: tidak ada jadwal, jumlah siswa lebih banyak (sekolah) Belajar Terbuka : [Photo] [Photo] Belajar tebuka (Open Learning) : Pendidikan untuk orang dewasa dilembaga Belajar Jarak Jauh (Distance Learning) menggunakan jasa Telekomunikasi [Photo]Inovasi Belajar Terbuka Konsep Dasar : Belajar di Organisasi [Photo][Photo][Photo][Photo] Belajar berasas sumber (resource-based learning) Flexible learning Belajar Jarak Jauh (Generasi Ke-3) e-learning : internet Gambar 2. Gambaran Fenomena Sistem Belajar Mandiri (Diadaptasi dari Dewi Salma Prawiradilaga, 2007 : 191) Dari proses belajar mandiri tersebut diperoleh peran guru atau instruktur diubah menjadi fasilisator, atau perancang proses belajar. Sebagai fasilisator, seorang guru atau instruktur membantu peserta didik mengatasi kesulitan belajar, atau ia dapat menjadi mitra belajar untuk materi tertentu pada program tutorial. Tugas perancangan proses belajar mengharuskan guru untuk mengubah materi ke dalam format sesuai dengan pola belajar mandiri. Sistem Belajar Mandiri Salah Satu Aplikasi Teknologi Pendidikan Penerapan teknologi pendidikan sangatlah luas dalam satu rangkaian sistem yaitu yang bersifat mikro dan bersifat makro. Taknologi pendidikan merupakan suatu konsep yang masih relatif baru. Secara ringkas dapat disebutkan bahwa teknologi pendidikan sebagai suatu konsep, mengandung sejumlah gagasan dan rujukan. Gagasan yang ingin diwujudkan adalah agar setiap pribadi dapat berkembang semaksimal mungkin dengan jalan memanfaatkan teknologi sedemikian rupa sehingga selaras dengan perkembangan masyarakat dan lingkungan. Rujukan konsep itu merupakan hasil sintesi dari gejala yang diamati dan kecenderungan yang ada.
Analisis empirik terhadap sistem belajar mandiri yang dilakukan untuk menghasilkan manfaat penerapan teknologi instruksional : 1. Meningkatkan produktifitas pendidikan dengan jalan : a) Memperlaju penerapan bahan b) Membantu guru untuk menggunakan waktunya secara lebih baik c) Mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi, sehingga guru dapat lebih banyak membina dan mengembangkan kegiatan belajar anak didik 2. Memberikan kemungkinan pendidikan yang sifatnya lebih individual dengan jalan : a) Mengurangi kontrol guru yang kaku dan tradisional b) Memberikan kesempatan anak didik untuk berkembang sesuai perkembangan perorangan mereka 3. Memberikan dasar pembelajaran yang lebih ilmiah dengan jalan: a) Perencanaan program pembelajaran secara bersistem b) Pengembangan bahan ajaran yang dilandasi penelitian 4. Meningkatkan kemampuan pembelajaran dengan memperluas jangkauan penyajian , dan kecuali itu penyajian pesan dapat lebih kongkret. 5. Memungkinkan belajar lebih akrab, karena dapat : a) Mengurangi jurang pemisah antara pelajaran didalam dan diluar sekolah b) Memberikan pengalaman tangan pertama 6. Memungkinkan pemerataan pendidikan yang bermutu, terutama dengan : a) Dimanfaatkan bersama tenaga atau kejadian langka b) Didatangkannya pendidikan kepada mereka ytang memerlukan Analisis ini dilakukan dengan harapan bahwa keberadaan teknologi pendidikan dapat dimanfaatkan dan benar-benar mampu menjadi solusi terhadap pemecahan semua permasalahan bejara, baik yang bersifat mikro ataupun makro. C.
PENUTUP
Sistem belajar mandiri merupaka satu tawaran konsep dalam pengembangan strategi pembelajaran, sebagai solusi pemecahan permasalahan pendidikan yang menjadi garapan bidang teknologi pendidikan. Dimana telah disebutkan dimuka bahwa teknologi pendidikan membantu memecahkan maslah belajar. Masalah belajar yang bersifat mikro maupun makro. Menurut penulis strategi pembelajaran merupakan permasalahan yang bersifat mikro. Beberapa masala belajar-mengajar yang bersifat mikro, misalnya adalah : 1. Sulit mempelajari konsep yang abstrak 2. sulit membayangkan peristiwa yang telah lau 3. Sulit mengamati sesuatu objek yang terlelu kecil/besar 4. Sulit memperoleh pengalaman langsung 5. Sulit memahami pelajaran yang diceramahkan 6. Sulit untuk memahami konsep yang rumit 7. Terbatasnya waktu untuk belajar Masalah tersebut dapat diatasi dengan menggunakan berbagai kombinasi komponen sistem pembelajaran. Misalnya, masalh pada butir 1 s/d 4 dapat diatasi dengan digunakannya media pembelajaran. Masalah tersebut pada butir 5 s/d 7 dapat diatasi dengan mengkombinasikan pesan dengan teknik pembelajaran tertentu. Namun, perlu ditegaskan bahwa untuk pemecahan masalah ini tidak mungkin dilakukan hanya dengan dasar institusi ataupun peniruan begitu saja. Guru harus memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus untuk keperluan itu, yaitu dibidang teknologi pendidikan. Proses belajar mandiri, diharapkan dapat memberi kesempatan para peserta didik untuk mencerna materi ajar dengan sedikit bantuan guru. Mereka mengikutikegiatan belajar belajar dengan materi ajar yang sudah dirancang khusus sehingga masalah atau kesulitan sudah diantisipasi sebelumnya. Model belajar mandiri ini sangat bermanfaat, karena dianggap luwes, tidak mengikat, serta melatih kemandirian siswa agar tidak tergantung atas kehadiran atau uraian materi ajar dari guru.
DAFTAR PUSTAKA
Miarso, Yusuf Hadi, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, Jakarta : Kencana, Cetakan ke-3, 2007.
Prawiradilaga, Dewi Salma, Mozaik Teknologi Pendidikan, Jakarta : Kencana, Cetakan ke-2, 2007.
Translate
Selasa, 09 Juni 2009
FILSAFAT; KAITAN ANTARA ETIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
Kaitan Antara Etika dan Ilmu Pengetahuan
Oleh : Rosdiana (20082013008)
Pertentangan Ontologis: Ilmuan dan Gereja Copernicus (1473-1543) dan kemudian diteruskan oleh Galileo (1564-1642), berteori tentang “bumi berputar mengelilingi matahari”, bukan sebaliknya seperti yang diyakini dalam ajaran gereja. Agama (gereja) adalah mata air sebagian besar tatanan moral dalam pengertian metafisik menentang pernyataan Copernicus itu. Perbedaan pendapat antara ilmuan dan kalangan gereja ini menandai babak dimulainya pertentangan antara ilmu pengetahuan dan agama. Galileolah yang kemudian menjadi tumbal pada puncak pertentangan ini ketika menghadapi pengadilan agama agar ia mencabut pernyataannya bahwa bumi mengelilingi matahari. Pertentangan ini sesungguhnya terjadi pada wilayah medan ontologis (metafisika). Petualangan untuk mengungkap kebenaran dalam gejala alam semesta mestilah bebas dari nilai. Sementara pada tahap ini, petunjuk-petunjuk agama sebagai suatu nilai kebenaran tentang alam semesta, membatasi kontemplasi ontologis kalangan ilmuan untuk mengungkap hakikat dari realitas alam. Dapat dikatakan bahwa pertarungan sesungguhnya yang terjadi antara ilmuan dan agamawan ketika itu adalah upaya otoritas agama untuk mempertahankan maknanya tentang realitas, sementara kalangan ilmuan lebih pada perjuangan untuk membebaskan diri dari nilai-nilai untuk mengungkap hakikat realitas. Pertentangan dalam ruang ontologis inilah yang sesungguhnya dialami antara otoritas gereja dengan Copernicus, Galileo, Socrates, dan sebagainya. Kegigihan ilmuan tersebut di atas sebenarnya merupakan sebuah tekad untuk menemukan kebenaran, sebab menemukan kebenaran—apalagi mempertahankannya, diperlukan keberanian moral. Sejarah kemanusiaan dihiasi dengan semangat para martir yang rela mengorbankan nyawahnya dalam mepertahankan kebenaran apa yang mereka anggap benar (Jujun S. Suriasumantri 1994). Demikian untuk hal ini, perlawanan yang dilakukan ilmuan ini adalah sebuah perlawan ontologis: kebenaran asali tentang alam semesta. Pihak gereja mendasarkan legitimasinya tentang kebenaran alam semesta menurut panduan al-Kitab sementara kalangan ilmuan mendasarkannya pada prinsip-prinsip kontemplasi yang positivistik. Pada tahun 1800-an, akhirnya ilmuan memperoleh otonominya secara utuh. Otonomi dalam artian bahwa kegiatan kontemplasi “ontologis” ilmu untuk menyibak hakikat realitas terbebas dari pengaruh nilai-nilai dari luar wilayah ontologis itu seperti agama, ideologi atau pertimbangan etis. Di sinilah ilmu pengetahuan mendapatkan otonomi untuk mengembangkan kajian dan penelitiannya. Mempelajari gejala alam menurut hukum-hukum yang bekerja dan mengatur kejadian-kejadian alam, bukan menurut ketentuan-ketentuan yang diidealkan oleh ajaran agama dari al-kitab atau ideologi tertentu. Otonomi Pengembangan Ilmu Berkat otonomi ini pula, ilmuan dapat berekspansi melalui proses-proses ontologis sehingga melahirkan berbagai ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan ini dibangun atas dasar kajian-kajian epistemologis terhadap obyek-obyek pengetahuan yang dilahirkan oleh proses ontologis sebelumnya. Ilmu pengetahuan berkembang pesat pada tahap ini, karena berbagai macam metode ilmiah untuk mendapatkan pengetahuan, dikembangkan dikembangkan terus oleh para ilmuan. Gejala alam dan gejala kehidupan manusia (sosial-humaniora), satu-satu persatu ditemukan dan terus menambah perbendaharaan pengetahuan manusia. Begitu pula, obyek material melahirkan juga ilmu-ilmu murni maupun terapan (sesuai dengan obyek formalnya), seperti ilmu ekonomi, biologi, hukum, fisika, kedokteran, fisika, pertanian, sosiologi, antropologi, politik, dan sebagainya. Seperti disebutkan tadi, bahwa obyek-obyek material ilmu dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok—dasarnya dalam filsafat ilmu: yakni ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial. Ilmu alam melahirkan sejumlah obyek formal yang dikaji oleh dan menurut disiplinnya sendiri seperti biologi, fisika, farmasi, pertanian, peternakan, kedokteran, peternakan, matematika, kimia, geologi, dan sebagainya. Ilmu-ilmu yang tergolong ke dalam ilmu alam ini dibagi menjadi dua, yaitu: ilmu murni yang mencakup biologi, fisika, matematika, dan kimia; dan ilmu terapan yang mencakup fisika terapan, biologi terapan, kimia terapan, peternakan, pertanian, geologi, teknologi dan sejenisnya. Sedangkan yang tercakup ke dalam ilmu-ilmu sosial adalah sosiologi, antropologi, politik, administrasi, ekonomi, hukum, budaya, komunikasi, psikologi, dan sebagainya. Seperti ilmu-ilmu alam, ilmu-ilmu sosial juga dibagi ke dalam dua kelompok, yakni ilmu murni dan ilmu terapan. Ilmu murni mencakup antropologi, politik, sosiologi, psikologi, ekonomi, budaya, hukum, dan sejenisnya. Sementara yang tergolong ke dalam ilmu terapan antara lain komunikasi, pemerintahan (politik terapan), kependudukan (sosiologi terapan), administrasi, manajemen atau akuntansi (ekonomi terapan), hukum tata negara (hukum terapan), dan sebagainya. Kembali kepada tiga dasar terbentuknya ilmu penetahuan dalam filsafat ilmu: ontologis, epistemologis, dan aksiologis, maka ilmu-ilmu murni yang telah dikemukakan sebelumnya mengembangkan dirinya dalam wilayah dasar ontologis dan epistemologis. Sementara untuk ilmu-ilmu terapan berkembang dalam wilayah dasar aksiologis. Tulisan ini akan berlanjut pada kemajuan yang dicapai ilmu pengetahuan pada tingkatan aksiologis. Tingkatan ini akan berbicara mengenai manfaat dan kegunaan hasil ilmu pengetahuan ini untuk meningkatkan mutu kehidupan manusia. Tingkatan Aksiologi Pengetahuan Dalam filsafat ilmu, menurut Bertrand Russel, tahap ini disebut juga tahap manipulasi. Dalam tahap ini, ilmu tidak saja bertujuan menjelaskan gejala-gejala alam untuk tujuan pengertian dan pemahaman (ontologi dan epistemologi), melainkan juga untuk memanipulasi faktor-faktor yang terkait dengan alam untuk mengontrol dan mengarahkan proses-proses alam yang terjadi. Konsep ilmiah tentang gejala alam sifatnya abstrak menjelma bentuk jadi kongkret berupa teknologi, misalnya (Jujun S. Suriasumantri 1994). Teknologi yang dapat diartikan sebagai penerapan konsep-konsep ilmiah untuk memecahkan persoalan-persoalan praktis, dalam perjalan dan pencapaian-pencapaiannya, justru menimbulkan masalah lain. Eksesnya yang dapat disebutkan misalnya dehumanisasi, degradasi eksistensi kemanusiaan, dan pengrusakan lingkungan hidup. Sejarah kehidupan manusia memang telah mencatatkan bahwa Perang Dunia I dan II merupakan ajang pemanfaatan hasil temuan-temuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penggunaannya secara destruktif ini menimbulkan kontroversi. Pada satu sisi hal itu menimbulkan efek kehancuran pada manusia dan alam, sementara pada sisi lainnya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kemudian banyak dimanfaatkan dalam peperangan dan kehancuran alam adalah bagian dari rangkain perjalan ilmu untuk mengunkap hakikat gejala alam dan manusia. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sering melupakan faktor-faktor manusia. Misalnya, manusia mesti menyesuaikan diri terhadap teknologi-teknologi baru (Jaques Ellul 1964). Akhirnya, eksistensi manusia terpinggirkan dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Jujun S. Suriasumantri 1984). Bencana-bencana yang ditimbulkan oleh pamanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (science and technology) antara kerusakan ekologi. Banyak yang dapat disebutkan tentang kehancura ekologi: kontaminasi air, udara, tanah, dampak rumah kaca, kepunahan spesies tumbuhan dan hewan, pengrusakan hutan, akumulasi limba-limba toksik, penipisan laporan ozon (CO1) pada atmosfir bumi, kerusakan ekosistem lingkungan hidup, dan lain-lain. Lebih-lebih lagi, musuh kemanusiaan, yaitu perang. Perang Dunia I dan II yang meluluhlantakkan Eropa dan sejumlah kawasan di Asia dan Pasifik menggoreskan luka kemanusiaan. Berapa korban manusia berguguran akibat bom atom yang dijatuhkan di Hirosima dan Nagasaki, Jepang. Atau kawasan Asia Tengah, yaitu Afganistan yang menjadi ajang ujicoba penemuan mutakhir teknologi perang buatan Amerika Serikat dan Uni Soviet (sekarang Rusia). Pada akhirnya ilmuan memang tiba pada opsi-opsi: apakah ilmu pengetahuan dan teknologi netral dari segala nilai atau justru batas petualangan dan prospek pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak boleh mengingkari suatu nilai, seperti nilai moral, religius, dan ideologi. Ilmu pengetahuan sudah sangat jauh tumbuh dan berkembang untuk dirinya sendiri, sementara teknologi atau ilmu pengetahuan terapan lain terus bergulir mengikuti logika dan perspektifnya sendiri—dalam hal ini tak ada nilai-nilai lain yang diizinkan memberikan kontribusi. Kecemasan tertinggi di tengah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terjadi ketika ilmu kedokteran berhasil menyelesaikan proyek eksperimennya mengembangkan janin dengan metode yang disebut “bayi tabung”. Lalu kemudian ternyata masih ada yang lebih mutakhir dari pada “bayi tabung” itu, yakni suksesnya para ilmuan merampungkan eksperimen kloningnya. Yang terakhir ini mengubah hakikat manusia secara dramatis; ilmu pengetahuan yang diciptakan oleh manusia mampu menciptakan manusia juga. Bahkan, ilmu pengetahuan yang diproyeksi untuk membantu dan memudahkan manusia mencapai tujuan-tujuan hidupnya, justru berkembang dimana ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri mengkreasikan tujuan-tujuan hidup itu sendiri. Pertentangan Aksiologis: Ilmuan dan Humanis Kalangan humanis kemudian mengajukan sejumlah pertanyaan etis yang penting. Antara lain pertanyaan itu adalah: untuk apa sebenarnya ilmu harus dipergunakan? Dimanakah batas ilmu harusnya berkembang? Namun pertanyaan ini tidak urgen bagi ilmuan dan tidak merupakan tanggung jawab bagi perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri. Penelaahan tujuan ilmu pengetahuan itu dikembangkan dan diterapkan, untuk tulisan ini, cukup penting. Karena ide dasar penerapan hasil-hasil ilmu pengetahuan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan penghidupan manusia. Seperti disebutkan sebelumnya, ekspektasi besar manusia pada ilmu pengetahuan bahwa itu dapat membantu dan memudahkan manusia mencapai tujuan-tujuan hidupnya. Namun yang terjadi kemudian adalah absuditas (paradoks): bahwa ilmu pengetahuan justru membiaskan kehancuran dan malapetaka bagi alam dan manusia (kehancuran itu telah disebutkan pada pragraf sebelumnya). Adakah ini berarti bahwa gerak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebaiknya cukup sampai di sini? Atau boleh dilanjutkan tetapi menurut konsideran dari otoritas-otoritas tertentu (bukan otoritas administratif dan institusi keagamaan atau ideologi)? Akan tetapi, bila ruang gerak prospek ilmu pengetahuan dan teknologi ini dipagari, berarti kita telah melangkah mundur hingga pada jamannya Galileo atau Socrates. Konsekuensinya, kemandirian ilmu pengetahuan untuk berkembang terkebiri, sementara problem yang muncul sesungguhnya tidak bersumber pada pencapaian ilmu pengetahuan dan teknologi itu. Untuk sementara, dasar ontologis, epistemologis dan aksiologis terbentuknya pengetahuan perlu diungkit kembali untuk mempetakan persoalan yang ditimbulkan oleh pencapaian-pencapaian ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut dasar-dasar ini, suatu pengetahuan merupakan hasil kontemplasi yang menguak hakikat realitas alam dan manusia sebagai suatu obyek empiris (tahap ontologis). Ketika realitas yang berbentuk obyek itu berusaha dipahami dan dimengerti (diketahui), maka itulah tahap epistemologis. Intervensi kepentingan manusia dan nilai-nilai etika, moral, dan agama tidak ditemukan dalam tahap ini dan memang tidak relevan ditempatkan dalam proses itu. Ketika ada pertanyaan tentang manfaat pengetahuan itu bagi kehidupan manusia, berarti yang dimaksudkan adalah tahap aksiologis dari pengetahuan itu. Dalam tahap ini, persitwa alam dan manusia tidak lagi bergerak secara orisinal menurut kecenderungan alamiahnya, tetapi sudah merupakan proses yang artikulatif dan manipulatif. Dalam artian bahwa, kepentingan manusia sudah dapat berinfiltrasi ke dalam penerapan pengetahuan itu. Tahap aksiologis inilah dari sejumlah rangkaian kegiatan keilmuan suatu pengetahuan yang kerap menimbulkan kontroversi dan paradoks. Hal ini dimungkinkan karena adanya kemampuan manusia melakukan artikulasi dan manipulasi terhadap kejadian-kejadian alam untuk kepentingannya. KEPENTINGAN manusia sangat ditentukan oleh motif dan kesadaran yang pada manusia itu sendiri. Jadi, fokus persoalan ilmu pengetahuan pada tingkat aksiologis ini ada pada manusia. Oleh karena itu, maka tinjauan kita tentang manusia akan sangat membantu memahami dan menyusun pengertian tentang bagaimana sebaiknya ilmu pengatahuan dan teknologi diteruskan pengembangannya dalam tataran aksiologi. Sekaligus pula diperperterang kembali bahwa pertentangan antara kalangan humanis dan ilmuan pada abad ini adalah berkisar pada tingkatan aksiologis itu. Berbeda pada zamam Copernicus atau Galileo, di mana ilmuan bertentangan dan saling mempertahankan keyakinan dengan kalangan gerja pada tataran ontologis. Oleh karena itu, tuntutan kemanusiaan pada wilayah aksiologi ilmu pengetahuan dan teknologi ini mendapat permakluman secara luas. Aspek Etika (Moral) Ilmu Pengetahuan Kembali, kita akan fokus pada manusia sebagai manipulator dan artikulator dalam mengambil manfaat dari ilmu pengetahuan. Dalam psikologi, dikenal konsep diri daru Freud yang dikenal dengan nama “id”, “ego” dan “super-ego”. “Id” adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis (hawa nafsu dalam agama) dan hasrat-hasrat yang mengandung dua instink: libido (konstruktif) dan thanatos (destruktif dan agresif). “Ego” adalah penyelaras antara “id” dan realitas dunia luar. “Super-ego” adalah polisi kepribadian yang mewakili ideal, hati nurani (Jalaluddin Rakhmat, 1985). Dalam agama, ada sisi destruktif manusia, yaitu sisi angkara murka (hawa nafsu). Ketika manusia memanfaatkan ilmu pengetahuan untuk tujuan praktis, mereka dapat saja hanya memfungsikan “id”-nya, sehingga dapat dipastikan bahwa manfaat pengetahuan mungkin diarahkan untuk hal-hal yang destruktif. Milsanya dalam pertarungan antara id dan ego, dimana ego kalah sementara super-ego tidak berfungsi optimal, maka tentu—atau juga nafsu angkara murka yang mengendalikan tindak manusia menjatuhkan pilihan dalam memanfaatkan ilmu pengetahuan—amatlah nihil kebaikan yang diperoleh manusia, atau malah mungkin kehancuran. Kisah dua kali perang dunia, kerusakan lingkungan, penipisan lapisan ozon, adalah pilihan “id” dari kepribadian manusia yang mengalahkan “ego” maupun “super-ego”-nya. Oleh karena itu, pada tingkat aksiologis, pembicaraan tentang nilai-nilai adalah hal yang mutlak. Nilai ini menyangkut etika, moral, dan tanggungjawab manusia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan untuk dimanfaatkan bagi sebesar-besar kemaslahatan manusia itu sendiri. Karena dalam penerapannya, ilmu pengetahuan juga punya bias negatif dan destruktif, maka diperlukan patron nilai dan norma untuk mengendalikan potensi “id” (libido) dan nafsu angkara murka manusia ketika hendak bergelut dengan pemanfaatan ilmu pengetahuan. Di sinilah etika menjadi ketentuan mutlak, yang akan menjadi well-supporting bagi pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan derajat hidup serta kesejahteraan dan kebahagiaan manusia. Hakikat moral, tempat ilmuan mengembalikan kesuksesannya. Etika adalah pembahasan mengenai baik (good), buruk (bad), semestinya (ought to), benar (right), dan salah (wrong). Yang paling menonjol adalah tentang baik atau good dan teori tentang kewajiban (obligation). Keduanya bertalian dengan hati nurani. Bernaung di bawah filsafat moral (Herman Soewardi 1999). Etika merupakan tatanan konsep yang melahirkan kewajiban itu, dengan argumen bahwa kalau sesuatu tidak dijalankan berarti akan mendatangkan bencana atau keburukan bagi manusia. Oleh karena itu, etika pada dasarnya adalah seperangkat kewajiban-kewajiban tentang kebaikan (good) yang pelaksananya (executor) tidak ditunjuk. Executor-nya menjadi jelas ketika sang subyek berhadap opsi baik atau buruk—yang baik itulah materi kewajiban ekskutor dalam situasi ini.
Rujukan:
Jaques Ellul, 1964, “The Tecnological Society”. Alfred Knopf, New York.
Rakhmat, Jalaluddin, 1985, “Psikologi Komunikasi”, Remaja Rosdakarya, Bandung.
Suriasumantri Jujun S., 1984, “Filsasfat Ilmu”, sebuah pengantar populer. Pustaka
Sinar Harapan: Jakarta
Soewardi, Herman, 1999, “Roda Berputar Dunia Bergulir” Kognisi Baru Tentang Timbul-Tenggelamnya Sivilisasi, Bakti Mandiri, Bandung
Oleh : Rosdiana (20082013008)
Pertentangan Ontologis: Ilmuan dan Gereja Copernicus (1473-1543) dan kemudian diteruskan oleh Galileo (1564-1642), berteori tentang “bumi berputar mengelilingi matahari”, bukan sebaliknya seperti yang diyakini dalam ajaran gereja. Agama (gereja) adalah mata air sebagian besar tatanan moral dalam pengertian metafisik menentang pernyataan Copernicus itu. Perbedaan pendapat antara ilmuan dan kalangan gereja ini menandai babak dimulainya pertentangan antara ilmu pengetahuan dan agama. Galileolah yang kemudian menjadi tumbal pada puncak pertentangan ini ketika menghadapi pengadilan agama agar ia mencabut pernyataannya bahwa bumi mengelilingi matahari. Pertentangan ini sesungguhnya terjadi pada wilayah medan ontologis (metafisika). Petualangan untuk mengungkap kebenaran dalam gejala alam semesta mestilah bebas dari nilai. Sementara pada tahap ini, petunjuk-petunjuk agama sebagai suatu nilai kebenaran tentang alam semesta, membatasi kontemplasi ontologis kalangan ilmuan untuk mengungkap hakikat dari realitas alam. Dapat dikatakan bahwa pertarungan sesungguhnya yang terjadi antara ilmuan dan agamawan ketika itu adalah upaya otoritas agama untuk mempertahankan maknanya tentang realitas, sementara kalangan ilmuan lebih pada perjuangan untuk membebaskan diri dari nilai-nilai untuk mengungkap hakikat realitas. Pertentangan dalam ruang ontologis inilah yang sesungguhnya dialami antara otoritas gereja dengan Copernicus, Galileo, Socrates, dan sebagainya. Kegigihan ilmuan tersebut di atas sebenarnya merupakan sebuah tekad untuk menemukan kebenaran, sebab menemukan kebenaran—apalagi mempertahankannya, diperlukan keberanian moral. Sejarah kemanusiaan dihiasi dengan semangat para martir yang rela mengorbankan nyawahnya dalam mepertahankan kebenaran apa yang mereka anggap benar (Jujun S. Suriasumantri 1994). Demikian untuk hal ini, perlawanan yang dilakukan ilmuan ini adalah sebuah perlawan ontologis: kebenaran asali tentang alam semesta. Pihak gereja mendasarkan legitimasinya tentang kebenaran alam semesta menurut panduan al-Kitab sementara kalangan ilmuan mendasarkannya pada prinsip-prinsip kontemplasi yang positivistik. Pada tahun 1800-an, akhirnya ilmuan memperoleh otonominya secara utuh. Otonomi dalam artian bahwa kegiatan kontemplasi “ontologis” ilmu untuk menyibak hakikat realitas terbebas dari pengaruh nilai-nilai dari luar wilayah ontologis itu seperti agama, ideologi atau pertimbangan etis. Di sinilah ilmu pengetahuan mendapatkan otonomi untuk mengembangkan kajian dan penelitiannya. Mempelajari gejala alam menurut hukum-hukum yang bekerja dan mengatur kejadian-kejadian alam, bukan menurut ketentuan-ketentuan yang diidealkan oleh ajaran agama dari al-kitab atau ideologi tertentu. Otonomi Pengembangan Ilmu Berkat otonomi ini pula, ilmuan dapat berekspansi melalui proses-proses ontologis sehingga melahirkan berbagai ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan ini dibangun atas dasar kajian-kajian epistemologis terhadap obyek-obyek pengetahuan yang dilahirkan oleh proses ontologis sebelumnya. Ilmu pengetahuan berkembang pesat pada tahap ini, karena berbagai macam metode ilmiah untuk mendapatkan pengetahuan, dikembangkan dikembangkan terus oleh para ilmuan. Gejala alam dan gejala kehidupan manusia (sosial-humaniora), satu-satu persatu ditemukan dan terus menambah perbendaharaan pengetahuan manusia. Begitu pula, obyek material melahirkan juga ilmu-ilmu murni maupun terapan (sesuai dengan obyek formalnya), seperti ilmu ekonomi, biologi, hukum, fisika, kedokteran, fisika, pertanian, sosiologi, antropologi, politik, dan sebagainya. Seperti disebutkan tadi, bahwa obyek-obyek material ilmu dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok—dasarnya dalam filsafat ilmu: yakni ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial. Ilmu alam melahirkan sejumlah obyek formal yang dikaji oleh dan menurut disiplinnya sendiri seperti biologi, fisika, farmasi, pertanian, peternakan, kedokteran, peternakan, matematika, kimia, geologi, dan sebagainya. Ilmu-ilmu yang tergolong ke dalam ilmu alam ini dibagi menjadi dua, yaitu: ilmu murni yang mencakup biologi, fisika, matematika, dan kimia; dan ilmu terapan yang mencakup fisika terapan, biologi terapan, kimia terapan, peternakan, pertanian, geologi, teknologi dan sejenisnya. Sedangkan yang tercakup ke dalam ilmu-ilmu sosial adalah sosiologi, antropologi, politik, administrasi, ekonomi, hukum, budaya, komunikasi, psikologi, dan sebagainya. Seperti ilmu-ilmu alam, ilmu-ilmu sosial juga dibagi ke dalam dua kelompok, yakni ilmu murni dan ilmu terapan. Ilmu murni mencakup antropologi, politik, sosiologi, psikologi, ekonomi, budaya, hukum, dan sejenisnya. Sementara yang tergolong ke dalam ilmu terapan antara lain komunikasi, pemerintahan (politik terapan), kependudukan (sosiologi terapan), administrasi, manajemen atau akuntansi (ekonomi terapan), hukum tata negara (hukum terapan), dan sebagainya. Kembali kepada tiga dasar terbentuknya ilmu penetahuan dalam filsafat ilmu: ontologis, epistemologis, dan aksiologis, maka ilmu-ilmu murni yang telah dikemukakan sebelumnya mengembangkan dirinya dalam wilayah dasar ontologis dan epistemologis. Sementara untuk ilmu-ilmu terapan berkembang dalam wilayah dasar aksiologis. Tulisan ini akan berlanjut pada kemajuan yang dicapai ilmu pengetahuan pada tingkatan aksiologis. Tingkatan ini akan berbicara mengenai manfaat dan kegunaan hasil ilmu pengetahuan ini untuk meningkatkan mutu kehidupan manusia. Tingkatan Aksiologi Pengetahuan Dalam filsafat ilmu, menurut Bertrand Russel, tahap ini disebut juga tahap manipulasi. Dalam tahap ini, ilmu tidak saja bertujuan menjelaskan gejala-gejala alam untuk tujuan pengertian dan pemahaman (ontologi dan epistemologi), melainkan juga untuk memanipulasi faktor-faktor yang terkait dengan alam untuk mengontrol dan mengarahkan proses-proses alam yang terjadi. Konsep ilmiah tentang gejala alam sifatnya abstrak menjelma bentuk jadi kongkret berupa teknologi, misalnya (Jujun S. Suriasumantri 1994). Teknologi yang dapat diartikan sebagai penerapan konsep-konsep ilmiah untuk memecahkan persoalan-persoalan praktis, dalam perjalan dan pencapaian-pencapaiannya, justru menimbulkan masalah lain. Eksesnya yang dapat disebutkan misalnya dehumanisasi, degradasi eksistensi kemanusiaan, dan pengrusakan lingkungan hidup. Sejarah kehidupan manusia memang telah mencatatkan bahwa Perang Dunia I dan II merupakan ajang pemanfaatan hasil temuan-temuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penggunaannya secara destruktif ini menimbulkan kontroversi. Pada satu sisi hal itu menimbulkan efek kehancuran pada manusia dan alam, sementara pada sisi lainnya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kemudian banyak dimanfaatkan dalam peperangan dan kehancuran alam adalah bagian dari rangkain perjalan ilmu untuk mengunkap hakikat gejala alam dan manusia. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sering melupakan faktor-faktor manusia. Misalnya, manusia mesti menyesuaikan diri terhadap teknologi-teknologi baru (Jaques Ellul 1964). Akhirnya, eksistensi manusia terpinggirkan dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Jujun S. Suriasumantri 1984). Bencana-bencana yang ditimbulkan oleh pamanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (science and technology) antara kerusakan ekologi. Banyak yang dapat disebutkan tentang kehancura ekologi: kontaminasi air, udara, tanah, dampak rumah kaca, kepunahan spesies tumbuhan dan hewan, pengrusakan hutan, akumulasi limba-limba toksik, penipisan laporan ozon (CO1) pada atmosfir bumi, kerusakan ekosistem lingkungan hidup, dan lain-lain. Lebih-lebih lagi, musuh kemanusiaan, yaitu perang. Perang Dunia I dan II yang meluluhlantakkan Eropa dan sejumlah kawasan di Asia dan Pasifik menggoreskan luka kemanusiaan. Berapa korban manusia berguguran akibat bom atom yang dijatuhkan di Hirosima dan Nagasaki, Jepang. Atau kawasan Asia Tengah, yaitu Afganistan yang menjadi ajang ujicoba penemuan mutakhir teknologi perang buatan Amerika Serikat dan Uni Soviet (sekarang Rusia). Pada akhirnya ilmuan memang tiba pada opsi-opsi: apakah ilmu pengetahuan dan teknologi netral dari segala nilai atau justru batas petualangan dan prospek pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak boleh mengingkari suatu nilai, seperti nilai moral, religius, dan ideologi. Ilmu pengetahuan sudah sangat jauh tumbuh dan berkembang untuk dirinya sendiri, sementara teknologi atau ilmu pengetahuan terapan lain terus bergulir mengikuti logika dan perspektifnya sendiri—dalam hal ini tak ada nilai-nilai lain yang diizinkan memberikan kontribusi. Kecemasan tertinggi di tengah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terjadi ketika ilmu kedokteran berhasil menyelesaikan proyek eksperimennya mengembangkan janin dengan metode yang disebut “bayi tabung”. Lalu kemudian ternyata masih ada yang lebih mutakhir dari pada “bayi tabung” itu, yakni suksesnya para ilmuan merampungkan eksperimen kloningnya. Yang terakhir ini mengubah hakikat manusia secara dramatis; ilmu pengetahuan yang diciptakan oleh manusia mampu menciptakan manusia juga. Bahkan, ilmu pengetahuan yang diproyeksi untuk membantu dan memudahkan manusia mencapai tujuan-tujuan hidupnya, justru berkembang dimana ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri mengkreasikan tujuan-tujuan hidup itu sendiri. Pertentangan Aksiologis: Ilmuan dan Humanis Kalangan humanis kemudian mengajukan sejumlah pertanyaan etis yang penting. Antara lain pertanyaan itu adalah: untuk apa sebenarnya ilmu harus dipergunakan? Dimanakah batas ilmu harusnya berkembang? Namun pertanyaan ini tidak urgen bagi ilmuan dan tidak merupakan tanggung jawab bagi perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri. Penelaahan tujuan ilmu pengetahuan itu dikembangkan dan diterapkan, untuk tulisan ini, cukup penting. Karena ide dasar penerapan hasil-hasil ilmu pengetahuan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan penghidupan manusia. Seperti disebutkan sebelumnya, ekspektasi besar manusia pada ilmu pengetahuan bahwa itu dapat membantu dan memudahkan manusia mencapai tujuan-tujuan hidupnya. Namun yang terjadi kemudian adalah absuditas (paradoks): bahwa ilmu pengetahuan justru membiaskan kehancuran dan malapetaka bagi alam dan manusia (kehancuran itu telah disebutkan pada pragraf sebelumnya). Adakah ini berarti bahwa gerak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebaiknya cukup sampai di sini? Atau boleh dilanjutkan tetapi menurut konsideran dari otoritas-otoritas tertentu (bukan otoritas administratif dan institusi keagamaan atau ideologi)? Akan tetapi, bila ruang gerak prospek ilmu pengetahuan dan teknologi ini dipagari, berarti kita telah melangkah mundur hingga pada jamannya Galileo atau Socrates. Konsekuensinya, kemandirian ilmu pengetahuan untuk berkembang terkebiri, sementara problem yang muncul sesungguhnya tidak bersumber pada pencapaian ilmu pengetahuan dan teknologi itu. Untuk sementara, dasar ontologis, epistemologis dan aksiologis terbentuknya pengetahuan perlu diungkit kembali untuk mempetakan persoalan yang ditimbulkan oleh pencapaian-pencapaian ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut dasar-dasar ini, suatu pengetahuan merupakan hasil kontemplasi yang menguak hakikat realitas alam dan manusia sebagai suatu obyek empiris (tahap ontologis). Ketika realitas yang berbentuk obyek itu berusaha dipahami dan dimengerti (diketahui), maka itulah tahap epistemologis. Intervensi kepentingan manusia dan nilai-nilai etika, moral, dan agama tidak ditemukan dalam tahap ini dan memang tidak relevan ditempatkan dalam proses itu. Ketika ada pertanyaan tentang manfaat pengetahuan itu bagi kehidupan manusia, berarti yang dimaksudkan adalah tahap aksiologis dari pengetahuan itu. Dalam tahap ini, persitwa alam dan manusia tidak lagi bergerak secara orisinal menurut kecenderungan alamiahnya, tetapi sudah merupakan proses yang artikulatif dan manipulatif. Dalam artian bahwa, kepentingan manusia sudah dapat berinfiltrasi ke dalam penerapan pengetahuan itu. Tahap aksiologis inilah dari sejumlah rangkaian kegiatan keilmuan suatu pengetahuan yang kerap menimbulkan kontroversi dan paradoks. Hal ini dimungkinkan karena adanya kemampuan manusia melakukan artikulasi dan manipulasi terhadap kejadian-kejadian alam untuk kepentingannya. KEPENTINGAN manusia sangat ditentukan oleh motif dan kesadaran yang pada manusia itu sendiri. Jadi, fokus persoalan ilmu pengetahuan pada tingkat aksiologis ini ada pada manusia. Oleh karena itu, maka tinjauan kita tentang manusia akan sangat membantu memahami dan menyusun pengertian tentang bagaimana sebaiknya ilmu pengatahuan dan teknologi diteruskan pengembangannya dalam tataran aksiologi. Sekaligus pula diperperterang kembali bahwa pertentangan antara kalangan humanis dan ilmuan pada abad ini adalah berkisar pada tingkatan aksiologis itu. Berbeda pada zamam Copernicus atau Galileo, di mana ilmuan bertentangan dan saling mempertahankan keyakinan dengan kalangan gerja pada tataran ontologis. Oleh karena itu, tuntutan kemanusiaan pada wilayah aksiologi ilmu pengetahuan dan teknologi ini mendapat permakluman secara luas. Aspek Etika (Moral) Ilmu Pengetahuan Kembali, kita akan fokus pada manusia sebagai manipulator dan artikulator dalam mengambil manfaat dari ilmu pengetahuan. Dalam psikologi, dikenal konsep diri daru Freud yang dikenal dengan nama “id”, “ego” dan “super-ego”. “Id” adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis (hawa nafsu dalam agama) dan hasrat-hasrat yang mengandung dua instink: libido (konstruktif) dan thanatos (destruktif dan agresif). “Ego” adalah penyelaras antara “id” dan realitas dunia luar. “Super-ego” adalah polisi kepribadian yang mewakili ideal, hati nurani (Jalaluddin Rakhmat, 1985). Dalam agama, ada sisi destruktif manusia, yaitu sisi angkara murka (hawa nafsu). Ketika manusia memanfaatkan ilmu pengetahuan untuk tujuan praktis, mereka dapat saja hanya memfungsikan “id”-nya, sehingga dapat dipastikan bahwa manfaat pengetahuan mungkin diarahkan untuk hal-hal yang destruktif. Milsanya dalam pertarungan antara id dan ego, dimana ego kalah sementara super-ego tidak berfungsi optimal, maka tentu—atau juga nafsu angkara murka yang mengendalikan tindak manusia menjatuhkan pilihan dalam memanfaatkan ilmu pengetahuan—amatlah nihil kebaikan yang diperoleh manusia, atau malah mungkin kehancuran. Kisah dua kali perang dunia, kerusakan lingkungan, penipisan lapisan ozon, adalah pilihan “id” dari kepribadian manusia yang mengalahkan “ego” maupun “super-ego”-nya. Oleh karena itu, pada tingkat aksiologis, pembicaraan tentang nilai-nilai adalah hal yang mutlak. Nilai ini menyangkut etika, moral, dan tanggungjawab manusia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan untuk dimanfaatkan bagi sebesar-besar kemaslahatan manusia itu sendiri. Karena dalam penerapannya, ilmu pengetahuan juga punya bias negatif dan destruktif, maka diperlukan patron nilai dan norma untuk mengendalikan potensi “id” (libido) dan nafsu angkara murka manusia ketika hendak bergelut dengan pemanfaatan ilmu pengetahuan. Di sinilah etika menjadi ketentuan mutlak, yang akan menjadi well-supporting bagi pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan derajat hidup serta kesejahteraan dan kebahagiaan manusia. Hakikat moral, tempat ilmuan mengembalikan kesuksesannya. Etika adalah pembahasan mengenai baik (good), buruk (bad), semestinya (ought to), benar (right), dan salah (wrong). Yang paling menonjol adalah tentang baik atau good dan teori tentang kewajiban (obligation). Keduanya bertalian dengan hati nurani. Bernaung di bawah filsafat moral (Herman Soewardi 1999). Etika merupakan tatanan konsep yang melahirkan kewajiban itu, dengan argumen bahwa kalau sesuatu tidak dijalankan berarti akan mendatangkan bencana atau keburukan bagi manusia. Oleh karena itu, etika pada dasarnya adalah seperangkat kewajiban-kewajiban tentang kebaikan (good) yang pelaksananya (executor) tidak ditunjuk. Executor-nya menjadi jelas ketika sang subyek berhadap opsi baik atau buruk—yang baik itulah materi kewajiban ekskutor dalam situasi ini.
Rujukan:
Jaques Ellul, 1964, “The Tecnological Society”. Alfred Knopf, New York.
Rakhmat, Jalaluddin, 1985, “Psikologi Komunikasi”, Remaja Rosdakarya, Bandung.
Suriasumantri Jujun S., 1984, “Filsasfat Ilmu”, sebuah pengantar populer. Pustaka
Sinar Harapan: Jakarta
Soewardi, Herman, 1999, “Roda Berputar Dunia Bergulir” Kognisi Baru Tentang Timbul-Tenggelamnya Sivilisasi, Bakti Mandiri, Bandung
MAKALAH TIK SMP (Analisis Kesesuaian SIlabus TIK)
MAKALAH TIK SMP
ANALISIS KESESUAIAN SILABUS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI (TIK) TERHADAP USIA PEBELAJAR TINGKAT SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)
Pendahuluan
Perkembangan di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi saat ini sangat pesat dan berpengaruh sangat signifikan terhadap pribadi maupun komunitas, segala aktivitas kehidupan, cara kerja, metoda belajar, gaya hidup maupun cara berpikir. Oleh karena itu, pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi harus diperkenalkan kepada siswa, agar mereka mempunyai bekal pengetahuan dan pengalaman yang memadai untuk bisa menerapkan dan menggunakannya dalam kegiatan belajar, bekerja serta berbagai aspek kehidupan sehari-hari.
Manusia secara berkelanjutan membutuhkan pemahaman dan pengalaman agar bisa memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi secara optimal dalam menghadapi tantangan perkembangan zaman dan menyadari implikasinya bagi pribadi maupun masyarakat. Siswa yang telah mengikuti dan memahami serta mempraktekkan Teknologi Informasi dan Komunikasi akan memiliki kapasitas dan kepercayaan diri untuk memahami berbagai jenis Teknologi Informasi dan Komunikasi dan menggunakannya secara efektif. Selain itu siswa memahami dampak negatif, dan keterbatasan Teknologi Informasi dan Komunikasi, serta mampu memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk mendukung proses pembelajaran dalam kehidupan.
Visi mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi yaitu agar siswa dapat menggunakan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi secara tepat dan optimal untuk mendapatkan dan memproses informasi dalam kegiatan belajar, bekerja, dan aktifitas lainnya sehingga siswa mampu berkreasi, mengembangkan sikap inisiatif, mengembangkan kemampuan eksplorasi mandiri, dan mudah beradaptasi dengan perkembangan yang baru.
Pada hakekatnya, kurikulum Teknologi Informasi dan Komunikasi menyiapkan siswa agar dapat terlibat pada perubahan yang pesat dalam dunia kerja maupun kegiatan lainnya yang mengalami penambahan dan perubahan dalam variasi penggunaan teknologi. Siswa menggunakan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk mencari, mengeksplorasi, menganalisis, dan saling tukar informasi secara kreatif namun bertanggungjawab. Siswa belajar bagaimana menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi agar dengan cepat mendapatkan ide dan pengalaman dari berbagai kalangan masyarakat, komunitas, dan budaya. Penambahan kemampuan karena penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi akan mengembangkan sikap inisiatif dan kemampuan belajar mandiri, sehingga siswa dapat memutuskan dan Pendahuluan mempertimbangkan sendiri kapan dan di mana penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi secara tepat dan optimal, termasuk apa implikasinya saat ini dan di masa yang akan datang.
Pada makalah ini akan dibahas mengenai KTSP pada mata pelajaran TIK untuk tingkat SMP. Adapun permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1.Menganalisis penerapan KTSP pada mata pelajaran TIK untuk tingkat SMP.
2.Menganalisis kesesuaian isi atau content kompetensi TIK terhadap KTSP.
Tujuan pembuatan makalah ini untuk mengetahui kesesuaian isi atau content kompetensi TIK terhadap KTSP, dan bagaimana pencapaiannya. Diharapkan dari pembahasan makalah ini akan memberikan sumbangsih dan wawasan kepada mahasiswa Teknologi Pendidikan mengenai mata pelajaran TIK untuk tingkat SMP.
Analisis Silabus KTSP Pada Mata Pelajaran TIK SMP
Mata pelajaran TIK di SMP pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) memiliki tujuan pembelajaran yang tertuang dalam SK dan dijabarkan ke dalam KD. Kemudian KD tersebut akan dikembangkan oleh setiap masing-masing sekolah yang dikembangkan melalui indikator pencapaian kompetensi dasar. Penjabaran tersebut direalisaikan kedalam skenario pembelajaran (RPP) oleh setiap guru dengan menganalisis kebutuhan setiap indikator dari mata pelajaran tersebut.
Dari uraian tersebut diatas, maka dapat dilihat bahwa TIK di SMP telah menjadi mata pelajaran wajib yang harus dikuasai oleh siswa sebagai bagian dari kompetensi yang harus dimiliki siswa setelah menyelesaikan studinya selama di SMP. Analisis ini akan dibuat perkelas dengan tingkat semester, pada setiap satuan pendidikan sesuai SK dan KD.
1. Kelas 7 Semester 1
[Photo]
2. Kelas 7 Semester 2
alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5342671588525780770" />
[Photo]
3. Kelas 8 Semester 1
alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5342671588625393922" />
[Photo]
4. Kelas 8 semester 2
alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5342671581873215714" />
[Photo]
4. Kelas 9 semester 1
alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5342671581274183250" />
[Photo]
Tahap-Tahap Perkembangan Usia Pebelajar
Untuk setiap tingkat jenjang pendidikan formal yang dimulai dari tingkat sekolah dasar (SD) sampai pada tingkat perguruan tinggi (PT) memiliki karakteristik usia pebelajar yang berbeda-beda sesuai dengan tahap usia perkembangan pebelajar. Usia perkembangan tersebut sangat mempengaruhi dalam proses pembelajaran yang terkait dengan pencapaian tujuan, yang disesuaikan dengan Standar Kompetensi yang telah ditetapkan dalam kurikulum.
Tahapan perkembangan usia pebelajar yang digambarkan Piaget (Pratiwi, 2008) dalam urutan dari 4 tahap kualitatif tertentu, yaitu : Tahap Sensorimotor (0-18 bulan), Tahap Praoperasional (18 bln sampai 7 tahun), Tahap Operasional Konkret (7-12 tahun) dan Tahap Operasional Formal (12 tahun dan seterusnya). Urutan ini tidak berubah–ubah, sehingga tiap-tiap anak normal akan melalui tahap-tahap ini dalam urutan yang sama.
1.Tahap Sensorimotor
Pertumbuhan kognitif didasarkan pada tindakan panca indera dan motorik. Dimulai dengan tindakan yang terutama berbentuk reaksi refleks. Dalam tahap terakhir dari periode sensori motor, anak membentuk gambaran mental, dapat meniru tindakan orang lain yang telah lalu dan merancang arti baru dari pemecahan persoalan dengan menggabungkan skema yang didapat sebelumnya dengan pengetahuan secara mental. Dalam periode singkat dari 18 bulan atau 2 tahun “anak itu telah mengubah dirinya dari organisme yang sama sekali tergantung pada sifat refeleks bawaan lainnya menjadi orang yang mampu berpikir secara simbolik”
2.Tahap Praoperasional
Manipulasi symbol. Hal ini dinyatakan dalam meniru yang tertunda (menghasilkan suatu tindakan yang telah dilihat di masa lalu) dan dalam imajinasi anak-anak atau pura-pura bermain. Anak-anak sudah mampu menggunakan tanggapan simbolik. Namun pada tahap ini, anak-anak masih memiliki keterbatasan berpikir dalam beberapa hal penting. Menurut Piaget karakteristiknya adalah egosentris; anak praoperasional mempunyai kesulitan untuk membyangkan bagaimana benda-benda itu terlihat dari perspektif orang lain
3.Tahap Operasional Konkret
Penentuan pencapaian tahap operasi konkret ini ialah kemampuan untuk melakukan operasi mental yang fleksibel dan dapat diputar balikkan sepenuhnya. Anak-anak pada tahap ini mengerti peraturan dasar logis tertentu (disebut grouping oleh piaget) dan karenanya mampu berpikir logis dan kuantitatif dengan cara yang tidak kelihatan dalam tahap praoperasional. Anak-anak pada tahap ini mampu berperilaku obektif dalam mengkai kejadian. Mereka uga mampu untuk desenter, yaitu memusatkan perhatiannya pada beberapa atribut sebuah benda atau kejadian secara bersamaan dan mengerti hubungan antar dimensi.
4.Tahap Operasi Formal
Salah satu ciri jelas dalam tahap perkembangan ini ialah kemampuan untuk berpikir tentang masalah-masalah hipotetis—apa yang terjadi—maupun yang nyata dan berpikir kemungkinan-kemungkinan seperti juga yang actual. Anak sudah dapat memanipulasi gagasan tentang situasi hipotesis. Tanda lain dari pemecahan masalah dalam tahap operasi formal yaitu mencari pemecahan secara sistematis, bila berhadapan dengan sebuah masalah orang dewasa, untuk menimbang semua kemungkinan untuk memecahkan masalah dan dengan hati-hati mempelajari logika dan keefektifan masing-masing.
Dalam pemikiran operasi formal, operasi mental diorganisasi dalam urutan operasi yang lebih tinggi (Higher-order operations). Higher-order operations ialah cara mengunakan aturan abstrak untuk memecahkan sejumlah masalah.
Taksonomi Bloom
Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom pada tahun 1956. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya. Tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:
1.Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan
aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
2.Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek
perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
3.Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan
aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan
mengoperasikan mesin.
Beberapa istilah lain yang juga menggambarkan hal yang sama dengan ketiga domain tersebut di antaranya seperti yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara, yaitu: cipta, rasa, dan karsa. Selain itu, juga dikenal istilah: penalaran, penghayatan, dan pengamalan.
Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah, seperti misalnya dalam ranah kognitif, untuk mencapai “pemahaman” yang berada di tingkatan kedua juga diperlukan “pengetahuan” yang ada pada tingkatan pertama.
a.Domain Kognitif
Bloom membagi domain kognisi ke dalam 6 tingkatan. Domain ini terdiri dari dua bagian: Bagian pertama berupa adalah Pengetahuan (kategori 1) dan bagian kedua berupa Kemampuan dan Keterampilan Intelektual (kategori 2-6)
1.Pengetahuan (Knowledge)
Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dsb. Sebagai contoh, ketika diminta menjelaskan manajemen kualitas, orang yg berada di level ini bisa menguraikan dengan baik definisi dari kualitas, karakteristik produk yang berkualitas, standar kualitas minimum untuk produk, dsb.
2.Pemahaman (Comprehension)
Dikenali dari kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran, laporan, tabel, diagram, arahan, peraturan, dsb. Sebagai contoh, orang di level ini bisa memahami apa yg diuraikan dalam fish bone diagram, pareto chart, dsb.
3.Aplikasi (Application)
Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus, teori, dsb di dalam kondisi kerja. Sebagai contoh, ketika diberi informasi tentang penyebab meningkatnya reject di produksi, seseorang yg berada di tingkat aplikasi akan mampu merangkum dan menggambarkan penyebab turunnya kualitas dalam bentuk fish bone diagram atau pareto chart.
4.Analisis (Analysis)
Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yg rumit. Sebagai contoh, di level ini seseorang akan mampu memilah-milah penyebab meningkatnya reject, membanding-bandingkan tingkat keparahan dari setiap penyebab, dan menggolongkan setiap penyebab ke dalam tingkat keparahan yg ditimbulkan.
5.Sintesis (Synthesis)
Satu tingkat di atas analisa, seseorang di tingkat sintesa akan mampu menjelaskan struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yg dibutuhkan. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas mampu memberikan solusi untuk menurunkan tingkat reject di produksi berdasarkan pengamatannya terhadap semua penyebab turunnya kualitas produk.
6.Evaluasi (Evaluation)
Dikenali dari kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi, dsb dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yg ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas harus mampu menilai alternatif solusi yg sesuai untuk dijalankan berdasarkan efektivitas, urgensi, nilai manfaat, nilai ekonomis, dsb
b.Domain Afektif
Pembagian domain ini disusun Bloom bersama dengan David Krathwol.
1.Penerimaan (Receiving/Attending)
Kesediaan untuk menyadari adanya suatu fenomena di lingkungannya. Dalam pengajaran bentuknya berupa mendapatkan perhatian, mempertahankannya, dan mengarahkannya.
2.Tanggapan (Responding)
Memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di lingkungannya. Meliputi persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan.
3.Penghargaan (Valuing)
Berkaitan dengan harga atau nilai yang diterapkan pada suatu objek, fenomena, atau tingkah laku. Penilaian berdasar pada internalisasi dari serangkaian nilai tertentu yang diekspresikan ke dalam tingkah laku.
4.Pengorganisasian (Organization)
Memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik di antaranya, dan membentuk suatu sistem nilai yang konsisten.
5.Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a Value or Value Complex)
Memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah-lakunya sehingga menjadi karakteristik gaya-hidupnya.
c.Domain Psikomotor
Rincian dalam domain ini tidak dibuat oleh Bloom, tapi oleh ahli lain berdasarkan domain yang dibuat Bloom.
1.Persepsi (Perception)
Penggunaan alat indera untuk menjadi pegangan dalam membantu gerakan.
2.Kesiapan (Set)
Kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan gerakan.
3.Guided Response (Respon Terpimpin)
Tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks, termasuk di dalamnya
imitasi dan gerakan coba-coba.
4.Mekanisme (Mechanism)
Membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga tampil dengan
meyakinkan dan cakap.
5.Respon Tampak yang Kompleks (Complex Overt Response)
Gerakan motoris yang terampil yang di dalamnya terdiri dari pola-pola gerakan yang
kompleks.
6.Penyesuaian (Adaptation)
Keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam berbagai
situasi.
7.Penciptaan (Origination)
Membuat pola gerakan baru yang disesuaikan dengan situasi atau permasalahan
tertentu.
Analisis Kesesuain Materi dengan Keadaan Siswa, Guru, dan Sekolah
Pada semester satu di kelas 7 siswa diharapkan mengenal perangkat keras dan perangkat lunak dari komputer itu sendiri, disini terjadi sebuah ketidak seimbangan mengingat siswa di SMP memiliki latar belakang yang berbeda (artinya dari berbagai SD yang berlainan). Kita ketahui bahwa di SD mata pelajaran TIK merupakan mata pelajaran muatan lokal, yang artinya mata pelajaran TIK di SD dapat diterapkan sesuai dengan kebutuhan dan kesiapan SD tersebut. Melihat keadaan ini tidak semua siswa SMP memiliki latar belakang pengetahuan dasar TIK sebelumnya, sehingga akan mempersulit proses pembelajaran TIK di SMP yang diberikan oleh guru mata pelajaran TIK pada tingkat SMP.
Ketika menemukan siswa yang telah menguasai TIK sejak SD, sebagai contoh kecil SD Paramount yang mengadopsi dan mengadaptasi kurikulum TIK dari International School Tiara Bangsa, dimana siswa kelas 4 SD-nya telah mampu mengoperasi face book, dan berkomunikasi proses pembelajarannya dengan cara on-line, dengan keadaan ini akan mempermudah dalam proses pembelajaran TIK. Sekarang kalau input siswanya dari sekolah yang justru belum mengenal tentang TIK, maka siswa dikelas tersebut mengalami perbedaan latar belakang yang harus dapat diakomodir oleh seorang guru TIK.
Agar siswa yang telah bisa tidak merasa jenuh sedangkan siswa yang belum menguasai dapat dengan cepat menguasai konsep dasar tersebut, untuk menjadi latar belakang (mata pelajaran prasyarat) pembelajaran selanjutnya.
Selain dari karakteristik siswa yang berbeda, mata pelajaran TIK ini dapat dianalisis dari gurunya, melihat keadaan realita dilapangan bahwa hampir di setiap sekolah yang memiliki mata pelajaran TIK, guru TIK-nya adalah guru yang dipersiapkan dari paket pembelian perangkat komputer (agen penjualan komputer) secara berjangka, kalaupun tidak guru komputer hampir dari rata-rata bukan dari keguruan melainkan dari sarjana komputer, untuk keilmuan komputer para guru ini tidak diragukan lagi, akan tetapi apakah secara psikologi kejiwaan guru tersebut dapat menguasai karakteristik siswa yang berbeda tersebut.
Untuk jumlah guru TIK disetiap sekolah memiliki jumlah jam yang sangat banyak, terkadang disatu sekolah yang memiliki jumlah kelas rata-rata 21 kelas, dengan setiap kelas mendapatkan waktu 2 jam pelajaran dalam satu minggu, sekolah tersebut menggunakan jasa guru TIK sebanyak 1 orang, dan guru tersebutpun dalam kapasitas honorer. Artinya betapa sulit penerapan secara aplikasi realnya, sebagai contoh di SMP Negeri 19 Palembang guru TIKnya adalah guru mata pelajaran matematika. Inipun jika guru mata pelajaran lain tersebut menguasai TIK terutama dalam aplikasi pembelajaran.
Pada tahapan ini mata pelajaran TIK bertujuan agar siswa mampu mengaktifkan operasi dasar peralatan komputer. Melihat kenyataan ini, materi ini harus dipelajari secara langsung, namun tidak semua sekolah memiliki jumlah komputer sesuai dengan jumlah siswa yang dimiliki setiap kelasnya. Jika setiap kelas memiliki jumlah siswa rata-rata 40 siswa, terkadang jumlah komputer dalam satu sekolah hanya 15 sampai dengan 20 komputer, sehingga pada proses pembelajarannya siswa secara bergantian menggunakan komputer tersebut. Namun ada juga sekolah yang telah memiliki hotspot sendiri seperti SMP N 1 Palembang dan SMP N 19 Palembang, sehingga materi pengoperasian ini telah teraplikasi dalam materi yang lebih luas dari sekadar pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar pada semester ini.
Melihat kenyataan ini kurikulum yang termaktub dalam KTSP untuk tingkat SMP pun dapat berkembang ataupun berkurang sesuai dengan kebutuhan sekolah masing-masing, pertanyaan yang muncul mungkinkah lulusan SMP ini memiliki kompetensi yang sesuai dengan acuan KTSP.
Pada kelas 9 semester 1 dan 2 siswa diharapkan memiliki kemampuan untuk menggunakan internet. Kompetensi dasar ini sesuai dengan kurikulum KTSP yang dapat dipelajari siswa ketika semua kompetensi dasar sebelumnya telah dimiliki siswa, lantas bagaimana ketika pada semester ini siswa belum memiliki kompetensi dasar sebelumnya, atau bahkan jika siswa telah menguasai materi ini lebih dahulu, sebelum masuk ke proses pembelajaran.
Kesesuaian KTSP dengan proses pembelajaran apakah harus dipertahankan, sehingga membuat siswa menunggu, atau justru kreativitas gurulah yang membuat kurikulum ini terus berkembang. Selain itu dengan adanya mata pelajaran TIK di sekolah, guru TIK diharapkan dapat menjadi fasilitator untuk guru mata pelajaran lainnya untuk mampu menerapkan TIK dalam proses pembelajarannya. Lantas mampukah guru membagikan ilmunya kepada siswa dan kepada guru.
Analisis Kesesuaian Silabus TIK terhadap Usia Pebelajar dan Taksonomi Bloom
Silabus TIK dalam kurikulum KTSP telah disesuaikan dengan usia pebelajar, karena siswa SMP rata-rata 12-15 tahun, dimana menurut teori perkembangan Peaget usia SMP adalah usia 12 tahun keatas masuk kepada perkembangan tahap operasi formal yang bercirikan untuk berpikir tentang masalah-masalah hipotetis—apa yang terjadi—maupun yang nyata dan berpikir kemungkinan-kemungkinan seperti juga yang actual. Anak sudah dapat memanipulasi gagasan tentang situasi hipotesis. Tanda lain dari pemecahan masalah dalam tahap operasi formal yaitu mencari pemecahan secara sistematis, bila berhadapan dengan sebuah masalah orang dewasa, untuk menimbang semua kemungkinan untuk memecahkan masalah dan dengan hati-hati mempelajari logika dan keefektifan masing-masing. Dalam pemikiran operasi formal, operasi mental diorganisasi dalam urutan operasi yang lebih tinggi (Higher-order operations). Higher-order operations ialah cara mengunakan aturan abstrak untuk memecahkan sejumlah masalah.
Merujuk kepada SK dan KD, maka tahapan yang dapat dikuasai siswa adalah merupakan tahapan operasi formal. Secara psikologi perkembangan seharusnya SK dan KD tidaklah menjadi kendala untuk siswa, tinggal bagaimana strategi pembelajaran TIK tersebut dapat diterima dengan baik oleh siswa, karena sesuai tahapan operasi formal ini siswa dapat belajar sendiri dimana guru memberikan panduan pembelajaran secara terukur, teratur dan terencana. Panduan tersebut dapat dibuat dengan menggunakan taksonomi Bloom. Bloom membagi domain kognisi ke dalam 6 tingkatan. Domain ini terdiri dari dua bagian: Bagian pertama berupa adalah Pengetahuan (kategori 1) dan bagian kedua berupa Kemampuan dan Keterampilan Intelektual (kategori 2-6).
Untuk tingkatan pertama pengetahuan, tahapan ini sesuai dengan perkembangan pebelajar di operasi formal adalah diberikan penjelasan terkait dengan materi yang akan dipelajari, kemudian diberikan modul penunjang untuk pemahaman materi lebih baik, pada bagian dua yakni kemampuan dan keterampilan intelektual adalah dengan memberikan latihan-latihan sebagai penguat pembelajaran, sebagai bentuk penguasaan kompetensi siswa.
Daftar Pustaka
Agung Setiawan. 2004. Pengantar Sistem Komputer. Informatika. Bandung.
http:\\www.google.com.
KTSP TIK 2006
ANALISIS KESESUAIAN SILABUS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI (TIK) TERHADAP USIA PEBELAJAR TINGKAT SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)
Pendahuluan
Perkembangan di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi saat ini sangat pesat dan berpengaruh sangat signifikan terhadap pribadi maupun komunitas, segala aktivitas kehidupan, cara kerja, metoda belajar, gaya hidup maupun cara berpikir. Oleh karena itu, pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi harus diperkenalkan kepada siswa, agar mereka mempunyai bekal pengetahuan dan pengalaman yang memadai untuk bisa menerapkan dan menggunakannya dalam kegiatan belajar, bekerja serta berbagai aspek kehidupan sehari-hari.
Manusia secara berkelanjutan membutuhkan pemahaman dan pengalaman agar bisa memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi secara optimal dalam menghadapi tantangan perkembangan zaman dan menyadari implikasinya bagi pribadi maupun masyarakat. Siswa yang telah mengikuti dan memahami serta mempraktekkan Teknologi Informasi dan Komunikasi akan memiliki kapasitas dan kepercayaan diri untuk memahami berbagai jenis Teknologi Informasi dan Komunikasi dan menggunakannya secara efektif. Selain itu siswa memahami dampak negatif, dan keterbatasan Teknologi Informasi dan Komunikasi, serta mampu memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk mendukung proses pembelajaran dalam kehidupan.
Visi mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi yaitu agar siswa dapat menggunakan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi secara tepat dan optimal untuk mendapatkan dan memproses informasi dalam kegiatan belajar, bekerja, dan aktifitas lainnya sehingga siswa mampu berkreasi, mengembangkan sikap inisiatif, mengembangkan kemampuan eksplorasi mandiri, dan mudah beradaptasi dengan perkembangan yang baru.
Pada hakekatnya, kurikulum Teknologi Informasi dan Komunikasi menyiapkan siswa agar dapat terlibat pada perubahan yang pesat dalam dunia kerja maupun kegiatan lainnya yang mengalami penambahan dan perubahan dalam variasi penggunaan teknologi. Siswa menggunakan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk mencari, mengeksplorasi, menganalisis, dan saling tukar informasi secara kreatif namun bertanggungjawab. Siswa belajar bagaimana menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi agar dengan cepat mendapatkan ide dan pengalaman dari berbagai kalangan masyarakat, komunitas, dan budaya. Penambahan kemampuan karena penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi akan mengembangkan sikap inisiatif dan kemampuan belajar mandiri, sehingga siswa dapat memutuskan dan Pendahuluan mempertimbangkan sendiri kapan dan di mana penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi secara tepat dan optimal, termasuk apa implikasinya saat ini dan di masa yang akan datang.
Pada makalah ini akan dibahas mengenai KTSP pada mata pelajaran TIK untuk tingkat SMP. Adapun permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1.Menganalisis penerapan KTSP pada mata pelajaran TIK untuk tingkat SMP.
2.Menganalisis kesesuaian isi atau content kompetensi TIK terhadap KTSP.
Tujuan pembuatan makalah ini untuk mengetahui kesesuaian isi atau content kompetensi TIK terhadap KTSP, dan bagaimana pencapaiannya. Diharapkan dari pembahasan makalah ini akan memberikan sumbangsih dan wawasan kepada mahasiswa Teknologi Pendidikan mengenai mata pelajaran TIK untuk tingkat SMP.
Analisis Silabus KTSP Pada Mata Pelajaran TIK SMP
Mata pelajaran TIK di SMP pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) memiliki tujuan pembelajaran yang tertuang dalam SK dan dijabarkan ke dalam KD. Kemudian KD tersebut akan dikembangkan oleh setiap masing-masing sekolah yang dikembangkan melalui indikator pencapaian kompetensi dasar. Penjabaran tersebut direalisaikan kedalam skenario pembelajaran (RPP) oleh setiap guru dengan menganalisis kebutuhan setiap indikator dari mata pelajaran tersebut.
Dari uraian tersebut diatas, maka dapat dilihat bahwa TIK di SMP telah menjadi mata pelajaran wajib yang harus dikuasai oleh siswa sebagai bagian dari kompetensi yang harus dimiliki siswa setelah menyelesaikan studinya selama di SMP. Analisis ini akan dibuat perkelas dengan tingkat semester, pada setiap satuan pendidikan sesuai SK dan KD.
1. Kelas 7 Semester 1
[Photo]
2. Kelas 7 Semester 2
alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5342671588525780770" />
[Photo]
3. Kelas 8 Semester 1
alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5342671588625393922" />
[Photo]
4. Kelas 8 semester 2
alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5342671581873215714" />
[Photo]
4. Kelas 9 semester 1
alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5342671581274183250" />
[Photo]
Tahap-Tahap Perkembangan Usia Pebelajar
Untuk setiap tingkat jenjang pendidikan formal yang dimulai dari tingkat sekolah dasar (SD) sampai pada tingkat perguruan tinggi (PT) memiliki karakteristik usia pebelajar yang berbeda-beda sesuai dengan tahap usia perkembangan pebelajar. Usia perkembangan tersebut sangat mempengaruhi dalam proses pembelajaran yang terkait dengan pencapaian tujuan, yang disesuaikan dengan Standar Kompetensi yang telah ditetapkan dalam kurikulum.
Tahapan perkembangan usia pebelajar yang digambarkan Piaget (Pratiwi, 2008) dalam urutan dari 4 tahap kualitatif tertentu, yaitu : Tahap Sensorimotor (0-18 bulan), Tahap Praoperasional (18 bln sampai 7 tahun), Tahap Operasional Konkret (7-12 tahun) dan Tahap Operasional Formal (12 tahun dan seterusnya). Urutan ini tidak berubah–ubah, sehingga tiap-tiap anak normal akan melalui tahap-tahap ini dalam urutan yang sama.
1.Tahap Sensorimotor
Pertumbuhan kognitif didasarkan pada tindakan panca indera dan motorik. Dimulai dengan tindakan yang terutama berbentuk reaksi refleks. Dalam tahap terakhir dari periode sensori motor, anak membentuk gambaran mental, dapat meniru tindakan orang lain yang telah lalu dan merancang arti baru dari pemecahan persoalan dengan menggabungkan skema yang didapat sebelumnya dengan pengetahuan secara mental. Dalam periode singkat dari 18 bulan atau 2 tahun “anak itu telah mengubah dirinya dari organisme yang sama sekali tergantung pada sifat refeleks bawaan lainnya menjadi orang yang mampu berpikir secara simbolik”
2.Tahap Praoperasional
Manipulasi symbol. Hal ini dinyatakan dalam meniru yang tertunda (menghasilkan suatu tindakan yang telah dilihat di masa lalu) dan dalam imajinasi anak-anak atau pura-pura bermain. Anak-anak sudah mampu menggunakan tanggapan simbolik. Namun pada tahap ini, anak-anak masih memiliki keterbatasan berpikir dalam beberapa hal penting. Menurut Piaget karakteristiknya adalah egosentris; anak praoperasional mempunyai kesulitan untuk membyangkan bagaimana benda-benda itu terlihat dari perspektif orang lain
3.Tahap Operasional Konkret
Penentuan pencapaian tahap operasi konkret ini ialah kemampuan untuk melakukan operasi mental yang fleksibel dan dapat diputar balikkan sepenuhnya. Anak-anak pada tahap ini mengerti peraturan dasar logis tertentu (disebut grouping oleh piaget) dan karenanya mampu berpikir logis dan kuantitatif dengan cara yang tidak kelihatan dalam tahap praoperasional. Anak-anak pada tahap ini mampu berperilaku obektif dalam mengkai kejadian. Mereka uga mampu untuk desenter, yaitu memusatkan perhatiannya pada beberapa atribut sebuah benda atau kejadian secara bersamaan dan mengerti hubungan antar dimensi.
4.Tahap Operasi Formal
Salah satu ciri jelas dalam tahap perkembangan ini ialah kemampuan untuk berpikir tentang masalah-masalah hipotetis—apa yang terjadi—maupun yang nyata dan berpikir kemungkinan-kemungkinan seperti juga yang actual. Anak sudah dapat memanipulasi gagasan tentang situasi hipotesis. Tanda lain dari pemecahan masalah dalam tahap operasi formal yaitu mencari pemecahan secara sistematis, bila berhadapan dengan sebuah masalah orang dewasa, untuk menimbang semua kemungkinan untuk memecahkan masalah dan dengan hati-hati mempelajari logika dan keefektifan masing-masing.
Dalam pemikiran operasi formal, operasi mental diorganisasi dalam urutan operasi yang lebih tinggi (Higher-order operations). Higher-order operations ialah cara mengunakan aturan abstrak untuk memecahkan sejumlah masalah.
Taksonomi Bloom
Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom pada tahun 1956. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya. Tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:
1.Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan
aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
2.Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek
perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
3.Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan
aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan
mengoperasikan mesin.
Beberapa istilah lain yang juga menggambarkan hal yang sama dengan ketiga domain tersebut di antaranya seperti yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara, yaitu: cipta, rasa, dan karsa. Selain itu, juga dikenal istilah: penalaran, penghayatan, dan pengamalan.
Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah, seperti misalnya dalam ranah kognitif, untuk mencapai “pemahaman” yang berada di tingkatan kedua juga diperlukan “pengetahuan” yang ada pada tingkatan pertama.
a.Domain Kognitif
Bloom membagi domain kognisi ke dalam 6 tingkatan. Domain ini terdiri dari dua bagian: Bagian pertama berupa adalah Pengetahuan (kategori 1) dan bagian kedua berupa Kemampuan dan Keterampilan Intelektual (kategori 2-6)
1.Pengetahuan (Knowledge)
Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dsb. Sebagai contoh, ketika diminta menjelaskan manajemen kualitas, orang yg berada di level ini bisa menguraikan dengan baik definisi dari kualitas, karakteristik produk yang berkualitas, standar kualitas minimum untuk produk, dsb.
2.Pemahaman (Comprehension)
Dikenali dari kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran, laporan, tabel, diagram, arahan, peraturan, dsb. Sebagai contoh, orang di level ini bisa memahami apa yg diuraikan dalam fish bone diagram, pareto chart, dsb.
3.Aplikasi (Application)
Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus, teori, dsb di dalam kondisi kerja. Sebagai contoh, ketika diberi informasi tentang penyebab meningkatnya reject di produksi, seseorang yg berada di tingkat aplikasi akan mampu merangkum dan menggambarkan penyebab turunnya kualitas dalam bentuk fish bone diagram atau pareto chart.
4.Analisis (Analysis)
Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yg rumit. Sebagai contoh, di level ini seseorang akan mampu memilah-milah penyebab meningkatnya reject, membanding-bandingkan tingkat keparahan dari setiap penyebab, dan menggolongkan setiap penyebab ke dalam tingkat keparahan yg ditimbulkan.
5.Sintesis (Synthesis)
Satu tingkat di atas analisa, seseorang di tingkat sintesa akan mampu menjelaskan struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yg dibutuhkan. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas mampu memberikan solusi untuk menurunkan tingkat reject di produksi berdasarkan pengamatannya terhadap semua penyebab turunnya kualitas produk.
6.Evaluasi (Evaluation)
Dikenali dari kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi, dsb dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yg ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas harus mampu menilai alternatif solusi yg sesuai untuk dijalankan berdasarkan efektivitas, urgensi, nilai manfaat, nilai ekonomis, dsb
b.Domain Afektif
Pembagian domain ini disusun Bloom bersama dengan David Krathwol.
1.Penerimaan (Receiving/Attending)
Kesediaan untuk menyadari adanya suatu fenomena di lingkungannya. Dalam pengajaran bentuknya berupa mendapatkan perhatian, mempertahankannya, dan mengarahkannya.
2.Tanggapan (Responding)
Memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di lingkungannya. Meliputi persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan.
3.Penghargaan (Valuing)
Berkaitan dengan harga atau nilai yang diterapkan pada suatu objek, fenomena, atau tingkah laku. Penilaian berdasar pada internalisasi dari serangkaian nilai tertentu yang diekspresikan ke dalam tingkah laku.
4.Pengorganisasian (Organization)
Memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik di antaranya, dan membentuk suatu sistem nilai yang konsisten.
5.Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a Value or Value Complex)
Memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah-lakunya sehingga menjadi karakteristik gaya-hidupnya.
c.Domain Psikomotor
Rincian dalam domain ini tidak dibuat oleh Bloom, tapi oleh ahli lain berdasarkan domain yang dibuat Bloom.
1.Persepsi (Perception)
Penggunaan alat indera untuk menjadi pegangan dalam membantu gerakan.
2.Kesiapan (Set)
Kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan gerakan.
3.Guided Response (Respon Terpimpin)
Tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks, termasuk di dalamnya
imitasi dan gerakan coba-coba.
4.Mekanisme (Mechanism)
Membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga tampil dengan
meyakinkan dan cakap.
5.Respon Tampak yang Kompleks (Complex Overt Response)
Gerakan motoris yang terampil yang di dalamnya terdiri dari pola-pola gerakan yang
kompleks.
6.Penyesuaian (Adaptation)
Keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam berbagai
situasi.
7.Penciptaan (Origination)
Membuat pola gerakan baru yang disesuaikan dengan situasi atau permasalahan
tertentu.
Analisis Kesesuain Materi dengan Keadaan Siswa, Guru, dan Sekolah
Pada semester satu di kelas 7 siswa diharapkan mengenal perangkat keras dan perangkat lunak dari komputer itu sendiri, disini terjadi sebuah ketidak seimbangan mengingat siswa di SMP memiliki latar belakang yang berbeda (artinya dari berbagai SD yang berlainan). Kita ketahui bahwa di SD mata pelajaran TIK merupakan mata pelajaran muatan lokal, yang artinya mata pelajaran TIK di SD dapat diterapkan sesuai dengan kebutuhan dan kesiapan SD tersebut. Melihat keadaan ini tidak semua siswa SMP memiliki latar belakang pengetahuan dasar TIK sebelumnya, sehingga akan mempersulit proses pembelajaran TIK di SMP yang diberikan oleh guru mata pelajaran TIK pada tingkat SMP.
Ketika menemukan siswa yang telah menguasai TIK sejak SD, sebagai contoh kecil SD Paramount yang mengadopsi dan mengadaptasi kurikulum TIK dari International School Tiara Bangsa, dimana siswa kelas 4 SD-nya telah mampu mengoperasi face book, dan berkomunikasi proses pembelajarannya dengan cara on-line, dengan keadaan ini akan mempermudah dalam proses pembelajaran TIK. Sekarang kalau input siswanya dari sekolah yang justru belum mengenal tentang TIK, maka siswa dikelas tersebut mengalami perbedaan latar belakang yang harus dapat diakomodir oleh seorang guru TIK.
Agar siswa yang telah bisa tidak merasa jenuh sedangkan siswa yang belum menguasai dapat dengan cepat menguasai konsep dasar tersebut, untuk menjadi latar belakang (mata pelajaran prasyarat) pembelajaran selanjutnya.
Selain dari karakteristik siswa yang berbeda, mata pelajaran TIK ini dapat dianalisis dari gurunya, melihat keadaan realita dilapangan bahwa hampir di setiap sekolah yang memiliki mata pelajaran TIK, guru TIK-nya adalah guru yang dipersiapkan dari paket pembelian perangkat komputer (agen penjualan komputer) secara berjangka, kalaupun tidak guru komputer hampir dari rata-rata bukan dari keguruan melainkan dari sarjana komputer, untuk keilmuan komputer para guru ini tidak diragukan lagi, akan tetapi apakah secara psikologi kejiwaan guru tersebut dapat menguasai karakteristik siswa yang berbeda tersebut.
Untuk jumlah guru TIK disetiap sekolah memiliki jumlah jam yang sangat banyak, terkadang disatu sekolah yang memiliki jumlah kelas rata-rata 21 kelas, dengan setiap kelas mendapatkan waktu 2 jam pelajaran dalam satu minggu, sekolah tersebut menggunakan jasa guru TIK sebanyak 1 orang, dan guru tersebutpun dalam kapasitas honorer. Artinya betapa sulit penerapan secara aplikasi realnya, sebagai contoh di SMP Negeri 19 Palembang guru TIKnya adalah guru mata pelajaran matematika. Inipun jika guru mata pelajaran lain tersebut menguasai TIK terutama dalam aplikasi pembelajaran.
Pada tahapan ini mata pelajaran TIK bertujuan agar siswa mampu mengaktifkan operasi dasar peralatan komputer. Melihat kenyataan ini, materi ini harus dipelajari secara langsung, namun tidak semua sekolah memiliki jumlah komputer sesuai dengan jumlah siswa yang dimiliki setiap kelasnya. Jika setiap kelas memiliki jumlah siswa rata-rata 40 siswa, terkadang jumlah komputer dalam satu sekolah hanya 15 sampai dengan 20 komputer, sehingga pada proses pembelajarannya siswa secara bergantian menggunakan komputer tersebut. Namun ada juga sekolah yang telah memiliki hotspot sendiri seperti SMP N 1 Palembang dan SMP N 19 Palembang, sehingga materi pengoperasian ini telah teraplikasi dalam materi yang lebih luas dari sekadar pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar pada semester ini.
Melihat kenyataan ini kurikulum yang termaktub dalam KTSP untuk tingkat SMP pun dapat berkembang ataupun berkurang sesuai dengan kebutuhan sekolah masing-masing, pertanyaan yang muncul mungkinkah lulusan SMP ini memiliki kompetensi yang sesuai dengan acuan KTSP.
Pada kelas 9 semester 1 dan 2 siswa diharapkan memiliki kemampuan untuk menggunakan internet. Kompetensi dasar ini sesuai dengan kurikulum KTSP yang dapat dipelajari siswa ketika semua kompetensi dasar sebelumnya telah dimiliki siswa, lantas bagaimana ketika pada semester ini siswa belum memiliki kompetensi dasar sebelumnya, atau bahkan jika siswa telah menguasai materi ini lebih dahulu, sebelum masuk ke proses pembelajaran.
Kesesuaian KTSP dengan proses pembelajaran apakah harus dipertahankan, sehingga membuat siswa menunggu, atau justru kreativitas gurulah yang membuat kurikulum ini terus berkembang. Selain itu dengan adanya mata pelajaran TIK di sekolah, guru TIK diharapkan dapat menjadi fasilitator untuk guru mata pelajaran lainnya untuk mampu menerapkan TIK dalam proses pembelajarannya. Lantas mampukah guru membagikan ilmunya kepada siswa dan kepada guru.
Analisis Kesesuaian Silabus TIK terhadap Usia Pebelajar dan Taksonomi Bloom
Silabus TIK dalam kurikulum KTSP telah disesuaikan dengan usia pebelajar, karena siswa SMP rata-rata 12-15 tahun, dimana menurut teori perkembangan Peaget usia SMP adalah usia 12 tahun keatas masuk kepada perkembangan tahap operasi formal yang bercirikan untuk berpikir tentang masalah-masalah hipotetis—apa yang terjadi—maupun yang nyata dan berpikir kemungkinan-kemungkinan seperti juga yang actual. Anak sudah dapat memanipulasi gagasan tentang situasi hipotesis. Tanda lain dari pemecahan masalah dalam tahap operasi formal yaitu mencari pemecahan secara sistematis, bila berhadapan dengan sebuah masalah orang dewasa, untuk menimbang semua kemungkinan untuk memecahkan masalah dan dengan hati-hati mempelajari logika dan keefektifan masing-masing. Dalam pemikiran operasi formal, operasi mental diorganisasi dalam urutan operasi yang lebih tinggi (Higher-order operations). Higher-order operations ialah cara mengunakan aturan abstrak untuk memecahkan sejumlah masalah.
Merujuk kepada SK dan KD, maka tahapan yang dapat dikuasai siswa adalah merupakan tahapan operasi formal. Secara psikologi perkembangan seharusnya SK dan KD tidaklah menjadi kendala untuk siswa, tinggal bagaimana strategi pembelajaran TIK tersebut dapat diterima dengan baik oleh siswa, karena sesuai tahapan operasi formal ini siswa dapat belajar sendiri dimana guru memberikan panduan pembelajaran secara terukur, teratur dan terencana. Panduan tersebut dapat dibuat dengan menggunakan taksonomi Bloom. Bloom membagi domain kognisi ke dalam 6 tingkatan. Domain ini terdiri dari dua bagian: Bagian pertama berupa adalah Pengetahuan (kategori 1) dan bagian kedua berupa Kemampuan dan Keterampilan Intelektual (kategori 2-6).
Untuk tingkatan pertama pengetahuan, tahapan ini sesuai dengan perkembangan pebelajar di operasi formal adalah diberikan penjelasan terkait dengan materi yang akan dipelajari, kemudian diberikan modul penunjang untuk pemahaman materi lebih baik, pada bagian dua yakni kemampuan dan keterampilan intelektual adalah dengan memberikan latihan-latihan sebagai penguat pembelajaran, sebagai bentuk penguasaan kompetensi siswa.
Daftar Pustaka
Agung Setiawan. 2004. Pengantar Sistem Komputer. Informatika. Bandung.
http:\\www.google.com.
KTSP TIK 2006
ANALISIS TEORI BELAJAR DENGAN PENDEKATAN DIRECT INTRUCTION
Analisis Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Mata Pelajaran Fisika Pokok Bahasan Bab. 12 Teori Kinetik Gas di Kelas X Program Sistem Kredit Semester (SKS) High-Level Biologi-Kimia Semester 2
Sekolah Menengah Atas (SMA) Plus Negeri 17 Palembang*
Rosdiana**
Pendahuluan
Proses pembelajaran adalah merupakan suatu sistem. Dengan demikian, pencapaian standar proses untuk meningkatkan kualitas pendidikan (baca: proses pembelajaran) dapat dimulai dari menganalisis setiap komponen yang dapat membentuk dan mempengaruhi proses pembelajaran. Begitu banyak komponen yang dapat mempengaruhi kualitas pendidikan, namun demikian, tidak mungkin upaya meningkatkan kualitas dilakukan dengan memperbaiki setiap komponen secara serempak. Hal ini selain komponen-komponen itu keberadaannya terpencar, juga kita sulit menentukan kadar keterpengaruhan setiap komponen.
Komponen yang selama ini dianggap sangat mempengaruhi proses pendidikan adalah komponen guru. Hal ini memang wajar, sebab guru merupakan ujung tombak yang berhubungan langsung dengan siswa sebagai subjek dan objek belajar. Bagaimanapun bagus dan idealnya kurikulum pendidikan, bagaimanapun lengkapnya sarana dan prasarana pendidikan, tanpa diimbangi dengan kemampuan guru dalam mengimplementasikannya, maka semuanya akan kurang bermakna. Oleh sebab itu, untuk mencapai standar proses pendidikan, sebaiknya dimulai dengan menganalisis komponen guru, salah satunya dengan peningkatan profesional guru serta mengoptimalkan peran guru dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran bukan hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran, akan tetapi suatu proses mengubah perilaku siswa sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Oleh sebab itu, dalam proses mengajar terdapat kegiatan membimbing siswa agar siswa berkembang sesuai dengan tugas-tugas perkembangannya, melatih keterampilan intelektual maupun keterampilan motorik sehingga siswa dapat dan
*) Disampaikan di diskusi mata kuliah Teori Belajar dan Pembelajaran, tanggal 27 April 2009
**) Mahasiswa Program Studi Teknologi Pendidikan PPs UNSRI dengan NIM 20082013008
berani hidup di masyarakat yang cepat berubah dan penuh persaingan, memotivasi siswa agar mereka dapat memecahkan berbagai persoalan hidup dalam masyarakat yang penuh tantangan dan rintangan, membentuk siswa yang memiliki kemampuan inovatif dan kreatif, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, seorang guru perlu memiliki kemampuan merancang dan mengimplementasikan berbagai strategi pembelajaran yang dianggap cocok dengan minat dan bakat serta sesuai dengan taraf perkembangan siswa termasuk di dalamnya memanfaatkan berbagai sumber dan media pembelajaran untuk menjamin efektivitas pembelajaran (Sanjaya, 2008:14).
Dengan demikian seorang guru perlu memiliki kemampuan khusus. Kemampuan yang tidak mungkin dimiliki oleh orang yang bukan guru. “A teacher is person charged with the rresponbility of helping others to learn and to behave in new different ways” (James M. Cooper, 1990:26).
Itulah sebabnya guru adalah pekerjaan profesional yang membutuhkan kemampuan khusus hasil proses pendidikan yang dilaksanakan oleh lembaga pendidikan keguruan. Hal ini seperti yang diungkapkan Greta G. Morine-Dershimer, “A professional is a person who possesses some specialized knowledge and skills, can weigh alternatives and select from among a number of potentially productive actions one that is particulary appropriate in a given situation” (James M. Cooper, 1990:26).
Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai dengan bidang keahliannya,diperlukan tingkat keahlian yang memadai. Menjadi guru bukan hanya cukup memahami materi yang harus disampaikan, akan tetapi juga diperlukan kemampuan dan pemahaman tentang pengetahuan dan keterampilan yang lain, misalnya pemahaman tentang psikologi perkembangan manusia, pemahaman tentang teori-teori perubahan tingkah laku, kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar, kemampuan mendesain strategi pembelajaran yang tepat, termasuk kemampuan mengevaluasi proses dan hasil kerja. Oleh karena itu, seorang guru bukan hanya tahu tentang what to teach, akan tetapi juga paham tentang how to teach.
Belajar adalah sebuah proses yang terjadi pada manusia dengan berpikir, merasa, dan bergerak untuk memahami setiap kenyataan yang diinginkannya untuk menghasilkan sebuah perilaku, pengetahuan, atau teknologi atau apapun yang berupa karya dan karsa manusia tersebut. Belajar berarti sebuah pembaharuan menuju pengembangan diri individu agar kehidupannya bisa lebih baik dari sebelumnya. Belajar pula bisa berarti adaptasi terhadap lingkungan dan interaksi seorang manusia dengan lingkungan tersebut. Sedangkan makna perencanaan pembelajaran dapat diartikan sebagai upaya menentukan tujuan, metoda, isi, dan program yang akan diwujudkan dalam sebuah proses pembelajaran. Pentingnya perencanaan pembelajaran dapat kita simak dengan melihat pernyatanan Nana Sudjana (1989) dalam http://defathya.multiply.com/journal/item/59 sebagai berikut: Mengingat pelaksanaan Pembelajaran adalah mengkoordinasikan komponen-komponen pengajaran, maka isi perencanaan pun pada hakekatnya mengatur dan menetapkan komponen-komponen tersebut. Komponen yang dimaksud antara lain tujuan, bahan, metoda dan alat, serta evaluasi. Kemudian, pernyataan Slameto (1988:95) dalam http://defathya.multiply.com/journal/item/59 bahwa: “guru akan mengajar efektif bila selalu membuat perencanaan sebelum mengajar”. Sehingga perencanaan pembelajaran adalah sebuah alat menuju pelaksanaan pembelajaran di masa depan yang kita inginkan agar pembelajaran itu terjadi sesuai dengan keinginan perencana atau pendidik.
Lalu, dalam perencanaan pembelajaran perlu diperhatikan delapan faktor penting, yaitu:
1. Tujuan; untuk apa pembelajaran itu?
2. Meteri; apa isi pembelajaran?
3. Metoda; bagaimana prosedur (tatacara) pembelajaran itu?
4. Situasi; apa yang terjadi ada saat pembelajaran?
5. Media; apa saja alat atau fasilitas pembelajaran itu?
6. Pendidik; guru, fasilitator, mentor, dan lainnya
7. Peserta didik; peserta didik, murid, anak didik, dan lainnya.
8. Evaluasi; penilaian hasil pembelajaran.
Delapan faktor di atas harus ditentukan dalam sebuah rencana pembelajaran agar pembelajaran menjadi sebuah aktifitas yang komplit dan efektif.
Dalam dunia pendidikan dikenal beberapa jenis teori belajar yang dirancang sebagai model untuk pembelajaran yang berasal dari temuan beberapa ahli psikologi dan pendidikan. Para ahli yang mendasarkan teori belajarnya terhadap hasil penelitian mencoba merumuskan konsep belajar dengan tujuan agar dapat mencerdaskan manusia mulai dikenal dengan konsep-konsep yang dikemukakannya, tentunya dengan argumentasi ilmiah mereka dalam hal yang mereka temukan tersebut. Teori belajar berindikasikan untuk mempengaruhi pembelajaran dan proses sebelumnya yang disebut perencanaan pembelajaran dapat berhasil efektif membelajarkan manusia.
Sebagai masukan (Input) bahan perumusan rencana pembelajaran, maka teori belajar menjadi hal yang sangat penting dan dibutuhkan dalam merencanakan sebuah kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini, teori belajar menjadi bahan penentuan tujuan, metoda, isi, situasi, media, dan evaluasi yang diperlukan dalam pelaksanaan pembelajaran kelak yang sedang direncanakan. Teori belajar berperan dalam perencanaan pembelajaran sebagai hal berikut:
1. (Strategic Platform). Menjadi konsep bagi perumusan tujuan strategis dalam pembelajaran.
Sebuah teori belajar akan menentukan tujuan strategis sebuah pembelajran yang akan diberikan kepada peserta didik agar peserta didik mempunyai atau memeberikan suatu indicator strategis yang diinginkan oleh perencana pembelajaran. Tujuan Strategis yang diinginkan merupakan tujuan yang berdampak jangka panjang terhadap peserta didik. Oleh karena itu teori belajar terbaik dapat memainkan pengaruhnya terhadap penentuan tujuan tersebut. Misalnya tujuan strategis seperti, diharapkan peserta didik dapat memahami konsep hidup dengan sebenarnya dan mampu menampakkan indicator (salahsatunya) pemanfaatan waktu dengan baik dalam hidupnya. (Contoh, datang ke kelas tepat waktu).
2. (Model). Menjadi acuan pembelajaran yang akan dilaksanakan.
Teori belajar menjadi satu-satunya acuan pelaksanaan pembelajaran yang diterapkan kepada peserta didik dimana mereka akan belajar seperti teori belajar yang telah ditentukan dalam rencana pembelajaran. Dalam rencana pembelajaran, teori belajar tersebut akan mewarnai konsep belajar yang diinginkan oleh perencana tersebut karena ia merupakan model yang harus ditiru setelah dikenal dan dipahami manfaatnya. Misalnya, seorang guru mengetahui manfaat teori belajar konstruktivis dan mencoba membuat scenario pembelajaran yang sesuai dengan aliran kontruktivis. Namun, perlu diingat bahwa pembaharuan atau modifikasi pembelajaran dalam konteks pelaksanaan atau implementasi teori belajar harus dilakukan jika dibutuhkan oleh peserta didik dan ini dapat menghasilkan inovasi guru (bisa jadi muncul teori belajar baru).
3. (Evaluator). Menjadi konsep evaluasi pelaksanaan pembelajaran.
Teori belajar yang digunakan dalam pembelajaran dan pada perencanaan pembelajaran pun menjadi sebuah alat ukur atau pengawas terhadap keberlangsungan pembelajaran kelak. Sehingga di saat kita menggunakan sebuah teori belajar, maka evaluatornya adalah teori belajar itu sendiri menjadi alat untuk mengukur keberhasilan atau keseuaian pembelajaran yang dinyatakan kelak dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya, guru IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) menuliskan dalam rencana pembelajarannya mengenai cara mengevaluasi keberhasilan pembelajarannya dan evaluasi hasil belajar peserta didiknya sesuai dengan teori belajar konstruktivisme yang menekankan keberhasilan yang diantaranya ditandai dengan kemampuan peserta didik memahami, menganalisis, dan dapat mengaplikasikan sebuah konsep tentang menanam tumbuhan yang diberikan guru tersebut secara leraning by doing, melalui kegiatan menanam kacang kedelai dan pengamatan selama satu minggu terhadap pertumbuhan tanaman tersebut.
Dari uraian diatas, yang menjadi pusat perhatian dalam makalah ini, adalah memahami teori kognitif secara umum dan teori model pembelajaran langsung (direct instruction) serta metode pembelajaran yang digunakan dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yaitu metode ceramah, diskusi dan tanya jawab, kemudian akan dibahas juga mengenai analisis teori belajar kognitif dan model pembelajaran langsung (direct instruction) pada desain pembelajaran fisika pokok bahasan bab. 12 teori kinetik gas di kelas X program SKS standar level biologi-kimia semester 2 SMA Plus Negeri 17 Palembang.
Tujuan pembuatan makalah ini untuk mengetahui kesesuaian antara teori kognitif dan model pembelajaran langsung (direct instruction) serta metode pembelajaran ceramah, tanya jawab dan diskusi, pada desain pembelajaran fisika. Diharapkan dari pembahasan makalah ini akan memberikan pencerahan pemikiran dan wawasan kepada mahasiswa Teknologi Pendidikan yang mengikuti mata kuliah Teori Belajar dan Pembelajaran.
Teori-teori Belajar
Teori adalah sekumpulan dalil yang berkaitan secara sistematis yang menetapkan kaitan sebab akibat diantara variable yang saling bergantung. Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman. Perubahan yang dimaksud harus relatif permanen dan tetap ada untuk waktu yang cukup lama. Oleh karena itu sangat dibuuhkan teori-teori belajar. Kebutuhan akan teori adalah hal yang penting. Snelbecter dalam Ratna Wilis (1991:1) http://alfaned.blogspot.com/2008/10/kontribusi-dan-implikasi-teori-belajar.html berpendapat bahwa perumusan teori itu bukan hanya penting, melainkan vital bagian psikologi dan pendidikan untuk dapat maju, berkembang dan memecahkan masalah-masalah yang ditemukan dalam setiap bidang.
Untuk itu pemahaman tentang konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang bersifat teoritis dan telah diuji kebenarannya melalui ekspreimen sangat dibutuhkan. Kebutuhan akan hal tersebut melahirkan teori belajar. Teori belajar berhubungan dengan psikologi terutama berhubungan dengan situasi belajar. Teori belajar bersifat deskriptif dalam membicarakan proses belajar yang harus dilaksanakan untuk membicarakan masalah-masalah praktis didunia pendidikan (Snelbecker, 1974 dalam teori, 1997), dan Brunner (1964) dalam http://alfaned.blogspot.com/2008/10/kontribusi-dan-implikasi-teori-belajar.html mengemukakan bahwa teori belajar adalah deskriptif, artinya teori belajar mendeskripsikan terjadinya proses belajar.
Belajar merupakan ciri khas manusia yang membedakannya dengan binatang. Belajar yang dilakukan manusia merupakan bagian hidupnya dan berlangsung seumur hidup. Dalam belajar, si belajar yang lebih penting sebab tanpa si belajar tidak ada proses belajar. Oleh karena itu tenaga pengajar perlu memahami terlebih dahulu teori belajar, alasannya:
1. Membantu pengajar untuk memahami proses belajar yang terjadi didalam diri si belajar
2. Dengan kondisi ini pengajar dapat mengerti kondisi-kondisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi, memperlancar atau menghambat proses belajar
3. Mungkin pengajar melakukan prediksi yang cukup akurat tentang hasil yang dapat diharapkan pada suatu aktivitas belajar
4. Teori ini merupakan sumber hipotesis atau dugaan-dugaan tentang proses belajar yang dapat diuji kebenarannya melalui eksperimen atau penelitian, dengan demikian dapat meningkatkan pengertian seseorang tentang proses belajar mengajar
5. Hipotesis, konsep-konsep dan prinsip-prinsip ini dapat membantu si pengajar meningkatkan penampilannya sebagai seorang pengajar yang efektif
Belajar dianggap sebagai proses perubahan prilaku sebagai akibat dari pengalaman dan latihan. Hilgard mengungkapkan “Learning is the process by wich an activity originates or changed through training procedurs (wether in the laboratory or in the natural environment) as distinguished fromchanges by factors not atributable to training”. Bagi Hilgard, belajar itu adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan baik latihan di dalam laboratorium maupun dalam lingkungan alamiah (Sanjaya, 2008:112).
Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan. Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan tingkah laku. Aktifitas mental itu terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari.
Proses belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat. Artinya, proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang belajar tidak dapat kita saksikan. Kita hanya mungkin dapat menyaksikan dari gejala-gejala perubahan prilaku yang tampak. Misalnya, ketika seorang guru menjelaskan suatu materi pelajaran, walaupun sepertinya seorang siswa memerhatikan dengan seksama sambil mengangguk-anggukkan kepala, maka belum tentu yang bersangkutan belajar. Mungkin mengangguk-anggukkan kepala itu bukan karena ia memerhatikan materi pelajaran dan paham apa yang dikatakan guru, akan tetapi karena ia sangat mengagumi cara guru berbicara, atau mengagumi penampilan guru, sehingga ketika ia ditanya apa yang telah disampaikan guru, ia tidak mengerti apa-apa. Nah, siswa yang demikian pada hakikatnya tidak belajar, karena tidak menampakkan gejala-gejala perubahan tingkah laku. Sebaliknya, manakala ada siswa yang seakan-akan tidak memerhatikan, misalnya ia kelihatan mengantuk dengan menundukkan kepala dan tidak pernah memandang muka guru, belum tentu mereka tidak sedang belajar. Mungkin saja otak dan pikirannya sedang mencerna apa yang dikatakan guru, sehingga ketika ditanya ia bisa menjawab semua pertanyaan dengan benar. Nah, berdasarkan adanya perubahan prilaku yang ditimbulkannya, maka kita yakin bahwa sebenarnya ia sudah melakukan proses belajar. Belajar adalah proses perubahan tingkah laku. Kita perlu memahami secara teoritis bagaimana terjadinya perubahan prilaku itu.
Banyak teori membahas tentang terjadinya peubahan tingkah laku. Namun demikian, setiap teori berpangkal dari pandangan tentang hakikat manusia, yaitu hakikat manusia menurut pandangan John Locke dan hakikat manusia menurt Leibnitz.
Menurt John Locke dalam Sanjaya (2008:113), manusia itu merupakan organisme yang pasif. Dengan teori tabularasanya, Locke menganggap bahwa manusia itu seperti kertas putih, hendak ditulisi apa kertas itu sangat tergantung pada orang yang menulisnya. Dari pandangan yang mendasar tentang hakikat manusia itu, memunculkan aliran belajar behavioristik –elementeristik.
Berbeda dengan pandangan Locke, Leibnitz dalam Sanjaya (2008:113) menganggap bahwa manusia adalah organisme yang aktif. Manusia merupakan sumber daripada semua kegiatan. Pada hakikatnya manusia bebas untuk berbuat; manusia bebas untuk membuat suatu pilihan dalam setiapsituasi. Titik pusat kebebasan ini adalah kesadarannya sendiri. Menurut aliran ini tingkah laku manusia hanyalah ekspresi yang dapat diamati sebagai akibat dari eksistensi internal yang pada hakikatnya bersifat pribadi. Pandangan hakikat manusia menurut pandngan Leibnitz ini kemudian melahirkan aliran belajar kognitif-holistik.
Secara umum semua teori belajar dapat kita kelompokkan menjadi empat golongan atau aliran yaitu:
1. Teori Belajar Behavioristik
2. Teori Belajar Kognitivistik
3. Teori Belajar Humanistik
4. Teori Belajar Sibernetik
Berangkat dari konsep manusia yang berbeda, dalam menjelaskan terjadinya perilaku, menurut Sanjaya (2008:114) aliran teori belajar secara umum dibagi menjadi dua, yaitu aliran behavioristik-elemnteristik dan aliran kognitif holistik. Keduanya memiliki perbedaan. Perbedaan keduanya seperti tampak pada tabel dibawah ini:
Tabel.1
Perbedaan Aliran Behavioristik dan Kognitif
No Teori Belajar Behavioristik Teori Belajar Kognitif
1 Mementingkan pengaruh lingkungan Mementingkan apa yang ada dalam diri
2 Mementingkan bagian-bagian Mementingkan keseluruhan
3 Mengutamakan peranan reaksi Mengutamakan fungsi kognitif
4 Hasil belajar terbentuk secara mekanis Terjadi keseimbangan dalam diri
5 Dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu Tergantung pada kondisi saat ini
6 Mementingkan pembentukan kebiasaan Mementingkan terbentuknya struktur kognitif
7 Mementingkan pembentukan kebiasaan Mementingkan terbentuknya struktur kognitif
8 Memecahkan masalah-masalah dilakukan dengan cara trial and error Memecahkan masalah didasarkan kepada insight
Menurut aliran behavioristik, belajar pada hakikatnya adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap pancaindra dengan kecenderungan untuk bertindak atau hubungan antara Stimulus dan Respon (S-R). Oleh karena itu,teori ini juga dinamakan teori Stimulus-Respon. Belajar adalah upaya untuk membentuk hubungan stimulus dan respon sebanyak-banyanya.
Teori-teori belajar termasuk ke dalam kelompok behavioristik di antaranya dalam Sanjaya (2008:114):
1. Koneksionisme, dengan tokohnya Thorndike.
2. Classical Conditioning, dengan tokohnya Pavlop.
3. Operant Conditioning, yang dikembangkan oleh Skinner.
4. Systemic Behavior, yang dikembangkan Hull.
5. Contiguous Conditioning, yang dikembangkan oleh Guthrie.
Sedangkan, teori-teori yang termasuk ke dalam kelompok kognitif holistik di antaranya dalam Sanjaya (2008:115):
1. Teori Gestalt,dengan tokoknya kofka,Kohler, dan Wertheimer.
2. Teori Medan (Field Theory), dengan tokohnya Lewin.
3. Teori Organismik yang dikembangkan oleh Wheeler.
4. Teori Humanistik, dengan tokohnya Maslow dan Rogers.
5. Teori Konstruktivistik, dengan tokohnya Jean Piaget.
Teori Belajar Kognitif
Teori belajar kognitif memandang bahwa belajar bukan semata-mata proses perubahan tingkah laku yang tampak, melainkan sesuatu yang kompleks yang sangat dipengaruhi oleh kondisi mental siswa yang tidak tampak. Oleh karenanya, dalam pembelajaran di kelas seorang guru perlu memperhatikan kondisi siswa yang berhubungan dengan persepsi, perhatian, motivasi, dan lain-lainnya (Winataputra, 2008:3.1).
Prinsip teori psikologi kognitif adalah bahwa setiap orang dalam bertingkah laku dan mengerjakan segala sesuatu senantiasa di pengaruhi oleh tingkat-tingkat perkembangan dan pemahaman atas dirinya sendiri. Seseorang memiliki kepercayaan, ide-ide, dan prinsip-prinsip yang dipilih untuk kepentingan dirinya sendiri (Winataputra, 2008:3.3).
Teori belajar kognitif ini sangat erat hubungannya dengan teori psikologi kognitif. Dimana, aspek kognitifnya mempersoalkan bagaimana seseorang memperoleh pemahaman mengenai dirinya dan lingkungannya dan bagaimana ia berhubungan dengan lingkungan secara sadar. Sedangkan aspek psikologis membahas masalah hubungan atau interaksi antara orang dan lingkungan psikologisnya secara bersamaan. Psikologi menekankan pada pentingnya proses internal atau proses-proses mental.
Winataputra (2008:3.4), menurut teori belajar kognitif, belajar merupakan proses internal yang tidak dapat diamati secara langsung. Tujuan teori ini adalah :
1. Membentuk hubungan yang teruji, teramalkan dari tingkah laku orang-orang pada ruang kehidupan merekasendiri secara spesifik sesuai dengan situasi psikologinya.
2. Membantu guru untuk memahami orang lain, terutama muridnya dan membantu dirinya sendiri.
3. Mengkontruksikan prinsip-prinsip ilmiah yang dapat diterapkan dalam kelas dan untuk menghasilkan prosedur yang memungkinkan belajar menjadi produktif.
4. Teori belajar kognitif menjelaskan bagaimana seseorang mencapai pemahaman atas diri dan lingkungannya lalu menafsirkan bahwa diri dan lingkungannya merupakan faktor yang saling berkaitan.
Setiap pengertian yang diperoleh dari memahami diri sendiri dan lingkungannya disebut insight. Dalam teori belajar kognitif insight adalah pemahaman dasar yang dapat diaplikasikan pada beberapa situasi yang sama atau hampir sama. Dapat juga dikatakan, insight adalah pemahaman terhadap situasi secara mendalam. Insight terjadi dengan melihat kasus-kasus atau kejadian yang terpisah, kemudian menggeneralisasikannya sehingga timbul pemahaman (Winataputra, 2008:3.9).
Pemahaman seseorang secara kolektif merupakan struktur kognitif dari aspek ruang kehidupannya. Struktur kognitif itu sendiri adalah persepsi dari aspek psikologis, fisik, dan kehidupan sosial seseorang. Bila dikaitkan dengan siswa yang belajar maka struktur kognitif merupakan segala pengetahuan yang diperoleh dari kegiatan belajar di masa lalu dan proses belajar pada dasarnya suatu upaya untuk mengkaitkank pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang sudah dimiliki siswa. Dari proses belajar ini diharapkan akan terbentuk struktur kognitif yang baru yang lebih lengkap. Sehubungan dengan pandangan tersebut, supaya belajar lebih efektif, guru harus memperhatikannya secara lebih baik. Pada saat guru merancang program pembelajaran, kondisi siswa harus diperhatikan, begitu pula pada saat mengimplementasikan rancangan tersebut di dalam kelas, kondisi nyata kelas perlu diperhatikan dan dipertimbangkan.
Menurut Winataputra (2008:3.9), prinsip-prinsip dasar teori belajar kognitif dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Belajar merupakan peristiwa mental yang berhubungan dengan berpikir, perhatian, persepsi, pemecahan masalah, dan kesadaran.
2. Sehubungan dengan pembelajaran, teori belajar perilaku dan kognitif pada akhirnya sepakat bahwa guru harus memperhatikan perilaku siswa yang tampak, seperti penyelesaiak tugas rumah, hasil tes,disamping itu juga harus memperhatikan faktor manusia dan lingkungan psikologinya.
3. Ahli kognitif percaya bahwa kemampuan berpikir setiap orang tidak sama dan tidak tetap dari waktu ke waktu.
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang teori belajar kognitif, di bawah ini disajikan beberapa prinsip penerapan teori belajar kognitif menurut (Nasution, 1982) dalam Sanjaya (2008:121), yaitu :
1. Belajar itu berdasarkan keseluruhan
Teori belajar kognitif beranggapan bahwa keseluruhan itu lebih memiliki makna dari bagian-bagian. Bagian-bagian hanya berarti apabila ada dalam keseluruhan. Sebuah kata akan bermakna manakala ada dalam sebuah kalimat. Demikian juga kalimat akan memiliki makna apabila ada dalam suatu rangkaian karangan.
Makna dari prinsip ini adalah bahwa pembelajaran itu bukalah berangkat dari fakta-fakta, akan tetapi mesti berangkat dari suatu masalah. Melalui masalah itu siswa dapat mempelajari fakta.
2. Anak yang belajar merupakan keseluruhan
Prinsip ini mengandung pengertian bahwa membelajarkan anak itu bukanlah hanya mengembangkan intelektual saja, akan tetapi mengem-bangkan pribadi anak seutuhnya. Apa artinya kemampuan intelektual manakala tidak diikuti sikap yang baik atau tidak diikuti oleh pengembangan seluruh potensi yang ada dalam diri anak. Oleh karenanya mengajar itu bukanlah menumpuk memori anak dengan fakta-fakta yang lepas-lepas, tetapi mengembangkan keseluruhan potensi yang ada dalam diri anak.
3. Belajar berkat insight
Telah dijelaskan bahwa insight adalah pemahaman terhadap hubungan antar bagian di dalam suatu situasi permasalahan. Dengan demikian, belajar itu akan terjadio manakala dihadapkan kepadaaaa suatu persoalan yang harus dipecahkan. Belajar bukanlah mengahapal fakta. Melalui persoalan yang dihadapi itu akan akan mendapatkan insight yang sangat berguna untuk menghadapi setiap masalah.
4. Belajar berdasarkan pengalaman
Pengalaman adalah kejadian yang dapat memberikan arti dan makna kehidupan setiap perilaku individu. Belajar adalah melakukan reorganisasi pengalaman-pengalaman masa lalu yang secara terus-menerus disempurnakan. Apabila seorang anak kena api, maka kejadian itu akan memberikan pengalaman setelah ia mengolah, menghubungkan, dan menafsirkannya bahwa api merupakan sesuatu yang dapat menimbulkan rasa sakit, sehingga ia bisa menyimpulkan dan menentukan sikap bahwa api harus dihindari. Akan tetapi kemudian anak akan mereorganisasi pengalamannya bahwa api itu ternyata besar juga manfaatnya dan tidak selalu berbahaya. Inilah hakikat pengalaman. Dengan demikian, proses membelajarkan adalah proses memberikan pengalaman-pengalaman yang bermakna untuk kehidupan anak.
Menurut teori belajar kognitif, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati. Asumsi dasar teori ini adalah setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan dalam dirinya. Pengalaman dan pengetahuan ini tertata dalam bentuk struktur kognitif. Menurut teori ini proses belajar akan berjalan baik bila materi pelajaran yang baru beradaptasi secara klop dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa. Dalam perkembangan setidaknya ada tiga teori belajar yang bertitik tolak dari teori kognitivistik ini yaitu: Teori perkembangan piaget, teori kognitif Brunner dan Teori bermakna Ausubel. Ketiga teori ini dijabarkan dalam tabel dibawah ini:
Tabel.2
Pembagian Teori Belajar Kognitif
No Piaget Brunner Ausubel
1 Proses belajar terjadi menurut pola tahap-tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umur siswa
Proses belajar lebih ditentukan oleh karena cara kita mengatur materi pelajaran dan bukan ditentukan oleh umur siswa
Proses belajar terjadi jika siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan baru
2 Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap: Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap: Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap:
a. Asimilasi
b. Akomodasi
c. Equilibrasi a. Enaktif (aktivitas)
b. Ekonik (visual ver-bal)
c. Simbolik d. Memperhatikan sti-mulus yang dibe-rikan
e. Memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakan informasi yang su-dah dipahami
Prinsip kognitivisme banyak dipakai di dunia pendidikan antara lain:
1. Si belajar akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu.
2. Penyusunan materi pelajaran harus dari sederhana ke kompleks.
3. Belajar dengan memahami akan jauh lebih baik daripada dengan hanya menghafal tanpa pengertian penyajian.
Aplikasi teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran, guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana kekompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatian perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.
Teori Belajar Kognitivisme Ausubel (Belajar Bermakna)
David Ausubel mencurahkan perhatiannya pada pentingnya mengembangkan pontensi kognitif siswa melalui proses belajar bermakna (meanigful learning) dan belajar verbal yang dikenal dengan expository learning. Menurut Ausubel, pada dasarnya orang memperoleh pengetahuan melalui penerimaan, bukan melalui penemuan. Konsep-konsep, prinsip, dan ide-ide disajikan pada siswa akan diterima oleh siswa. Suatu konsep mempunyai arti b ila sama dengan ide yang telah dimiliki, yang ada dalam struktur kognitifnya. Agar konsep-konsep yang diajarkan berarti, harus ada sesuatu di dalam kesadaran siswa yang bisa disamakan. Sesuatu itu adalah “struktur kognitif”. Belajar bermakna adalah belajar yang disertai dengan pengertian. Belajar bermakna akan terjadi apabila informasi yang baru diterima siswa mempunyai kaitan dengan konsep yang sudah ada/diterima sebelum dan tersimpan dalam struktur kognitifnya. Informasi baru ini juga dapat diterima atau dipelajari siswa tanpa menghubungkannya dengan konsep atau pengetahuan yang sudah ada. Cara belajar seperti ini sering disebut belajar menghapal.
Asubuel mengklarifikasikan makna belajar kedalam dua dimensi seperti tampak pada gambar. Dimensi pertma berhubungan dengan cara bagaimana informasi atau melalui penemuan. Cara kedua berhubungan dengan bagaimana siswa dapat mengkaitkan informasi yang diterima dengan struktur kognitif yang sudah dimilikinya. Kedua dimensi itu tidak menunjukka dikotomi yang sederhana, tetapi lebih merupakan suatu kontinumm, sebagai tampak dalam gambar berikut.
Gambar. 1
Klarifikasi belajar menurut Ausubel dan Robinsin 1969,
dalam Ratna Wilis (1989: 111)
Menurut Ausubel, belajar penerimaan tidak sama dengan belajar hapalan. Belajar penerimaan dapat dibuat bermakna, yaitu dengan cara menjelaskann hubungan antara konsep-konsep.
Struktur kognitif didefinisikan sebagai struktur organisasional yang ada dalam ingatan seseorang yang mengintegrasikan unsur-unsur pengetahuan yang terpisah ke dalam suatu unit konseptual. Struktur kognitif berisi konsep-konsep yang telah tersusun secara hierarki dan tetap berada dalam kesadaran siswa. Konsep yang paling inklusif terletak diatas lalu berangsur-angsur pada konsep yang spesifik sampai pada yang terakhir.
Menurut Winataputra (2008:3.22), beberapa syarat/strategi tersebut diantaranya adalah dengan melakukan advance organizer, progresive differentiation, integrative reconciliation, dan consolidation.
Penggunaan advance organizers sebagai kerangka isi untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mempelajari informasi baru, karena berupa kerangka dalam bentuk abstraksi atau ringksan konsep–konsep dasar tentang apa yang dipelajari, dan hubungannya dengan materi yang telah ada dalam struktur kognitif siswa. Jika ditata dengan baik, advance organizers akan memudahkan siswa mempelajari materi pelajaran yang baru, serta hubungannya dengan meteri yang telah dipelajarinya.
Progresive differentiation menurut Ausubel adalah pengembangan konsep berlangsung paling baik bila dimulai dengan cara menjelaskan terlebih dahulu hal-hal umum terus sampai kepada hal-hal yang khusus dan rinci disertai dengan pemberian contoh-contoh.
Integrative rekonciliation menurut Ausubel guru menjelaskan dan menunjukkan secara jelas perbedaan dan persamaan materi yang baru dengan materi yang telah dijelaskan terlebih dahulu yang telah dikuasai siswa, dengan demikian siswa akan mengetahui alasan danmanfaat materi yang akan dijelaskan tersebut.
Consolidation menurut Ausubel guru memberikan pemantapan atas materi pelajaran yang telah diberikan untuk memudahkan siswa memahami dan mempelajari materi selanjutnya.
Dalam menerapkan teori Ausubel dalam pembelajaran, guru dianjurkan untuk mengetahui terlebih dahulu kondisi awal siswa. Hal ini sesuai dengan pandangan bahwa satu faktor sangat mempengaruhi belajar, yaitu pengetahuan yang telah diterima siswa. Pandangan Ausubel ini diharapkan menjadi kerangka berpikir dalam menenrapkan teori tersebut dalam belajar disamping memahami konsep dan prinsip-prinsip lain yang harus diperhatikan, yaitu adanya pengaturan awal, adanya proses diferensiasi progresif, rekonsiliasi integratif, dan belajar subordinat.
Dalam perkembangannya, belajar bermakna dapat diterapkan melalui berbagai cara pengajaran, misalnya pengajaran dengan menggunakan peta konsep.
Pendekatan Berpusat Pada Guru (Teacher-Centred Approaches)
Menurut Rosenshine (1986) dalam Santrock (2008:482) pendekatan yang berpusat pada guru menurut para pendukungnya adalah cara terbaik untuk mengajarkan keahlian dasar, yang membutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang terstruktur secara jelas (seperti dibutuhkan untuk pelajaran bahasa, membaca, matematika, dan sains). Jadi, dalam mengajarkan keahlian-keahlian dasar ini, pendekatan yang berpusat pada guru ini mungkin bisa dilakukan dengan mengajarkan secara eksplisit atau secara langsung aturan-aturan tata bahasa, kosakata, perhitungan matematika, dan fakta-fakta sains.
Menurut Santrock (2008:474) pendekatan yang berpusat pada guru akan berbicara tentang :
a. Mengorientasikan murid dan materi baru
Menurut Joyce dan Well (1996) dalam Santrock (2008:474), sebelum menyajikan dan menjelaskan materi baru, susunlah kerangka pelajaran dan orientasikan murid ke materi baru tersebut dengan cara (1) review aktivitas sehari sebelumnya, (2) diskusikan sasaran pelajaran, (3) beri instruksi yang jelas dan eksplisit tentang tugas yang harus dilakukan, dan (4) beri ulasan atas pelajaran untuk hari ini. Orientasi dan strukturisasi pada awal pelajaran itu memengaruhi perbaikan prestasi siswa.
b. Pengajaran, penjelasan dan demostrasi
Pengajaran dengan paparan atau ceramah, penjelasan dan demonstrasi adalah aktivitas yang biasa dilakukan guru dalam pendekatan yang berpusat pada guru ini. Periset telah menemukan bahwa guru yang efektif menghabiskan lebih banyak waktu untuk menerangkan dan mendemonstrasikan materi baru.
c. Pertanyaan dan diskusi
Diskusi dan pertanyaan perlu diintegrasikan ke dalam pendekatan yang berpusat pada guru, untuk merespon setiap kebutuhan siswa sembari menjaga minat dan perhatian kelompok. Juga, penting untuk mendistribusikan partisipasi luas sembari mempertahankan semangat belajar. Tantangan lainnya adalah mengajak siswa memberi kontribusi sambil mempertahankan fokus pada pelajaran.
d. Pembelajaran penguasaan materi
Pembelajaran satu konsep atau topik secaramenyeluruh sebelumpindah ke topik yang lebih sulit. Menurut Bloom (1971) dan Caroll (1963) dalam Santrock (2008:477), pendekatan pembelajaran penguasaan materi yang baik harus mengikuti prosedur sebagai berikut :
• Menyebutkan tugas atau pelajaran. Kembangkan sasaran intruksional yang tepat. Buat standar pengusaan (misalnya satandar murid kategori “A”)
• Bagilah pelajaran menjadi unit-unit pembelajaran yang berhubungan dengan sasaran intruksional
• Rancanglah prosedur instruksional dengan memasukkan umpan balik korektif ke murid jika mereka gagal menguasai materi level yang dapat diterima,misalnya 90 persen benar. Umpan balik kor4ektif bisa diberikan melalui materi pelengkap, tutoring, atau instruksi kelompok kecil
• Beri tes pada akhir unit pelajaran dan akhir pelajaran untuk mengevaluasi apakah murid sudah menguasai semua materi pada level yang dapat diterima.
e. Tugas di kelas
Tugas dikelas adalah menyuruh semua siswa atau sebagian besar siswa untuk belajar sendiri-sendiri di bangku mereka. Guru berbeda-beda dalam menggunakan pendekatan ini. Beberapa guru menggunakan setiap hari, tetapi ada juga yang jarang.
f. Pekerjaan rumah
Keputusan intruksional penting lainnya adalah seberapa banyak dan apa jenis pekerjaan rumah yang harus diberikan kepada siswa. Tugasnya haruslah yang pendek yang dapat diselesaikan dengan cepat, dan mempertimbangkan kegunaannya untuk menambah pengetahuan yang dipelajari di kelas. Pekerjaan rumah harus berhubungan dengan aktivitas kelas hari berikutnya agar pekerjaan rumah itu punya makna, serta pekerjaan rumah harus punya fokus. Menurut Cooper dan Valentine (2001) dalam Santrock (2008:481) pekerjaan rumah dapat menjadi alat yang bagus untukmeningkatkan pembelajaran terutama di SMP dan SMA, dengan catatan pantaulah pekerjaan rumah dan berisiswa umpan balik tentang pekerjaan rumah itu, sebisa mungkin libatkan orang tua mereka untuk membantu anak mereka.
Pendekatan yang berpusat pada guru bukannya tanpa kritik. Para pengkritik mengatakan bahwa pendekatan ini sering kali menghasilkan pembelajaran yang pasif dan tidak memberikan kesempatan yang cukup kepada murid untuk mengkronstruksi pengetahuan dan pemahaman. Mereka juga mengkritik pendekatan yang berpusat pada guru karena dipandang menghasilkan kelas yang terlalu kaku dan terstruktur ketat, kurang memperhatikan perkembangan sosioemosional, lebih menjurus ke pemberian motivasi dari luar ketimbang menumbuhkan motivasi dari dalam, terlalu banyak memberikan tugas tertulis, hanya sedikit memberi kesempatan untuk pembelajaran dunia nyata, dan terlalu sedikit pembelajaran kolaborasi dalam kelompok (Santrock, 2008:482).
Strategi Pembelajaran dengan Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)
Pemilihan model pembelajaran yang digunakan oleh guru sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan diajarkan, juga dipengaruhi oleh tujuan yang akan dicapai dalam pengajaran tersebut dan tingkat kemampuan peserta didik. Di samping itu pula setiap model pembelajaran selalu mempunyai tahap-tahap (sintaks) yang dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru. Antara sintaks yang satu dengan sintaks yang lain mempunyai perbedaan. Oleh karena itu guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai model pembelajaran, agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai setelah proses pembelajaran sehingga dapat tuntas seperti yang telah ditetapkan. Tetapi para ahli berpendapat bahwa tidak ada model pengajaran yang lebih baik dari model pengajaran yang lain (Kardi dan Nur, 2000b : 13).
Model pembelajaran adalah suatu desain yang menggambarkan proses rincian dan penciptaan situasi lingkungan yang memungkinkan siswa berinteraksi sehingga terjadi perubahan atau perkembangan pada diri siswa.
Model pembelajaran langsung (direct intruction) merupakan suatu pendekatan mengajar yang dapat membantu siswa dalam mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah. Pendekatan pembelajaran ini sering disebut Model Pembelajaran Langsung (Kardi dan Nur, 2000a :2).
Arends (2001:264) juga mengatakan hal yang sama yaitu :”A teaching model that is aimed at helping student learn basic skills and knowledge that can be taught in a step-by-step fashion. For our purposes here, the model is labeled the direct instruction model”. Apabila guru menggunakan model pembelajaran langsung (direct intruction) ini, guru mempunyai tanggung jawab untuk mengudentifikasi tujuan pembelajaran dan tanggung jawab yang besar terhadap penstrukturan isi/materi atau keterampilan, menjelaskan kepada siswa, pemodelan/mendemonstrasikan yang dikombinasikan dengan latihan, mem-berikan kesempatan pada siswa untuk berlatih menerapkan konsep atau keterampilan yang telah dipelajari serta memberikan umpan balik.
Model pembelajaran langsung (direct intruction) ini dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik, yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah. Hal yang sama dikemukakan oleh Arends (1997:66) bahwa: “The direct instruction model was specifically designed to promote student learning of procedural knowledge and declarative knowledge that is well structured and can be taught in a step-by-step fashion”.
Lebih lanjut Arends (2001:265) menyatakan bahwa: ”Direct instruction is a teacher-centered model that has five steps:establishing set, explanation and/or demonstration, guided practice, feedback, and extended practiceA direct instruction lesson requires careful orchestration by the teacher and a learning environment that businesslike and task-oriented”. Hal yang sama dikemukakan oleh Kardi dan Nur (2000a:27), bahwa suatu pelajaran dengan model pembelajaran langsung (direct intruction) berjalan melalui lima fase:
1. Penjelasan tentang tujuan dan mempersiapkan siswa
2. Pemahaman/presentasi materi ajar yang akan diajarkan atau demonstrasi tentang keterampilan tertentu
3. Memberikan latihan terbimbing
4. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik
5. Memberikan latihan mandiri.
Model pembelajaran langsung (direct intruction) diarahkan pada melatih individu menguasai kemampuan yang kompleks dengan tingkat ketepatan dan koordinasi yang tinggi. Sumbangan utama dari kelompok model pembelajaran ini adalah dalam pendefinisian dan analisis tugas.
Model pembelajaran langsung (direct intruction) dirancang dengan merumuskan keahlian yang akan dicapai dalam tugas, tugas yang besar dipecah menjadi sub tugas yang lebih. Untuk setiap sub tugas dirumuskan kecakapan dan keterampilan yang harus dikuasainya, serta kegiatan latihannya, yang menjamin penguasaan kecakapan tersebut, menjamin transfer ke kecakapan lain.
Pembelajaran langsung (direct intruction) merupakan suatu pola pembelajaran yang ditandai oleh penjelasan guru tentang konsep atau keterampilan baru terhadap kelas, pengecekan pemahaman mereka melalui tanya jawab dan latihan penerapannya, serta dorongan untuk terus memperdalam penerapannya di bawah bimbingan guru.
Pembelajaran langsung (direct intruction) merupakan proses pembelajaran yang terstruktur, berfokus pada ilmu, banyak diarahkan dan dikendalikan oleh guru, sehingga waktu lebih efisien.
Pembelajaran langsung (direct intruction) seringkali dianggap lebih sesuai dengan sifat ilmu yang dipelajari, seperti halnya kelompok mata pelajaran Basic Science. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa pengetahuan MIPA tersusun secara terstruktur yang memuat materi prasyarat dalam setiap langkah penyajiannya. Pembelajaran langsung (direct intruction) pada umumnya dirancang srcara khusus untuk mengembangkan aktivitas belajar di pihak siswa berkaitan dengan aspek pengetahuan prosedural serta pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik yang dapat dipelajari selangkah demi selangkah. Fokus utama dari pembelajarn ini adalah adanya pelatihan-pelatihan yang dapat diterapkan dari keadaan nyata yang sederhana sampai yang lebih kompleks.
Tabel.3
Fase pembelajaran dan Peran Guru dalam Pembelajaran Langsung
Fase pembelajaran Peran guru
Rumuskan tujuan dan orientasikan kepada kegiatan siswa Menjelaskan tujuan pembelajaran, informasi latar belakang, pentingnya materi ini dipelajari dan mempersiapkan siswa untuk belajar lewat pola latihan.
Demonstrasi pengetahuan
dan keterampilan Menampilkan kegiatan dengan demonstrasi keterrampilan atau menyajikan materi pembelajaran setahap demi setahap dengan mempertimbangkan strukturnya
Bimbingan latihan Menampilkan bentuk atau model untukpelatihan
awal.
Kontrol enguasaan di pihak siswa dan berikan umpan balik mengecek keberhasilan pelaksanaan tugas latihan apakah siswa telah berhasil dengan baik diteruskan dengan kegiatan untuk memperoleh balikan (tes, wawancara, pengamatan dan sebagainya).
Berikan kesempatan untuk pelatihan lan-jutan dan penerapan hasil latihan memberi kesempatan untuk pelatihan lanjutan yang fokusnya adalah penerapan pada situasi yang lebih kompleks dalam kehidupan nyata.
Untuk semua model di atas beberapa catatan yang penting antara lain :
1. Pendalaman materi secara individual dapat dilakukan di luar jam pelajaran, hal tersebut memilik dua keuntungan:
a. Siswa dapat mencari sumber belajar lebih luas (internet atau buku bacaan)
b. Waktu yang disediakan untuk kerja terstruktur dapat dimanfaatkan untuk diskusi kelompok dan presentasi hasil, sehingga lebih longgar.
2. Untuk lesson study, beberapa guru dapat memonitor dan mengevaluasi seluruh kegiatan dari awal sampai akhir, untuk selanjutnya dilakukan diskusi diluar jam sebagai bahan masukan untuk merevisi perncanaan program selanjutnya.
Metode Pembelajaran dengan Ceramah
Metode adalah cara yang digunakan untukmengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Ini berarti, metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Dengan demikian, metode dalam rangkaian sistem pembelajaran memegang peranan sangat penting. Keberhasilan implementasi strategi pembelajaran sangat bergantung pada cara guru menggunakan metode pembelajaran, karena syuatu strategi pembelajaran hanya mungkin dapat diimplementasikan melalui penggunaan metode pembelajaran (Sanjaya, 2008:147).
Banyak metode pembelajaran yang dapat dipergunakan oleh para guru untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, salah satunya metode ceramah. Metode ceramah dapat diartikan sebagai cara menyajikan pelajaran melalui penuturan secara lisan atau penjeasan secara langsung kepada sekelompok siswa (Sanjaya, 2008:147).
Agar metode ceramah berhasil, maka ada beberapa hal yang harus dilakukan, baik tahap persiapan maupun tahan pelaksanaan. Tahap persiapan menurut Sanjaya (2008:149) adalah dengan merumuskan tujuan yang ingin dicapai, menentukan pokok-pokok materi yang diceramahkan, dan mempersiapkan alat bantu. Tahap pelaksanaan menurut Sanjaya (2008:150) terdiri dari tiga langkah yang harus dilakukan yaitu langkah pembukaan, langkah penyajian, dan langkah mengakhiri atau menutup ceramah.
a. Langkah pembukaan
• Yakinkan bahwa siswa memahami tujuan yang akan dicapai
• Lakukan langkah apersepsi, yaitu langkah menghubungkan materi pelajaran yang lalu dengan materi pelajaran yang akan disampaikan
b. Langkah penyajian
• Menjaga kontak mata secara terus-menerus dengan siswa.
• Gunakan bahasa yang komunikatif dan mudah dicerna oleh siswa.
• Sajikan materi pelajaran secara sistematis, tidak meloncat-loncat, agar mudah ditangkap siswa
• Tanggapilah respon siswa dengan segera.
• Jagalah kelas tetap kondusif dan menggairahkan untuk belajar.
c. Langkah mengakhiri atau menutup ceramah
• Membimbing siswa untuk menarik kesimpulan atau merangkum materi pelajaran yang baru saja disampaikan.
• Merangsang siswa untukdapat menanggapi atau memberi semacam ulasan tentang materi pelajaran yang telah disampaikan.
• Melakukan evaluasi untuk mengetahui kemampuan siswa menguasai materi pelajaran yang baru saja disampaikan.
Ada beberapa alasan mengapa ceramah sering digunakan. Alasan ini sekaligus merupakan keunggulan metode ceramah. Menurut Sanjaya (2008:148) kelebihan metode ceramah antara lain :
a. Ceramah merupakan metode yang ‘murah’ dan ‘mudah’ untuk dilakukan.
b. Ceramah yang menyajikan materi pelajaran yang luas.
c. Ceramah dapat memberikan pokok-pokok materi yang perlu ditonjolkan.
d. Melalui ceramah, guru dapat mengontrol keadaan kelas.
e. Organisasi kelas dengan menggunakan ceramah dapat diatur menjadi lebih sederhana.
Disamping beberapa kelebihan diatas, ceramah juga memiliki beberapa kelemahan, menurut Sanjaya (2008:148) kelemahannya antara lain :
a. Materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah akan terbatas pada apa yang dikuasai guru.
b. Ceramah yang tidak disertai dengan peragaan dapat mengakibatkan terjadinya verbalisme.
c. Guru yang kurang memiliki kemampuan bertutur yang baik, ceramah sering dianggap sebagai metode yang membosankan.
d. Melalui ceramah, sangat sulit untuk mengetahui apakah seluruh siswa sudah mengerti apa yang dijelaskan atau belum.
Analisis Teori Belajar, Pendekatan, Model, dan Metode Pembelajaran Pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Mata Pelajaran Fisika Pokok Bahasan Bab. 12 Teori Kinetik Gas di Kelas X Program SKS Standar Level Biologi-Kimia Semester 2 SMA Plus Negeri 17 Palembang
Pada Standar Kompetensi (SK) : Menerapkan konsep dan prinsip kalor, konservasi energi, dan sumber energi dengan berbagai perubahannya dalam mesin kalor dengan Kompetensi Dasar (KD) : Menganalisis persamaan umum gas ideal, menurunkan rumusan energi kinetik rata-rata tiap partikel, serta menurunkan prinsip ekuipartisis energi. Adapun indikator yang akan dipelajari adalah memformulasikan hukum Boyle-Gay Lussac, memformulasikan asas ekuipartisi energi, memformulasikan energi dan kecepatan rata-rata partikel untukgerak translasi, rotasi dan vibrasi, dan menerapkan hukum-hukum fisika untuk gas ideal pada persoalan fisika sehari-hari. Kemudian terurai menjadi tujuan pembelajaran sebagai berikut :
a. Menyebutkan definisi massa molekul dan mol
b. Menuliskan secara matematis persamaan hukum Boyle
c. Menuliskan secara matematis persamaan hukum Charles-Gay-Lussac
d. Menuliskan penurunan persamaan umum gas ideal
e. Menuliskan anggapan dasar tentang sifat-sifat gas ideal
f. Menuliskan penurunan rumus tekanan gas dalam ruang tertutup
g. Menuliskan secara matematis hubungan tekanan gas dan energi kinetik
h. Menuliskan persamaan hubungan suhu dan energi kinetik rata-rata molekulgas
i. Menuliskan secara matematis persamaan kelajuan efektif gas
j. Menuliskan secara matematis perbandingan kelajuan efektif berbagai gas
k. Menentukan kecepatan efektif gas dari tekanannya
l. Menyebutkan pernyataan umum dari teorema ekipartisis energi
m. Menyebutkan derajat kebebasan molekul gas monoatomik
n. Menyebutkan derajat kebebasan molekul gas diatomik
o. Menuliskan secara matematis persamaan energi dalam gas (monoatomik dan diatomik)
Pembelajaran yang dilakukan seperti dalam uraian Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, dan tujuan pembelajaran seperti di atas adalah pembelajaran yang menggunakan teori belajar kognitif, dengan menerapkan pendekatan yang bepusat pada guru (teacher-centred approaches), dan menggunakan model strategi pembelajaran langsung (direct instruction) yang bertujuan menggambarkan proses rincian dan penciptaan situasi lingkungan yang memungkinkan siswa berinteraksi sehingga terjadi perubahan atau perkembangan pada diri siswa, serta memakai metode ceramah selama proses pembelajaran berlangsung.
A. Analisis Teori Belajar Kognitivistik
Pembelajaran dalam uraian Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tersebut diatas menggunakan teori belajar kognitivistik, karena teori belajar kognitivistik berprinsip: belajar merupakan peristiwa mental yang berhubungan dengan berpikir, perhatian, persepsi, pemecahan masalah, dan kesadaran, untuk itu pokok bahasan ini materinya lebih banyak menggunakan persamaan secara matematis, maka perlunya perhatian siswa dalam mempersepsikan materi, dan memecahkan permasalahan yang ditawarkan oleh soal-soal yang berhubungan dengan teori kinetik gas.
Pada teori kognitif dalam pembelajaran, diharapkan para guru harus memperhatikan perilaku siswa yang tampak, seperti penyelesaian tugas rumah, hasil tes, disamping itu juga harus memperhatikan faktor manusia dan lingkungan psikologinya, artinya setiap tindak tanduk yang berhubungan dengan proses pembelajaran baik didalam kelas ataukah berupa penugasan, harus dibuat untuk melatih proses berpikir, pemecahan masalah dan kesadaran. Untuk itu guru haruslah memperhatikan sfaktor-faktor yang berhubungan dengan siswa dan lingkungannya, sebagai bentuk perhian untukpembentukan mental siswa.
Ahli kognitif percaya bahwa kemampuan berpikir setiap orang tidak sama dan tidak tetap dari waktu ke waktu, artinya setiap waktu ke waktu dalam proses pembelajaran guru harus melihat perkembangan siswa terutama dalam penguasaan materi pembelajaran yang harus dikuasai oleh siswa pada pokok bahasan teori kinetik gas.
Proses pembelajaran teori kinetik gas disini haru mengacu pada prinsip berlajar berdasarkan keseluruhan dan pengalaman, maka untuk mendapatkan keseluruhan materi pengalaman yang harus dimiliki siswa pada teori belajar kjognitif adalah dengan seringnya melakukan latihan-latihan menyelesaikan soal-soal yang berhubungan dengan pokok bahasan teori kinetik gas.
Aplikasi teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran, guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, artinya setiap siswa akan dengan bertahap memahami materi yang diberikan guru, karena itulah proses kognitif yang sedang berlangsung, untuk itu keaktifan siswa sangat dipentingkan, bagaimana siswa akan aktif bergantung dari guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana kekompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatian perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.
B. Analisis Pendekatan Berpusat Pada Guru (Teacher-Centred Approaches)
Pada proses pembelajaran ini mengapa dipilih pendekatan yang berpusat pada guru, karena mengingat materi ini lebih banyak menggunakan penerapan perhitungan secara matematis, sesuai uraian pada pembahasan pendekatan berpusat pada guru bahwa materi yang lebih kepada perhitungan matematis sangat cocok digunakan pendekatan yang berpusat pada guru, untuk menekankan fokus materi yang akan dipelajari.
Sesuai uraian menurut Santrock (2008:474) pendekatan yang berpusat pada guru akan berbicara tentang :
1. Mengorientasikan murid dan materi baru
Guru menyusun kerangka pelajaran materi pada pokok bahsan teori kinetik gas, dengan memberikan instruksi yang jelas tentang tugas-tugas yang harus dilakukan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Persiapan ini sangat penting terutama terstruktur sejak awal untuk mempengaruhi pretasi siswa yang terorientasi pada materi yang akan dibahas.
2. Pengajaran, penjelasan dan demostrasi
Pada pokok bahasan teori kinetik gas yang dibahas berikut ini, pengajarannya dengan menggunakan paparan atau ceramah, penjelasan dan demonstrasi adalah aktivitas yang biasa dilakukan guru dalam pendekatan yang berpusat pada guru ini. Mengapa dengan ceramah, karena pengejaran ini dirasakan oleh guru (baca; penulis) sebagai bentuk yang efektif untuk disampaikan. Mengingat pendekatan yang berpusat pada guru adalah bentuk aktivitas pembelajaran yang berawal dari instruksi dan penjelasan guru.
3. Pertanyaan dan diskusi
Diskusi dan pertanyaan perlu diintegrasikan ke dalam pendekatan yang berpusat pada guru, untuk merespon setiap kebutuhan siswa, ketika pejnelasan materi dirasakan sulit dipahami oleh siswa, siswa bisa langsung menanyakan kepada guru, dan guru dapat mengarahkan siswa untuk tetap fokus pada palajaran.
4. Pembelajaran penguasaan materi
Agar siswa dapat menguasai materi secara baik, maka guru membuat standar penguasaan terhadap pokok bahasan teori kinetik gas dan diyakinkan oleh guru agar konsep tersebut dapat dikuasai dengan baik oleh siswa sebelum pindah ke topik selanjutnya. Disini guru membagi unit-unit materi yang harus dikuasai siswa, dan arahkan pembelajaran dengan siswa mau berdiskusi dengan teman sebangkunya ketika menemukan soal-soal yang sulit dimengerti setelah dijelaskan oleh guru, dan secara individu siswa dipantau mengerjakan beberapa soal-soal terkait dengan materi pelajaran, dan untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa diberikan evaluasi berupa tes ulangan harian.
5. Tugas di kelas
Tugas dikelas ini dibuat oleh guru dan dinamakan dengan dengan tugas terstruktur, jika pada setiap pertemuan tugas terstrukturnya adalah soal-soal yang telah ada didalam modul. Sedangkan tugas terstruktur akhir berupa soal-soal yang telah tersusun secara sistematis yang dibuat oleh guru dimana soal-soal ini berhubungan dengan pokok bahasan teori kinetik gas, soal-soal tersebut dapat dikerjakan secara individu, ataupun berdiskusi dengan teman yang telah memahami atau menguasai materi teori kinetik gas.
6. Pekerjaan rumah
Tugas pekerjaan rumah yang dikerjakan siswa adalah tugas evaluasi bab 12 teori kinetik gas yang terdiri dari soal pilihan ganda dan soal essai. Dimana disetiap pertemuan materi yang diberikan guru maka soalitulah yang dikerjkan siswa dirumah, artinya pada setiap pertemuan maksimal siswa mengerjakan soal sebanyak 3 – 4 soal, apakah itu pilihan ganda ataukah essai.
Setiap uraian dalam pendekatan yang berpusat pada guru adalah langkah untuk memudahkan guru memberikan tindakan dalam proses pembelajaran, dengan harapan sesuai dengan keinginan dari pendekatan berpusat pada guru adalah efektivitas pembelajaran.
C. Analisis Strategi Pembelajaran dengan Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)
Mengapa pokok bahasan teori kinetik gas menggunakan model pembelajaran langsung (direct intruction), karena pemilihan model pembelajaran ini sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan diajarkan yang bersifat perhitungan atau penerapan matematis dalam proses pembelajaran, juga dipengaruhi oleh tujuan yang akan dicapai dalam pengajaran yaitu penguasan materi dengan baik dan benar terutama penyelesaian soal-soal yang berhubungan dengan perhitungan matematis, dan tingkat kemampuan peserta didik yang cenderung lebih mengerti memahami materi pelajaran yang bersifat perhitungan matematis dengan menerimapenjelasan dari guru dan langsung menerapkannya dalam penyelesaian soal-soal.
Di samping itu pula setiap model pembelajaran langsung (direct instruction) ini dipilih karena dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tahap-tahap (sintaks) yang dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru telah dibuat dan disusun sedemikan rupa, agar tujuan pembelajaran secara tertulis yang diinginkan guru mengacu pada pedoman silabus dapat dikuasai siswa dengan tepat. Antara sintaks yang satu dengan sintaks yang lain mempunyai perbedaan, namun memiliki hubungan yang erat untuk membelajarkan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran yang telah dirancang oleh guru. Oleh karena itu penguasaan guru terhadap materi dan tahapan (sintaks) haruslah tepat agar penerapan modelpembelajaran yang telah dipilih guru untuk pokok bahasan teori kinetik gas ini adalah pilihan yang tepat adanya, walaupun guru mengetahui tidak ada model pembelajaran yang lebih baik dari model pembelajaran yang lainnya, hanya saja bagaimana pilihan model pembelajaran yang dipilih oleh guru merupakan pilihan yang tepat untuk pokok bahasan yang disampaikan atau yang akan dibahas dalam proses pembelajarn agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai secara maksimal.
Model pembelajaran langsung (direct intruction) merupakan suatu pendekatan mengajar yang dapat membantu siswa dalam mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah. Untuk itu langkah-langkah yand dipilih guru dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan langkah yang memang sesuai dengan model pembelajarn langsung, dimana komunikasi aktif antara guru dan siswa langsung terarah pada tujuan yang ingin dicapai, maksimalitas model pembelajaran ini dalah dengan pemilihan metode dan pendekatan yang tepat agar model pembelajaran ini memang benar-benar baik untuk pokok bahasan yang dibahas guru saat ini.
Dalam pembalajaran langsung (direct instruction) memiliki lima fase yang harus dijalankan dalam setiap tahapan (sintaks) yang dilakukan guru, seperti berikut:
1. Penjelasan tentang tujuan dan mempersiapkan siswa
Disini guru telah membuat tujuan pembelajaran di dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disampaikan kepada siswa pada awal proses pembelajaran, satu hal yang baik, bahwa modul yang dirancang oleh team teaching fisika SMA Plus Negeri 17 Palembang setiap pokok bahasan telah diberikan tujuan pembelajaran pokok bahasan tersebut, demikian pula untuk pokok bahasan teori kinetik gas. Setelah memberikan informasi tentang tujuan pembelajaran yang harus dicapai siswa pada proses pembelajaran yang akan berlangsung guru mempersiapkan siswa untukmengikuti materi pembelajaran dengan menginstruksikannya kepada siswa.
2. Pemahaman/presentasi materi ajar yang akan diajarkan atau demonstrasi tentang keterampilan tertentu
Pada pembelajaran langsung (direct instruction), guru langsung memnjelaskan materi yang ingin dicapai siswa sesuai tujuan pembelajaran yang telah disusun guru sebelumnya, bisa dengan mendemonstrasikan keterampilan yang dimiliki siswa, terkait hubungannya dengan metode yang dipilih guru, maka keterampilan bertanya, dan berdiskusi diharapakan dapat dilakukan siswa sesuai dengan arahan langsung dari guru.
3. Memberikan latihan terbimbing
Pada setiap pertemuan guru memberikan latihan terbimbing, yang soalnya telah ada didalam modul pembelajaran, dimana ketika siswa menemukan kesulitan dalam menjawab, maka guru dapat mempersilakan siswa bertanya langssung ke siswa yang telah paham, atau mengerjakan soal yang dirasa mampu untukdikerjakan siswa secara mandiri terlebih dahulu, baru kemudian, dengan klasikal guru menjelaskan materi yang tidak dapat dimengerti siswa.
4. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik
Untuk dapat mengetahui pemahaman siswa, guru dapat mengoreksi latihan terbimbing secara bergantian, atau keliling kelas, sehingga secara general guru dapat mengetahui siapa siswa yang paham dan belum, untuk menambah pemahamansiswa guru memberikan umpan balikdengan penugasan dirumah tentang materi dan soal yang terkait dengan penjelasan yang diberikan pada proses pembelajaran berlangsung.
5. Memberikan latihan mandiri.
Dalam latihan mandiri, guru memberikan tugas terstruktur tentang penguasan konsep dalam bentuk latihan tugas, yang telah disusun guru sebagai bentuk penilaian tentang penguasaan materi dari guru, latihan ini dapat dikerjakan secara individu ataupun secara berdiskusi kecil dengan tema-teman yang memang telang menguasai materi secara baik.
Semua fase yang telah dilalui sebagai bentuk tahapan (sintaks) pembelajaran langsung (direct instruction) ini harapan akhirnya dalah pencapaian tujuan pembelajaran. Model ini sekali lagi dipilih oleh guru untuk pokok bahasan teori kinetik gas, karena memang model ini yang dirasa tepat untuk jenis materi pelajaran yang berhubungan dengan perhitungan secara matematis.
D. Analisis Metode Pembelajaran dengan Ceramah
Dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pokok bahasan teori kinetik gas kali ini menggunakan metode pembelajaran ceramah karena metode ini dirasakan tepat untuk dapat menyampaikan materi pembelajaran agar tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dapat dikuasai siswa secara baik dan tepat.
Metode ceramah digunakan untuk menyampaikan materi yang telah disusun dalam langkah-langkah pembelajaran di dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), pada saat materi disampaikan secara ceramah, jika siswa bertanya maka dapat langsung direspon oleh guru pada proses pembelajaran, dan guru dapat mempersilakan siswa yang tahu dan mengerti untuk menjawab, setelah itu guru memberikan penguatan atau penegasan atas jawaban yang telah disampaikan agar materi yang ditanya memeng benar-benar dapat dimengerti dan dikuasai oleh siswa secara baik dan tepat.
Metode ceramah yang digunakan diharapkan benar-benar menjadi pilihan yang tepat oleh guru dalam memaksimalkan proses pembelajaran terutama pada proses evaluasi pokok bahasan teori kinetik gas.
Setiap metode memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing, namun demikian guru berusaha memaksimalkan kelebihan dari setiap metode yang dipilih dan meminimalisir kelemahan yang dimiliki metode yang dipilih guru tersebut. Jika kelebihan metode ceramah adalah salah satunya adalah menonjolkan materi pokok yang harus dikuasai siswa dan guru dapat mengontrol keadaan kelas, maka ini dijadikan sebagai metode penguat yang baik dalam penyampaian materi teori kinetik gas, sedangkan kelemahannya yang diarasa dapat membuat siswa bosan dapat diatasi dengan latihan, dan bertanya langsung, yang merupakan bagian sintaks/langkah-langkah pembelajaran
Untuk itu melihat pemaparan tersebut di atas, guru merasa yakin metode ini telah tepat dipilih untuk menyampaikan dan menyajikan pokok bahasan teori kinetik gas, mengingat pokok bahasan ini lebih banyak menggunakan penerapan secara matematis dalam proses pembelajarannya.
Kesimpulan
Mengajar bukan hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran, akan tetapi suatu proses mengubah perilaku siswa sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Oleh sebab itu, dalam proses mengajar terdapat kegiatan membimbing siswa agar siswa berkembang sesuai dengan tugas-tugas perkembangannya, melatih keterampilan intelektual maupun keterampilan motorik sehingga siswa dapat dan berani hidup di masyarakat yang cepat berubah dan penuh persaingan, memotivasi siswa agar mereka dapat memecahkan berbagai persoalan hidup dalam masyarakat yang penuh tantangan dan rintangan, membentuk siswa yang memiliki kemampuan inovatif dan kreatif, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, seorang guru perlu memiliki kemampuan merancang dan mengimplementasikan berbagai strategi pembelajaran yang dianggap cocok dengan minat dan bakat serta sesuai dengan taraf perkembangan siswa termasuk di dalamnya memanfaatkan berbagai sumber dan media pembelajaran untuk menjamin efektivitas pembelajaran.
Dalam dunia pendidikan dikenal beberapa jenis teori belajar yang dirancang sebagai model untuk pembelajaran yang berasal dari temuan beberapa ahli psikologi dan pendidikan. Para ahli yang mendasarkan teori belajarnya terhadap hasil penelitian mencoba merumuskan konsep belajar dengan tujuan agar dapat mencerdaskan manusia mulai dikenal dengan konsep-konsep yang dikemukakannya, tentunya dengan argumentasi ilmiah mereka dalam hal yang mereka temukan tersebut. Teori belajar berindikasikan untuk mempengaruhi pembelajaran dan proses sebelumnya yang disebut perencanaan pembelajaran dapat berhasil efektif membelajarkan manusia.
Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan. Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan tingkah laku. Aktifitas mental itu terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari.
Aplikasi teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran, guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana kekompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatian perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.
Pendekatan yang berpusat pada guru menurut para pendukungnya adalah cara terbaik untuk mengajarkan keahlian dasar, yang membutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang terstruktur secara jelas (seperti dibutuhkan untuk pelajaran bahasa, membaca, matematika, dan sains). Jadi, dalam mengajarkan keahlian-keahlian dasar ini, pendekatan yang berpusat pada guru ini mungkin bisa dilakukan dengan mengajarkan secara eksplisit atau secara langsung aturan-aturan tata bahasa, kosakata, perhitungan matematika, dan fakta-fakta sains.
Pembelajaran langsung (direct intruction) merupakan suatu pola pembelajaran yang ditandai oleh penjelasan guru tentang konsep atau keterampilan baru terhadap kelas, pengecekan pemahaman mereka melalui tanya jawab dan latihan penerapannya, serta dorongan untuk terus memperdalam penerapannya di bawah bimbingan guru.
Pembelajaran yang dilakukan seperti dalam uraian Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, dan tujuan pembelajaran seperti di atas adalah pembelajaran yang menggunakan teori belajar kognitif, dengan menerapkan pendekatan yang bepusat pada guru (teacher-centred approaches), dan menggunakan model strategi pembelajaran langsung (direct instruction) yang bertujuan menggambarkan proses rincian dan penciptaan situasi lingkungan yang memungkinkan siswa berinteraksi sehingga terjadi perubahan atau perkembangan pada diri siswa, serta memakai metode ceramah, diskusi dan tanya jawab selama proses pembelajaran berlangsung.
Sumber Pustaka
_____________. Learning Theory and Learning Plan. http://defathya.multyply.com/journal/item/59. Diakses pada tanggal 24 April 2009 pukul 13.00 WIB.
_____________, Kontribusi dan Implikasi Teori Belajar dan Instruksional dalam teknologi Pendidikan. http://alfaned.blogspot.com/2008/10/kontribusi-dan-implikasi-teori-belajar.html Diakses pada tanggal 24 April 2009 pukul 13.00 WIB.
______________, Model Pembelajaran Langsung-Sekilas Pandang. http://ptkguru.wordpress.com/2008/05/06/model-pembelajaran-langsung-sekilas-pandang.html. Diakses pada 24 April 2009 pukul 13.00 WIB.
Arends, R.I, 2001. Learning to Teach. New York:Mc Graw Hill Companies, Inc.
Cooper, James M, 1990. Classroom Teaching Skill.Lexington, Massa-chusetts Toronto:D.C. Heath and Company.
Depdiknas, 2006. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Fisika. Jakarta:Departemen Pendidikan Nasional.
Hergenhahn dan Matthew H. Olson. 2008. Theories Of Learning. Jakarta:Kencana Prenada Media.
Kardi, S. dan Nur, M. 2000a. Pengajaran Langsung.Surabaya:Universitas Negeri Surabaya. University Press.
Kardi, S. dan Nur, M. 2000b. Pengajaran Langsung.Surabaya:Universitas Negeri Surabaya. University Press.
Mulyasa, 2008. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta:Bumi Aksara.
Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta:Kencana Prenada Media Group.
Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran. Jakarta:Kencana Prenada Media Group.
Santrock, John W. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta:Kencana Prenada Media Group.
Winataputra, Udin S. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:Universitas Terbuka.
Mata Pelajaran Fisika Pokok Bahasan Bab. 12 Teori Kinetik Gas di Kelas X Program Sistem Kredit Semester (SKS) High-Level Biologi-Kimia Semester 2
Sekolah Menengah Atas (SMA) Plus Negeri 17 Palembang*
Rosdiana**
Pendahuluan
Proses pembelajaran adalah merupakan suatu sistem. Dengan demikian, pencapaian standar proses untuk meningkatkan kualitas pendidikan (baca: proses pembelajaran) dapat dimulai dari menganalisis setiap komponen yang dapat membentuk dan mempengaruhi proses pembelajaran. Begitu banyak komponen yang dapat mempengaruhi kualitas pendidikan, namun demikian, tidak mungkin upaya meningkatkan kualitas dilakukan dengan memperbaiki setiap komponen secara serempak. Hal ini selain komponen-komponen itu keberadaannya terpencar, juga kita sulit menentukan kadar keterpengaruhan setiap komponen.
Komponen yang selama ini dianggap sangat mempengaruhi proses pendidikan adalah komponen guru. Hal ini memang wajar, sebab guru merupakan ujung tombak yang berhubungan langsung dengan siswa sebagai subjek dan objek belajar. Bagaimanapun bagus dan idealnya kurikulum pendidikan, bagaimanapun lengkapnya sarana dan prasarana pendidikan, tanpa diimbangi dengan kemampuan guru dalam mengimplementasikannya, maka semuanya akan kurang bermakna. Oleh sebab itu, untuk mencapai standar proses pendidikan, sebaiknya dimulai dengan menganalisis komponen guru, salah satunya dengan peningkatan profesional guru serta mengoptimalkan peran guru dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran bukan hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran, akan tetapi suatu proses mengubah perilaku siswa sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Oleh sebab itu, dalam proses mengajar terdapat kegiatan membimbing siswa agar siswa berkembang sesuai dengan tugas-tugas perkembangannya, melatih keterampilan intelektual maupun keterampilan motorik sehingga siswa dapat dan
*) Disampaikan di diskusi mata kuliah Teori Belajar dan Pembelajaran, tanggal 27 April 2009
**) Mahasiswa Program Studi Teknologi Pendidikan PPs UNSRI dengan NIM 20082013008
berani hidup di masyarakat yang cepat berubah dan penuh persaingan, memotivasi siswa agar mereka dapat memecahkan berbagai persoalan hidup dalam masyarakat yang penuh tantangan dan rintangan, membentuk siswa yang memiliki kemampuan inovatif dan kreatif, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, seorang guru perlu memiliki kemampuan merancang dan mengimplementasikan berbagai strategi pembelajaran yang dianggap cocok dengan minat dan bakat serta sesuai dengan taraf perkembangan siswa termasuk di dalamnya memanfaatkan berbagai sumber dan media pembelajaran untuk menjamin efektivitas pembelajaran (Sanjaya, 2008:14).
Dengan demikian seorang guru perlu memiliki kemampuan khusus. Kemampuan yang tidak mungkin dimiliki oleh orang yang bukan guru. “A teacher is person charged with the rresponbility of helping others to learn and to behave in new different ways” (James M. Cooper, 1990:26).
Itulah sebabnya guru adalah pekerjaan profesional yang membutuhkan kemampuan khusus hasil proses pendidikan yang dilaksanakan oleh lembaga pendidikan keguruan. Hal ini seperti yang diungkapkan Greta G. Morine-Dershimer, “A professional is a person who possesses some specialized knowledge and skills, can weigh alternatives and select from among a number of potentially productive actions one that is particulary appropriate in a given situation” (James M. Cooper, 1990:26).
Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai dengan bidang keahliannya,diperlukan tingkat keahlian yang memadai. Menjadi guru bukan hanya cukup memahami materi yang harus disampaikan, akan tetapi juga diperlukan kemampuan dan pemahaman tentang pengetahuan dan keterampilan yang lain, misalnya pemahaman tentang psikologi perkembangan manusia, pemahaman tentang teori-teori perubahan tingkah laku, kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar, kemampuan mendesain strategi pembelajaran yang tepat, termasuk kemampuan mengevaluasi proses dan hasil kerja. Oleh karena itu, seorang guru bukan hanya tahu tentang what to teach, akan tetapi juga paham tentang how to teach.
Belajar adalah sebuah proses yang terjadi pada manusia dengan berpikir, merasa, dan bergerak untuk memahami setiap kenyataan yang diinginkannya untuk menghasilkan sebuah perilaku, pengetahuan, atau teknologi atau apapun yang berupa karya dan karsa manusia tersebut. Belajar berarti sebuah pembaharuan menuju pengembangan diri individu agar kehidupannya bisa lebih baik dari sebelumnya. Belajar pula bisa berarti adaptasi terhadap lingkungan dan interaksi seorang manusia dengan lingkungan tersebut. Sedangkan makna perencanaan pembelajaran dapat diartikan sebagai upaya menentukan tujuan, metoda, isi, dan program yang akan diwujudkan dalam sebuah proses pembelajaran. Pentingnya perencanaan pembelajaran dapat kita simak dengan melihat pernyatanan Nana Sudjana (1989) dalam http://defathya.multiply.com/journal/item/59 sebagai berikut: Mengingat pelaksanaan Pembelajaran adalah mengkoordinasikan komponen-komponen pengajaran, maka isi perencanaan pun pada hakekatnya mengatur dan menetapkan komponen-komponen tersebut. Komponen yang dimaksud antara lain tujuan, bahan, metoda dan alat, serta evaluasi. Kemudian, pernyataan Slameto (1988:95) dalam http://defathya.multiply.com/journal/item/59 bahwa: “guru akan mengajar efektif bila selalu membuat perencanaan sebelum mengajar”. Sehingga perencanaan pembelajaran adalah sebuah alat menuju pelaksanaan pembelajaran di masa depan yang kita inginkan agar pembelajaran itu terjadi sesuai dengan keinginan perencana atau pendidik.
Lalu, dalam perencanaan pembelajaran perlu diperhatikan delapan faktor penting, yaitu:
1. Tujuan; untuk apa pembelajaran itu?
2. Meteri; apa isi pembelajaran?
3. Metoda; bagaimana prosedur (tatacara) pembelajaran itu?
4. Situasi; apa yang terjadi ada saat pembelajaran?
5. Media; apa saja alat atau fasilitas pembelajaran itu?
6. Pendidik; guru, fasilitator, mentor, dan lainnya
7. Peserta didik; peserta didik, murid, anak didik, dan lainnya.
8. Evaluasi; penilaian hasil pembelajaran.
Delapan faktor di atas harus ditentukan dalam sebuah rencana pembelajaran agar pembelajaran menjadi sebuah aktifitas yang komplit dan efektif.
Dalam dunia pendidikan dikenal beberapa jenis teori belajar yang dirancang sebagai model untuk pembelajaran yang berasal dari temuan beberapa ahli psikologi dan pendidikan. Para ahli yang mendasarkan teori belajarnya terhadap hasil penelitian mencoba merumuskan konsep belajar dengan tujuan agar dapat mencerdaskan manusia mulai dikenal dengan konsep-konsep yang dikemukakannya, tentunya dengan argumentasi ilmiah mereka dalam hal yang mereka temukan tersebut. Teori belajar berindikasikan untuk mempengaruhi pembelajaran dan proses sebelumnya yang disebut perencanaan pembelajaran dapat berhasil efektif membelajarkan manusia.
Sebagai masukan (Input) bahan perumusan rencana pembelajaran, maka teori belajar menjadi hal yang sangat penting dan dibutuhkan dalam merencanakan sebuah kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini, teori belajar menjadi bahan penentuan tujuan, metoda, isi, situasi, media, dan evaluasi yang diperlukan dalam pelaksanaan pembelajaran kelak yang sedang direncanakan. Teori belajar berperan dalam perencanaan pembelajaran sebagai hal berikut:
1. (Strategic Platform). Menjadi konsep bagi perumusan tujuan strategis dalam pembelajaran.
Sebuah teori belajar akan menentukan tujuan strategis sebuah pembelajran yang akan diberikan kepada peserta didik agar peserta didik mempunyai atau memeberikan suatu indicator strategis yang diinginkan oleh perencana pembelajaran. Tujuan Strategis yang diinginkan merupakan tujuan yang berdampak jangka panjang terhadap peserta didik. Oleh karena itu teori belajar terbaik dapat memainkan pengaruhnya terhadap penentuan tujuan tersebut. Misalnya tujuan strategis seperti, diharapkan peserta didik dapat memahami konsep hidup dengan sebenarnya dan mampu menampakkan indicator (salahsatunya) pemanfaatan waktu dengan baik dalam hidupnya. (Contoh, datang ke kelas tepat waktu).
2. (Model). Menjadi acuan pembelajaran yang akan dilaksanakan.
Teori belajar menjadi satu-satunya acuan pelaksanaan pembelajaran yang diterapkan kepada peserta didik dimana mereka akan belajar seperti teori belajar yang telah ditentukan dalam rencana pembelajaran. Dalam rencana pembelajaran, teori belajar tersebut akan mewarnai konsep belajar yang diinginkan oleh perencana tersebut karena ia merupakan model yang harus ditiru setelah dikenal dan dipahami manfaatnya. Misalnya, seorang guru mengetahui manfaat teori belajar konstruktivis dan mencoba membuat scenario pembelajaran yang sesuai dengan aliran kontruktivis. Namun, perlu diingat bahwa pembaharuan atau modifikasi pembelajaran dalam konteks pelaksanaan atau implementasi teori belajar harus dilakukan jika dibutuhkan oleh peserta didik dan ini dapat menghasilkan inovasi guru (bisa jadi muncul teori belajar baru).
3. (Evaluator). Menjadi konsep evaluasi pelaksanaan pembelajaran.
Teori belajar yang digunakan dalam pembelajaran dan pada perencanaan pembelajaran pun menjadi sebuah alat ukur atau pengawas terhadap keberlangsungan pembelajaran kelak. Sehingga di saat kita menggunakan sebuah teori belajar, maka evaluatornya adalah teori belajar itu sendiri menjadi alat untuk mengukur keberhasilan atau keseuaian pembelajaran yang dinyatakan kelak dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya, guru IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) menuliskan dalam rencana pembelajarannya mengenai cara mengevaluasi keberhasilan pembelajarannya dan evaluasi hasil belajar peserta didiknya sesuai dengan teori belajar konstruktivisme yang menekankan keberhasilan yang diantaranya ditandai dengan kemampuan peserta didik memahami, menganalisis, dan dapat mengaplikasikan sebuah konsep tentang menanam tumbuhan yang diberikan guru tersebut secara leraning by doing, melalui kegiatan menanam kacang kedelai dan pengamatan selama satu minggu terhadap pertumbuhan tanaman tersebut.
Dari uraian diatas, yang menjadi pusat perhatian dalam makalah ini, adalah memahami teori kognitif secara umum dan teori model pembelajaran langsung (direct instruction) serta metode pembelajaran yang digunakan dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yaitu metode ceramah, diskusi dan tanya jawab, kemudian akan dibahas juga mengenai analisis teori belajar kognitif dan model pembelajaran langsung (direct instruction) pada desain pembelajaran fisika pokok bahasan bab. 12 teori kinetik gas di kelas X program SKS standar level biologi-kimia semester 2 SMA Plus Negeri 17 Palembang.
Tujuan pembuatan makalah ini untuk mengetahui kesesuaian antara teori kognitif dan model pembelajaran langsung (direct instruction) serta metode pembelajaran ceramah, tanya jawab dan diskusi, pada desain pembelajaran fisika. Diharapkan dari pembahasan makalah ini akan memberikan pencerahan pemikiran dan wawasan kepada mahasiswa Teknologi Pendidikan yang mengikuti mata kuliah Teori Belajar dan Pembelajaran.
Teori-teori Belajar
Teori adalah sekumpulan dalil yang berkaitan secara sistematis yang menetapkan kaitan sebab akibat diantara variable yang saling bergantung. Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman. Perubahan yang dimaksud harus relatif permanen dan tetap ada untuk waktu yang cukup lama. Oleh karena itu sangat dibuuhkan teori-teori belajar. Kebutuhan akan teori adalah hal yang penting. Snelbecter dalam Ratna Wilis (1991:1) http://alfaned.blogspot.com/2008/10/kontribusi-dan-implikasi-teori-belajar.html berpendapat bahwa perumusan teori itu bukan hanya penting, melainkan vital bagian psikologi dan pendidikan untuk dapat maju, berkembang dan memecahkan masalah-masalah yang ditemukan dalam setiap bidang.
Untuk itu pemahaman tentang konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang bersifat teoritis dan telah diuji kebenarannya melalui ekspreimen sangat dibutuhkan. Kebutuhan akan hal tersebut melahirkan teori belajar. Teori belajar berhubungan dengan psikologi terutama berhubungan dengan situasi belajar. Teori belajar bersifat deskriptif dalam membicarakan proses belajar yang harus dilaksanakan untuk membicarakan masalah-masalah praktis didunia pendidikan (Snelbecker, 1974 dalam teori, 1997), dan Brunner (1964) dalam http://alfaned.blogspot.com/2008/10/kontribusi-dan-implikasi-teori-belajar.html mengemukakan bahwa teori belajar adalah deskriptif, artinya teori belajar mendeskripsikan terjadinya proses belajar.
Belajar merupakan ciri khas manusia yang membedakannya dengan binatang. Belajar yang dilakukan manusia merupakan bagian hidupnya dan berlangsung seumur hidup. Dalam belajar, si belajar yang lebih penting sebab tanpa si belajar tidak ada proses belajar. Oleh karena itu tenaga pengajar perlu memahami terlebih dahulu teori belajar, alasannya:
1. Membantu pengajar untuk memahami proses belajar yang terjadi didalam diri si belajar
2. Dengan kondisi ini pengajar dapat mengerti kondisi-kondisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi, memperlancar atau menghambat proses belajar
3. Mungkin pengajar melakukan prediksi yang cukup akurat tentang hasil yang dapat diharapkan pada suatu aktivitas belajar
4. Teori ini merupakan sumber hipotesis atau dugaan-dugaan tentang proses belajar yang dapat diuji kebenarannya melalui eksperimen atau penelitian, dengan demikian dapat meningkatkan pengertian seseorang tentang proses belajar mengajar
5. Hipotesis, konsep-konsep dan prinsip-prinsip ini dapat membantu si pengajar meningkatkan penampilannya sebagai seorang pengajar yang efektif
Belajar dianggap sebagai proses perubahan prilaku sebagai akibat dari pengalaman dan latihan. Hilgard mengungkapkan “Learning is the process by wich an activity originates or changed through training procedurs (wether in the laboratory or in the natural environment) as distinguished fromchanges by factors not atributable to training”. Bagi Hilgard, belajar itu adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan baik latihan di dalam laboratorium maupun dalam lingkungan alamiah (Sanjaya, 2008:112).
Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan. Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan tingkah laku. Aktifitas mental itu terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari.
Proses belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat. Artinya, proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang belajar tidak dapat kita saksikan. Kita hanya mungkin dapat menyaksikan dari gejala-gejala perubahan prilaku yang tampak. Misalnya, ketika seorang guru menjelaskan suatu materi pelajaran, walaupun sepertinya seorang siswa memerhatikan dengan seksama sambil mengangguk-anggukkan kepala, maka belum tentu yang bersangkutan belajar. Mungkin mengangguk-anggukkan kepala itu bukan karena ia memerhatikan materi pelajaran dan paham apa yang dikatakan guru, akan tetapi karena ia sangat mengagumi cara guru berbicara, atau mengagumi penampilan guru, sehingga ketika ia ditanya apa yang telah disampaikan guru, ia tidak mengerti apa-apa. Nah, siswa yang demikian pada hakikatnya tidak belajar, karena tidak menampakkan gejala-gejala perubahan tingkah laku. Sebaliknya, manakala ada siswa yang seakan-akan tidak memerhatikan, misalnya ia kelihatan mengantuk dengan menundukkan kepala dan tidak pernah memandang muka guru, belum tentu mereka tidak sedang belajar. Mungkin saja otak dan pikirannya sedang mencerna apa yang dikatakan guru, sehingga ketika ditanya ia bisa menjawab semua pertanyaan dengan benar. Nah, berdasarkan adanya perubahan prilaku yang ditimbulkannya, maka kita yakin bahwa sebenarnya ia sudah melakukan proses belajar. Belajar adalah proses perubahan tingkah laku. Kita perlu memahami secara teoritis bagaimana terjadinya perubahan prilaku itu.
Banyak teori membahas tentang terjadinya peubahan tingkah laku. Namun demikian, setiap teori berpangkal dari pandangan tentang hakikat manusia, yaitu hakikat manusia menurut pandangan John Locke dan hakikat manusia menurt Leibnitz.
Menurt John Locke dalam Sanjaya (2008:113), manusia itu merupakan organisme yang pasif. Dengan teori tabularasanya, Locke menganggap bahwa manusia itu seperti kertas putih, hendak ditulisi apa kertas itu sangat tergantung pada orang yang menulisnya. Dari pandangan yang mendasar tentang hakikat manusia itu, memunculkan aliran belajar behavioristik –elementeristik.
Berbeda dengan pandangan Locke, Leibnitz dalam Sanjaya (2008:113) menganggap bahwa manusia adalah organisme yang aktif. Manusia merupakan sumber daripada semua kegiatan. Pada hakikatnya manusia bebas untuk berbuat; manusia bebas untuk membuat suatu pilihan dalam setiapsituasi. Titik pusat kebebasan ini adalah kesadarannya sendiri. Menurut aliran ini tingkah laku manusia hanyalah ekspresi yang dapat diamati sebagai akibat dari eksistensi internal yang pada hakikatnya bersifat pribadi. Pandangan hakikat manusia menurut pandngan Leibnitz ini kemudian melahirkan aliran belajar kognitif-holistik.
Secara umum semua teori belajar dapat kita kelompokkan menjadi empat golongan atau aliran yaitu:
1. Teori Belajar Behavioristik
2. Teori Belajar Kognitivistik
3. Teori Belajar Humanistik
4. Teori Belajar Sibernetik
Berangkat dari konsep manusia yang berbeda, dalam menjelaskan terjadinya perilaku, menurut Sanjaya (2008:114) aliran teori belajar secara umum dibagi menjadi dua, yaitu aliran behavioristik-elemnteristik dan aliran kognitif holistik. Keduanya memiliki perbedaan. Perbedaan keduanya seperti tampak pada tabel dibawah ini:
Tabel.1
Perbedaan Aliran Behavioristik dan Kognitif
No Teori Belajar Behavioristik Teori Belajar Kognitif
1 Mementingkan pengaruh lingkungan Mementingkan apa yang ada dalam diri
2 Mementingkan bagian-bagian Mementingkan keseluruhan
3 Mengutamakan peranan reaksi Mengutamakan fungsi kognitif
4 Hasil belajar terbentuk secara mekanis Terjadi keseimbangan dalam diri
5 Dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu Tergantung pada kondisi saat ini
6 Mementingkan pembentukan kebiasaan Mementingkan terbentuknya struktur kognitif
7 Mementingkan pembentukan kebiasaan Mementingkan terbentuknya struktur kognitif
8 Memecahkan masalah-masalah dilakukan dengan cara trial and error Memecahkan masalah didasarkan kepada insight
Menurut aliran behavioristik, belajar pada hakikatnya adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap pancaindra dengan kecenderungan untuk bertindak atau hubungan antara Stimulus dan Respon (S-R). Oleh karena itu,teori ini juga dinamakan teori Stimulus-Respon. Belajar adalah upaya untuk membentuk hubungan stimulus dan respon sebanyak-banyanya.
Teori-teori belajar termasuk ke dalam kelompok behavioristik di antaranya dalam Sanjaya (2008:114):
1. Koneksionisme, dengan tokohnya Thorndike.
2. Classical Conditioning, dengan tokohnya Pavlop.
3. Operant Conditioning, yang dikembangkan oleh Skinner.
4. Systemic Behavior, yang dikembangkan Hull.
5. Contiguous Conditioning, yang dikembangkan oleh Guthrie.
Sedangkan, teori-teori yang termasuk ke dalam kelompok kognitif holistik di antaranya dalam Sanjaya (2008:115):
1. Teori Gestalt,dengan tokoknya kofka,Kohler, dan Wertheimer.
2. Teori Medan (Field Theory), dengan tokohnya Lewin.
3. Teori Organismik yang dikembangkan oleh Wheeler.
4. Teori Humanistik, dengan tokohnya Maslow dan Rogers.
5. Teori Konstruktivistik, dengan tokohnya Jean Piaget.
Teori Belajar Kognitif
Teori belajar kognitif memandang bahwa belajar bukan semata-mata proses perubahan tingkah laku yang tampak, melainkan sesuatu yang kompleks yang sangat dipengaruhi oleh kondisi mental siswa yang tidak tampak. Oleh karenanya, dalam pembelajaran di kelas seorang guru perlu memperhatikan kondisi siswa yang berhubungan dengan persepsi, perhatian, motivasi, dan lain-lainnya (Winataputra, 2008:3.1).
Prinsip teori psikologi kognitif adalah bahwa setiap orang dalam bertingkah laku dan mengerjakan segala sesuatu senantiasa di pengaruhi oleh tingkat-tingkat perkembangan dan pemahaman atas dirinya sendiri. Seseorang memiliki kepercayaan, ide-ide, dan prinsip-prinsip yang dipilih untuk kepentingan dirinya sendiri (Winataputra, 2008:3.3).
Teori belajar kognitif ini sangat erat hubungannya dengan teori psikologi kognitif. Dimana, aspek kognitifnya mempersoalkan bagaimana seseorang memperoleh pemahaman mengenai dirinya dan lingkungannya dan bagaimana ia berhubungan dengan lingkungan secara sadar. Sedangkan aspek psikologis membahas masalah hubungan atau interaksi antara orang dan lingkungan psikologisnya secara bersamaan. Psikologi menekankan pada pentingnya proses internal atau proses-proses mental.
Winataputra (2008:3.4), menurut teori belajar kognitif, belajar merupakan proses internal yang tidak dapat diamati secara langsung. Tujuan teori ini adalah :
1. Membentuk hubungan yang teruji, teramalkan dari tingkah laku orang-orang pada ruang kehidupan merekasendiri secara spesifik sesuai dengan situasi psikologinya.
2. Membantu guru untuk memahami orang lain, terutama muridnya dan membantu dirinya sendiri.
3. Mengkontruksikan prinsip-prinsip ilmiah yang dapat diterapkan dalam kelas dan untuk menghasilkan prosedur yang memungkinkan belajar menjadi produktif.
4. Teori belajar kognitif menjelaskan bagaimana seseorang mencapai pemahaman atas diri dan lingkungannya lalu menafsirkan bahwa diri dan lingkungannya merupakan faktor yang saling berkaitan.
Setiap pengertian yang diperoleh dari memahami diri sendiri dan lingkungannya disebut insight. Dalam teori belajar kognitif insight adalah pemahaman dasar yang dapat diaplikasikan pada beberapa situasi yang sama atau hampir sama. Dapat juga dikatakan, insight adalah pemahaman terhadap situasi secara mendalam. Insight terjadi dengan melihat kasus-kasus atau kejadian yang terpisah, kemudian menggeneralisasikannya sehingga timbul pemahaman (Winataputra, 2008:3.9).
Pemahaman seseorang secara kolektif merupakan struktur kognitif dari aspek ruang kehidupannya. Struktur kognitif itu sendiri adalah persepsi dari aspek psikologis, fisik, dan kehidupan sosial seseorang. Bila dikaitkan dengan siswa yang belajar maka struktur kognitif merupakan segala pengetahuan yang diperoleh dari kegiatan belajar di masa lalu dan proses belajar pada dasarnya suatu upaya untuk mengkaitkank pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang sudah dimiliki siswa. Dari proses belajar ini diharapkan akan terbentuk struktur kognitif yang baru yang lebih lengkap. Sehubungan dengan pandangan tersebut, supaya belajar lebih efektif, guru harus memperhatikannya secara lebih baik. Pada saat guru merancang program pembelajaran, kondisi siswa harus diperhatikan, begitu pula pada saat mengimplementasikan rancangan tersebut di dalam kelas, kondisi nyata kelas perlu diperhatikan dan dipertimbangkan.
Menurut Winataputra (2008:3.9), prinsip-prinsip dasar teori belajar kognitif dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Belajar merupakan peristiwa mental yang berhubungan dengan berpikir, perhatian, persepsi, pemecahan masalah, dan kesadaran.
2. Sehubungan dengan pembelajaran, teori belajar perilaku dan kognitif pada akhirnya sepakat bahwa guru harus memperhatikan perilaku siswa yang tampak, seperti penyelesaiak tugas rumah, hasil tes,disamping itu juga harus memperhatikan faktor manusia dan lingkungan psikologinya.
3. Ahli kognitif percaya bahwa kemampuan berpikir setiap orang tidak sama dan tidak tetap dari waktu ke waktu.
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang teori belajar kognitif, di bawah ini disajikan beberapa prinsip penerapan teori belajar kognitif menurut (Nasution, 1982) dalam Sanjaya (2008:121), yaitu :
1. Belajar itu berdasarkan keseluruhan
Teori belajar kognitif beranggapan bahwa keseluruhan itu lebih memiliki makna dari bagian-bagian. Bagian-bagian hanya berarti apabila ada dalam keseluruhan. Sebuah kata akan bermakna manakala ada dalam sebuah kalimat. Demikian juga kalimat akan memiliki makna apabila ada dalam suatu rangkaian karangan.
Makna dari prinsip ini adalah bahwa pembelajaran itu bukalah berangkat dari fakta-fakta, akan tetapi mesti berangkat dari suatu masalah. Melalui masalah itu siswa dapat mempelajari fakta.
2. Anak yang belajar merupakan keseluruhan
Prinsip ini mengandung pengertian bahwa membelajarkan anak itu bukanlah hanya mengembangkan intelektual saja, akan tetapi mengem-bangkan pribadi anak seutuhnya. Apa artinya kemampuan intelektual manakala tidak diikuti sikap yang baik atau tidak diikuti oleh pengembangan seluruh potensi yang ada dalam diri anak. Oleh karenanya mengajar itu bukanlah menumpuk memori anak dengan fakta-fakta yang lepas-lepas, tetapi mengembangkan keseluruhan potensi yang ada dalam diri anak.
3. Belajar berkat insight
Telah dijelaskan bahwa insight adalah pemahaman terhadap hubungan antar bagian di dalam suatu situasi permasalahan. Dengan demikian, belajar itu akan terjadio manakala dihadapkan kepadaaaa suatu persoalan yang harus dipecahkan. Belajar bukanlah mengahapal fakta. Melalui persoalan yang dihadapi itu akan akan mendapatkan insight yang sangat berguna untuk menghadapi setiap masalah.
4. Belajar berdasarkan pengalaman
Pengalaman adalah kejadian yang dapat memberikan arti dan makna kehidupan setiap perilaku individu. Belajar adalah melakukan reorganisasi pengalaman-pengalaman masa lalu yang secara terus-menerus disempurnakan. Apabila seorang anak kena api, maka kejadian itu akan memberikan pengalaman setelah ia mengolah, menghubungkan, dan menafsirkannya bahwa api merupakan sesuatu yang dapat menimbulkan rasa sakit, sehingga ia bisa menyimpulkan dan menentukan sikap bahwa api harus dihindari. Akan tetapi kemudian anak akan mereorganisasi pengalamannya bahwa api itu ternyata besar juga manfaatnya dan tidak selalu berbahaya. Inilah hakikat pengalaman. Dengan demikian, proses membelajarkan adalah proses memberikan pengalaman-pengalaman yang bermakna untuk kehidupan anak.
Menurut teori belajar kognitif, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati. Asumsi dasar teori ini adalah setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan dalam dirinya. Pengalaman dan pengetahuan ini tertata dalam bentuk struktur kognitif. Menurut teori ini proses belajar akan berjalan baik bila materi pelajaran yang baru beradaptasi secara klop dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa. Dalam perkembangan setidaknya ada tiga teori belajar yang bertitik tolak dari teori kognitivistik ini yaitu: Teori perkembangan piaget, teori kognitif Brunner dan Teori bermakna Ausubel. Ketiga teori ini dijabarkan dalam tabel dibawah ini:
Tabel.2
Pembagian Teori Belajar Kognitif
No Piaget Brunner Ausubel
1 Proses belajar terjadi menurut pola tahap-tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umur siswa
Proses belajar lebih ditentukan oleh karena cara kita mengatur materi pelajaran dan bukan ditentukan oleh umur siswa
Proses belajar terjadi jika siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan baru
2 Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap: Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap: Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap:
a. Asimilasi
b. Akomodasi
c. Equilibrasi a. Enaktif (aktivitas)
b. Ekonik (visual ver-bal)
c. Simbolik d. Memperhatikan sti-mulus yang dibe-rikan
e. Memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakan informasi yang su-dah dipahami
Prinsip kognitivisme banyak dipakai di dunia pendidikan antara lain:
1. Si belajar akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu.
2. Penyusunan materi pelajaran harus dari sederhana ke kompleks.
3. Belajar dengan memahami akan jauh lebih baik daripada dengan hanya menghafal tanpa pengertian penyajian.
Aplikasi teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran, guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana kekompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatian perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.
Teori Belajar Kognitivisme Ausubel (Belajar Bermakna)
David Ausubel mencurahkan perhatiannya pada pentingnya mengembangkan pontensi kognitif siswa melalui proses belajar bermakna (meanigful learning) dan belajar verbal yang dikenal dengan expository learning. Menurut Ausubel, pada dasarnya orang memperoleh pengetahuan melalui penerimaan, bukan melalui penemuan. Konsep-konsep, prinsip, dan ide-ide disajikan pada siswa akan diterima oleh siswa. Suatu konsep mempunyai arti b ila sama dengan ide yang telah dimiliki, yang ada dalam struktur kognitifnya. Agar konsep-konsep yang diajarkan berarti, harus ada sesuatu di dalam kesadaran siswa yang bisa disamakan. Sesuatu itu adalah “struktur kognitif”. Belajar bermakna adalah belajar yang disertai dengan pengertian. Belajar bermakna akan terjadi apabila informasi yang baru diterima siswa mempunyai kaitan dengan konsep yang sudah ada/diterima sebelum dan tersimpan dalam struktur kognitifnya. Informasi baru ini juga dapat diterima atau dipelajari siswa tanpa menghubungkannya dengan konsep atau pengetahuan yang sudah ada. Cara belajar seperti ini sering disebut belajar menghapal.
Asubuel mengklarifikasikan makna belajar kedalam dua dimensi seperti tampak pada gambar. Dimensi pertma berhubungan dengan cara bagaimana informasi atau melalui penemuan. Cara kedua berhubungan dengan bagaimana siswa dapat mengkaitkan informasi yang diterima dengan struktur kognitif yang sudah dimilikinya. Kedua dimensi itu tidak menunjukka dikotomi yang sederhana, tetapi lebih merupakan suatu kontinumm, sebagai tampak dalam gambar berikut.
Gambar. 1
Klarifikasi belajar menurut Ausubel dan Robinsin 1969,
dalam Ratna Wilis (1989: 111)
Menurut Ausubel, belajar penerimaan tidak sama dengan belajar hapalan. Belajar penerimaan dapat dibuat bermakna, yaitu dengan cara menjelaskann hubungan antara konsep-konsep.
Struktur kognitif didefinisikan sebagai struktur organisasional yang ada dalam ingatan seseorang yang mengintegrasikan unsur-unsur pengetahuan yang terpisah ke dalam suatu unit konseptual. Struktur kognitif berisi konsep-konsep yang telah tersusun secara hierarki dan tetap berada dalam kesadaran siswa. Konsep yang paling inklusif terletak diatas lalu berangsur-angsur pada konsep yang spesifik sampai pada yang terakhir.
Menurut Winataputra (2008:3.22), beberapa syarat/strategi tersebut diantaranya adalah dengan melakukan advance organizer, progresive differentiation, integrative reconciliation, dan consolidation.
Penggunaan advance organizers sebagai kerangka isi untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mempelajari informasi baru, karena berupa kerangka dalam bentuk abstraksi atau ringksan konsep–konsep dasar tentang apa yang dipelajari, dan hubungannya dengan materi yang telah ada dalam struktur kognitif siswa. Jika ditata dengan baik, advance organizers akan memudahkan siswa mempelajari materi pelajaran yang baru, serta hubungannya dengan meteri yang telah dipelajarinya.
Progresive differentiation menurut Ausubel adalah pengembangan konsep berlangsung paling baik bila dimulai dengan cara menjelaskan terlebih dahulu hal-hal umum terus sampai kepada hal-hal yang khusus dan rinci disertai dengan pemberian contoh-contoh.
Integrative rekonciliation menurut Ausubel guru menjelaskan dan menunjukkan secara jelas perbedaan dan persamaan materi yang baru dengan materi yang telah dijelaskan terlebih dahulu yang telah dikuasai siswa, dengan demikian siswa akan mengetahui alasan danmanfaat materi yang akan dijelaskan tersebut.
Consolidation menurut Ausubel guru memberikan pemantapan atas materi pelajaran yang telah diberikan untuk memudahkan siswa memahami dan mempelajari materi selanjutnya.
Dalam menerapkan teori Ausubel dalam pembelajaran, guru dianjurkan untuk mengetahui terlebih dahulu kondisi awal siswa. Hal ini sesuai dengan pandangan bahwa satu faktor sangat mempengaruhi belajar, yaitu pengetahuan yang telah diterima siswa. Pandangan Ausubel ini diharapkan menjadi kerangka berpikir dalam menenrapkan teori tersebut dalam belajar disamping memahami konsep dan prinsip-prinsip lain yang harus diperhatikan, yaitu adanya pengaturan awal, adanya proses diferensiasi progresif, rekonsiliasi integratif, dan belajar subordinat.
Dalam perkembangannya, belajar bermakna dapat diterapkan melalui berbagai cara pengajaran, misalnya pengajaran dengan menggunakan peta konsep.
Pendekatan Berpusat Pada Guru (Teacher-Centred Approaches)
Menurut Rosenshine (1986) dalam Santrock (2008:482) pendekatan yang berpusat pada guru menurut para pendukungnya adalah cara terbaik untuk mengajarkan keahlian dasar, yang membutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang terstruktur secara jelas (seperti dibutuhkan untuk pelajaran bahasa, membaca, matematika, dan sains). Jadi, dalam mengajarkan keahlian-keahlian dasar ini, pendekatan yang berpusat pada guru ini mungkin bisa dilakukan dengan mengajarkan secara eksplisit atau secara langsung aturan-aturan tata bahasa, kosakata, perhitungan matematika, dan fakta-fakta sains.
Menurut Santrock (2008:474) pendekatan yang berpusat pada guru akan berbicara tentang :
a. Mengorientasikan murid dan materi baru
Menurut Joyce dan Well (1996) dalam Santrock (2008:474), sebelum menyajikan dan menjelaskan materi baru, susunlah kerangka pelajaran dan orientasikan murid ke materi baru tersebut dengan cara (1) review aktivitas sehari sebelumnya, (2) diskusikan sasaran pelajaran, (3) beri instruksi yang jelas dan eksplisit tentang tugas yang harus dilakukan, dan (4) beri ulasan atas pelajaran untuk hari ini. Orientasi dan strukturisasi pada awal pelajaran itu memengaruhi perbaikan prestasi siswa.
b. Pengajaran, penjelasan dan demostrasi
Pengajaran dengan paparan atau ceramah, penjelasan dan demonstrasi adalah aktivitas yang biasa dilakukan guru dalam pendekatan yang berpusat pada guru ini. Periset telah menemukan bahwa guru yang efektif menghabiskan lebih banyak waktu untuk menerangkan dan mendemonstrasikan materi baru.
c. Pertanyaan dan diskusi
Diskusi dan pertanyaan perlu diintegrasikan ke dalam pendekatan yang berpusat pada guru, untuk merespon setiap kebutuhan siswa sembari menjaga minat dan perhatian kelompok. Juga, penting untuk mendistribusikan partisipasi luas sembari mempertahankan semangat belajar. Tantangan lainnya adalah mengajak siswa memberi kontribusi sambil mempertahankan fokus pada pelajaran.
d. Pembelajaran penguasaan materi
Pembelajaran satu konsep atau topik secaramenyeluruh sebelumpindah ke topik yang lebih sulit. Menurut Bloom (1971) dan Caroll (1963) dalam Santrock (2008:477), pendekatan pembelajaran penguasaan materi yang baik harus mengikuti prosedur sebagai berikut :
• Menyebutkan tugas atau pelajaran. Kembangkan sasaran intruksional yang tepat. Buat standar pengusaan (misalnya satandar murid kategori “A”)
• Bagilah pelajaran menjadi unit-unit pembelajaran yang berhubungan dengan sasaran intruksional
• Rancanglah prosedur instruksional dengan memasukkan umpan balik korektif ke murid jika mereka gagal menguasai materi level yang dapat diterima,misalnya 90 persen benar. Umpan balik kor4ektif bisa diberikan melalui materi pelengkap, tutoring, atau instruksi kelompok kecil
• Beri tes pada akhir unit pelajaran dan akhir pelajaran untuk mengevaluasi apakah murid sudah menguasai semua materi pada level yang dapat diterima.
e. Tugas di kelas
Tugas dikelas adalah menyuruh semua siswa atau sebagian besar siswa untuk belajar sendiri-sendiri di bangku mereka. Guru berbeda-beda dalam menggunakan pendekatan ini. Beberapa guru menggunakan setiap hari, tetapi ada juga yang jarang.
f. Pekerjaan rumah
Keputusan intruksional penting lainnya adalah seberapa banyak dan apa jenis pekerjaan rumah yang harus diberikan kepada siswa. Tugasnya haruslah yang pendek yang dapat diselesaikan dengan cepat, dan mempertimbangkan kegunaannya untuk menambah pengetahuan yang dipelajari di kelas. Pekerjaan rumah harus berhubungan dengan aktivitas kelas hari berikutnya agar pekerjaan rumah itu punya makna, serta pekerjaan rumah harus punya fokus. Menurut Cooper dan Valentine (2001) dalam Santrock (2008:481) pekerjaan rumah dapat menjadi alat yang bagus untukmeningkatkan pembelajaran terutama di SMP dan SMA, dengan catatan pantaulah pekerjaan rumah dan berisiswa umpan balik tentang pekerjaan rumah itu, sebisa mungkin libatkan orang tua mereka untuk membantu anak mereka.
Pendekatan yang berpusat pada guru bukannya tanpa kritik. Para pengkritik mengatakan bahwa pendekatan ini sering kali menghasilkan pembelajaran yang pasif dan tidak memberikan kesempatan yang cukup kepada murid untuk mengkronstruksi pengetahuan dan pemahaman. Mereka juga mengkritik pendekatan yang berpusat pada guru karena dipandang menghasilkan kelas yang terlalu kaku dan terstruktur ketat, kurang memperhatikan perkembangan sosioemosional, lebih menjurus ke pemberian motivasi dari luar ketimbang menumbuhkan motivasi dari dalam, terlalu banyak memberikan tugas tertulis, hanya sedikit memberi kesempatan untuk pembelajaran dunia nyata, dan terlalu sedikit pembelajaran kolaborasi dalam kelompok (Santrock, 2008:482).
Strategi Pembelajaran dengan Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)
Pemilihan model pembelajaran yang digunakan oleh guru sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan diajarkan, juga dipengaruhi oleh tujuan yang akan dicapai dalam pengajaran tersebut dan tingkat kemampuan peserta didik. Di samping itu pula setiap model pembelajaran selalu mempunyai tahap-tahap (sintaks) yang dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru. Antara sintaks yang satu dengan sintaks yang lain mempunyai perbedaan. Oleh karena itu guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai model pembelajaran, agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai setelah proses pembelajaran sehingga dapat tuntas seperti yang telah ditetapkan. Tetapi para ahli berpendapat bahwa tidak ada model pengajaran yang lebih baik dari model pengajaran yang lain (Kardi dan Nur, 2000b : 13).
Model pembelajaran adalah suatu desain yang menggambarkan proses rincian dan penciptaan situasi lingkungan yang memungkinkan siswa berinteraksi sehingga terjadi perubahan atau perkembangan pada diri siswa.
Model pembelajaran langsung (direct intruction) merupakan suatu pendekatan mengajar yang dapat membantu siswa dalam mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah. Pendekatan pembelajaran ini sering disebut Model Pembelajaran Langsung (Kardi dan Nur, 2000a :2).
Arends (2001:264) juga mengatakan hal yang sama yaitu :”A teaching model that is aimed at helping student learn basic skills and knowledge that can be taught in a step-by-step fashion. For our purposes here, the model is labeled the direct instruction model”. Apabila guru menggunakan model pembelajaran langsung (direct intruction) ini, guru mempunyai tanggung jawab untuk mengudentifikasi tujuan pembelajaran dan tanggung jawab yang besar terhadap penstrukturan isi/materi atau keterampilan, menjelaskan kepada siswa, pemodelan/mendemonstrasikan yang dikombinasikan dengan latihan, mem-berikan kesempatan pada siswa untuk berlatih menerapkan konsep atau keterampilan yang telah dipelajari serta memberikan umpan balik.
Model pembelajaran langsung (direct intruction) ini dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik, yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah. Hal yang sama dikemukakan oleh Arends (1997:66) bahwa: “The direct instruction model was specifically designed to promote student learning of procedural knowledge and declarative knowledge that is well structured and can be taught in a step-by-step fashion”.
Lebih lanjut Arends (2001:265) menyatakan bahwa: ”Direct instruction is a teacher-centered model that has five steps:establishing set, explanation and/or demonstration, guided practice, feedback, and extended practiceA direct instruction lesson requires careful orchestration by the teacher and a learning environment that businesslike and task-oriented”. Hal yang sama dikemukakan oleh Kardi dan Nur (2000a:27), bahwa suatu pelajaran dengan model pembelajaran langsung (direct intruction) berjalan melalui lima fase:
1. Penjelasan tentang tujuan dan mempersiapkan siswa
2. Pemahaman/presentasi materi ajar yang akan diajarkan atau demonstrasi tentang keterampilan tertentu
3. Memberikan latihan terbimbing
4. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik
5. Memberikan latihan mandiri.
Model pembelajaran langsung (direct intruction) diarahkan pada melatih individu menguasai kemampuan yang kompleks dengan tingkat ketepatan dan koordinasi yang tinggi. Sumbangan utama dari kelompok model pembelajaran ini adalah dalam pendefinisian dan analisis tugas.
Model pembelajaran langsung (direct intruction) dirancang dengan merumuskan keahlian yang akan dicapai dalam tugas, tugas yang besar dipecah menjadi sub tugas yang lebih. Untuk setiap sub tugas dirumuskan kecakapan dan keterampilan yang harus dikuasainya, serta kegiatan latihannya, yang menjamin penguasaan kecakapan tersebut, menjamin transfer ke kecakapan lain.
Pembelajaran langsung (direct intruction) merupakan suatu pola pembelajaran yang ditandai oleh penjelasan guru tentang konsep atau keterampilan baru terhadap kelas, pengecekan pemahaman mereka melalui tanya jawab dan latihan penerapannya, serta dorongan untuk terus memperdalam penerapannya di bawah bimbingan guru.
Pembelajaran langsung (direct intruction) merupakan proses pembelajaran yang terstruktur, berfokus pada ilmu, banyak diarahkan dan dikendalikan oleh guru, sehingga waktu lebih efisien.
Pembelajaran langsung (direct intruction) seringkali dianggap lebih sesuai dengan sifat ilmu yang dipelajari, seperti halnya kelompok mata pelajaran Basic Science. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa pengetahuan MIPA tersusun secara terstruktur yang memuat materi prasyarat dalam setiap langkah penyajiannya. Pembelajaran langsung (direct intruction) pada umumnya dirancang srcara khusus untuk mengembangkan aktivitas belajar di pihak siswa berkaitan dengan aspek pengetahuan prosedural serta pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik yang dapat dipelajari selangkah demi selangkah. Fokus utama dari pembelajarn ini adalah adanya pelatihan-pelatihan yang dapat diterapkan dari keadaan nyata yang sederhana sampai yang lebih kompleks.
Tabel.3
Fase pembelajaran dan Peran Guru dalam Pembelajaran Langsung
Fase pembelajaran Peran guru
Rumuskan tujuan dan orientasikan kepada kegiatan siswa Menjelaskan tujuan pembelajaran, informasi latar belakang, pentingnya materi ini dipelajari dan mempersiapkan siswa untuk belajar lewat pola latihan.
Demonstrasi pengetahuan
dan keterampilan Menampilkan kegiatan dengan demonstrasi keterrampilan atau menyajikan materi pembelajaran setahap demi setahap dengan mempertimbangkan strukturnya
Bimbingan latihan Menampilkan bentuk atau model untukpelatihan
awal.
Kontrol enguasaan di pihak siswa dan berikan umpan balik mengecek keberhasilan pelaksanaan tugas latihan apakah siswa telah berhasil dengan baik diteruskan dengan kegiatan untuk memperoleh balikan (tes, wawancara, pengamatan dan sebagainya).
Berikan kesempatan untuk pelatihan lan-jutan dan penerapan hasil latihan memberi kesempatan untuk pelatihan lanjutan yang fokusnya adalah penerapan pada situasi yang lebih kompleks dalam kehidupan nyata.
Untuk semua model di atas beberapa catatan yang penting antara lain :
1. Pendalaman materi secara individual dapat dilakukan di luar jam pelajaran, hal tersebut memilik dua keuntungan:
a. Siswa dapat mencari sumber belajar lebih luas (internet atau buku bacaan)
b. Waktu yang disediakan untuk kerja terstruktur dapat dimanfaatkan untuk diskusi kelompok dan presentasi hasil, sehingga lebih longgar.
2. Untuk lesson study, beberapa guru dapat memonitor dan mengevaluasi seluruh kegiatan dari awal sampai akhir, untuk selanjutnya dilakukan diskusi diluar jam sebagai bahan masukan untuk merevisi perncanaan program selanjutnya.
Metode Pembelajaran dengan Ceramah
Metode adalah cara yang digunakan untukmengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Ini berarti, metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Dengan demikian, metode dalam rangkaian sistem pembelajaran memegang peranan sangat penting. Keberhasilan implementasi strategi pembelajaran sangat bergantung pada cara guru menggunakan metode pembelajaran, karena syuatu strategi pembelajaran hanya mungkin dapat diimplementasikan melalui penggunaan metode pembelajaran (Sanjaya, 2008:147).
Banyak metode pembelajaran yang dapat dipergunakan oleh para guru untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, salah satunya metode ceramah. Metode ceramah dapat diartikan sebagai cara menyajikan pelajaran melalui penuturan secara lisan atau penjeasan secara langsung kepada sekelompok siswa (Sanjaya, 2008:147).
Agar metode ceramah berhasil, maka ada beberapa hal yang harus dilakukan, baik tahap persiapan maupun tahan pelaksanaan. Tahap persiapan menurut Sanjaya (2008:149) adalah dengan merumuskan tujuan yang ingin dicapai, menentukan pokok-pokok materi yang diceramahkan, dan mempersiapkan alat bantu. Tahap pelaksanaan menurut Sanjaya (2008:150) terdiri dari tiga langkah yang harus dilakukan yaitu langkah pembukaan, langkah penyajian, dan langkah mengakhiri atau menutup ceramah.
a. Langkah pembukaan
• Yakinkan bahwa siswa memahami tujuan yang akan dicapai
• Lakukan langkah apersepsi, yaitu langkah menghubungkan materi pelajaran yang lalu dengan materi pelajaran yang akan disampaikan
b. Langkah penyajian
• Menjaga kontak mata secara terus-menerus dengan siswa.
• Gunakan bahasa yang komunikatif dan mudah dicerna oleh siswa.
• Sajikan materi pelajaran secara sistematis, tidak meloncat-loncat, agar mudah ditangkap siswa
• Tanggapilah respon siswa dengan segera.
• Jagalah kelas tetap kondusif dan menggairahkan untuk belajar.
c. Langkah mengakhiri atau menutup ceramah
• Membimbing siswa untuk menarik kesimpulan atau merangkum materi pelajaran yang baru saja disampaikan.
• Merangsang siswa untukdapat menanggapi atau memberi semacam ulasan tentang materi pelajaran yang telah disampaikan.
• Melakukan evaluasi untuk mengetahui kemampuan siswa menguasai materi pelajaran yang baru saja disampaikan.
Ada beberapa alasan mengapa ceramah sering digunakan. Alasan ini sekaligus merupakan keunggulan metode ceramah. Menurut Sanjaya (2008:148) kelebihan metode ceramah antara lain :
a. Ceramah merupakan metode yang ‘murah’ dan ‘mudah’ untuk dilakukan.
b. Ceramah yang menyajikan materi pelajaran yang luas.
c. Ceramah dapat memberikan pokok-pokok materi yang perlu ditonjolkan.
d. Melalui ceramah, guru dapat mengontrol keadaan kelas.
e. Organisasi kelas dengan menggunakan ceramah dapat diatur menjadi lebih sederhana.
Disamping beberapa kelebihan diatas, ceramah juga memiliki beberapa kelemahan, menurut Sanjaya (2008:148) kelemahannya antara lain :
a. Materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah akan terbatas pada apa yang dikuasai guru.
b. Ceramah yang tidak disertai dengan peragaan dapat mengakibatkan terjadinya verbalisme.
c. Guru yang kurang memiliki kemampuan bertutur yang baik, ceramah sering dianggap sebagai metode yang membosankan.
d. Melalui ceramah, sangat sulit untuk mengetahui apakah seluruh siswa sudah mengerti apa yang dijelaskan atau belum.
Analisis Teori Belajar, Pendekatan, Model, dan Metode Pembelajaran Pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Mata Pelajaran Fisika Pokok Bahasan Bab. 12 Teori Kinetik Gas di Kelas X Program SKS Standar Level Biologi-Kimia Semester 2 SMA Plus Negeri 17 Palembang
Pada Standar Kompetensi (SK) : Menerapkan konsep dan prinsip kalor, konservasi energi, dan sumber energi dengan berbagai perubahannya dalam mesin kalor dengan Kompetensi Dasar (KD) : Menganalisis persamaan umum gas ideal, menurunkan rumusan energi kinetik rata-rata tiap partikel, serta menurunkan prinsip ekuipartisis energi. Adapun indikator yang akan dipelajari adalah memformulasikan hukum Boyle-Gay Lussac, memformulasikan asas ekuipartisi energi, memformulasikan energi dan kecepatan rata-rata partikel untukgerak translasi, rotasi dan vibrasi, dan menerapkan hukum-hukum fisika untuk gas ideal pada persoalan fisika sehari-hari. Kemudian terurai menjadi tujuan pembelajaran sebagai berikut :
a. Menyebutkan definisi massa molekul dan mol
b. Menuliskan secara matematis persamaan hukum Boyle
c. Menuliskan secara matematis persamaan hukum Charles-Gay-Lussac
d. Menuliskan penurunan persamaan umum gas ideal
e. Menuliskan anggapan dasar tentang sifat-sifat gas ideal
f. Menuliskan penurunan rumus tekanan gas dalam ruang tertutup
g. Menuliskan secara matematis hubungan tekanan gas dan energi kinetik
h. Menuliskan persamaan hubungan suhu dan energi kinetik rata-rata molekulgas
i. Menuliskan secara matematis persamaan kelajuan efektif gas
j. Menuliskan secara matematis perbandingan kelajuan efektif berbagai gas
k. Menentukan kecepatan efektif gas dari tekanannya
l. Menyebutkan pernyataan umum dari teorema ekipartisis energi
m. Menyebutkan derajat kebebasan molekul gas monoatomik
n. Menyebutkan derajat kebebasan molekul gas diatomik
o. Menuliskan secara matematis persamaan energi dalam gas (monoatomik dan diatomik)
Pembelajaran yang dilakukan seperti dalam uraian Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, dan tujuan pembelajaran seperti di atas adalah pembelajaran yang menggunakan teori belajar kognitif, dengan menerapkan pendekatan yang bepusat pada guru (teacher-centred approaches), dan menggunakan model strategi pembelajaran langsung (direct instruction) yang bertujuan menggambarkan proses rincian dan penciptaan situasi lingkungan yang memungkinkan siswa berinteraksi sehingga terjadi perubahan atau perkembangan pada diri siswa, serta memakai metode ceramah selama proses pembelajaran berlangsung.
A. Analisis Teori Belajar Kognitivistik
Pembelajaran dalam uraian Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tersebut diatas menggunakan teori belajar kognitivistik, karena teori belajar kognitivistik berprinsip: belajar merupakan peristiwa mental yang berhubungan dengan berpikir, perhatian, persepsi, pemecahan masalah, dan kesadaran, untuk itu pokok bahasan ini materinya lebih banyak menggunakan persamaan secara matematis, maka perlunya perhatian siswa dalam mempersepsikan materi, dan memecahkan permasalahan yang ditawarkan oleh soal-soal yang berhubungan dengan teori kinetik gas.
Pada teori kognitif dalam pembelajaran, diharapkan para guru harus memperhatikan perilaku siswa yang tampak, seperti penyelesaian tugas rumah, hasil tes, disamping itu juga harus memperhatikan faktor manusia dan lingkungan psikologinya, artinya setiap tindak tanduk yang berhubungan dengan proses pembelajaran baik didalam kelas ataukah berupa penugasan, harus dibuat untuk melatih proses berpikir, pemecahan masalah dan kesadaran. Untuk itu guru haruslah memperhatikan sfaktor-faktor yang berhubungan dengan siswa dan lingkungannya, sebagai bentuk perhian untukpembentukan mental siswa.
Ahli kognitif percaya bahwa kemampuan berpikir setiap orang tidak sama dan tidak tetap dari waktu ke waktu, artinya setiap waktu ke waktu dalam proses pembelajaran guru harus melihat perkembangan siswa terutama dalam penguasaan materi pembelajaran yang harus dikuasai oleh siswa pada pokok bahasan teori kinetik gas.
Proses pembelajaran teori kinetik gas disini haru mengacu pada prinsip berlajar berdasarkan keseluruhan dan pengalaman, maka untuk mendapatkan keseluruhan materi pengalaman yang harus dimiliki siswa pada teori belajar kjognitif adalah dengan seringnya melakukan latihan-latihan menyelesaikan soal-soal yang berhubungan dengan pokok bahasan teori kinetik gas.
Aplikasi teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran, guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, artinya setiap siswa akan dengan bertahap memahami materi yang diberikan guru, karena itulah proses kognitif yang sedang berlangsung, untuk itu keaktifan siswa sangat dipentingkan, bagaimana siswa akan aktif bergantung dari guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana kekompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatian perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.
B. Analisis Pendekatan Berpusat Pada Guru (Teacher-Centred Approaches)
Pada proses pembelajaran ini mengapa dipilih pendekatan yang berpusat pada guru, karena mengingat materi ini lebih banyak menggunakan penerapan perhitungan secara matematis, sesuai uraian pada pembahasan pendekatan berpusat pada guru bahwa materi yang lebih kepada perhitungan matematis sangat cocok digunakan pendekatan yang berpusat pada guru, untuk menekankan fokus materi yang akan dipelajari.
Sesuai uraian menurut Santrock (2008:474) pendekatan yang berpusat pada guru akan berbicara tentang :
1. Mengorientasikan murid dan materi baru
Guru menyusun kerangka pelajaran materi pada pokok bahsan teori kinetik gas, dengan memberikan instruksi yang jelas tentang tugas-tugas yang harus dilakukan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Persiapan ini sangat penting terutama terstruktur sejak awal untuk mempengaruhi pretasi siswa yang terorientasi pada materi yang akan dibahas.
2. Pengajaran, penjelasan dan demostrasi
Pada pokok bahasan teori kinetik gas yang dibahas berikut ini, pengajarannya dengan menggunakan paparan atau ceramah, penjelasan dan demonstrasi adalah aktivitas yang biasa dilakukan guru dalam pendekatan yang berpusat pada guru ini. Mengapa dengan ceramah, karena pengejaran ini dirasakan oleh guru (baca; penulis) sebagai bentuk yang efektif untuk disampaikan. Mengingat pendekatan yang berpusat pada guru adalah bentuk aktivitas pembelajaran yang berawal dari instruksi dan penjelasan guru.
3. Pertanyaan dan diskusi
Diskusi dan pertanyaan perlu diintegrasikan ke dalam pendekatan yang berpusat pada guru, untuk merespon setiap kebutuhan siswa, ketika pejnelasan materi dirasakan sulit dipahami oleh siswa, siswa bisa langsung menanyakan kepada guru, dan guru dapat mengarahkan siswa untuk tetap fokus pada palajaran.
4. Pembelajaran penguasaan materi
Agar siswa dapat menguasai materi secara baik, maka guru membuat standar penguasaan terhadap pokok bahasan teori kinetik gas dan diyakinkan oleh guru agar konsep tersebut dapat dikuasai dengan baik oleh siswa sebelum pindah ke topik selanjutnya. Disini guru membagi unit-unit materi yang harus dikuasai siswa, dan arahkan pembelajaran dengan siswa mau berdiskusi dengan teman sebangkunya ketika menemukan soal-soal yang sulit dimengerti setelah dijelaskan oleh guru, dan secara individu siswa dipantau mengerjakan beberapa soal-soal terkait dengan materi pelajaran, dan untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa diberikan evaluasi berupa tes ulangan harian.
5. Tugas di kelas
Tugas dikelas ini dibuat oleh guru dan dinamakan dengan dengan tugas terstruktur, jika pada setiap pertemuan tugas terstrukturnya adalah soal-soal yang telah ada didalam modul. Sedangkan tugas terstruktur akhir berupa soal-soal yang telah tersusun secara sistematis yang dibuat oleh guru dimana soal-soal ini berhubungan dengan pokok bahasan teori kinetik gas, soal-soal tersebut dapat dikerjakan secara individu, ataupun berdiskusi dengan teman yang telah memahami atau menguasai materi teori kinetik gas.
6. Pekerjaan rumah
Tugas pekerjaan rumah yang dikerjakan siswa adalah tugas evaluasi bab 12 teori kinetik gas yang terdiri dari soal pilihan ganda dan soal essai. Dimana disetiap pertemuan materi yang diberikan guru maka soalitulah yang dikerjkan siswa dirumah, artinya pada setiap pertemuan maksimal siswa mengerjakan soal sebanyak 3 – 4 soal, apakah itu pilihan ganda ataukah essai.
Setiap uraian dalam pendekatan yang berpusat pada guru adalah langkah untuk memudahkan guru memberikan tindakan dalam proses pembelajaran, dengan harapan sesuai dengan keinginan dari pendekatan berpusat pada guru adalah efektivitas pembelajaran.
C. Analisis Strategi Pembelajaran dengan Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)
Mengapa pokok bahasan teori kinetik gas menggunakan model pembelajaran langsung (direct intruction), karena pemilihan model pembelajaran ini sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan diajarkan yang bersifat perhitungan atau penerapan matematis dalam proses pembelajaran, juga dipengaruhi oleh tujuan yang akan dicapai dalam pengajaran yaitu penguasan materi dengan baik dan benar terutama penyelesaian soal-soal yang berhubungan dengan perhitungan matematis, dan tingkat kemampuan peserta didik yang cenderung lebih mengerti memahami materi pelajaran yang bersifat perhitungan matematis dengan menerimapenjelasan dari guru dan langsung menerapkannya dalam penyelesaian soal-soal.
Di samping itu pula setiap model pembelajaran langsung (direct instruction) ini dipilih karena dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tahap-tahap (sintaks) yang dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru telah dibuat dan disusun sedemikan rupa, agar tujuan pembelajaran secara tertulis yang diinginkan guru mengacu pada pedoman silabus dapat dikuasai siswa dengan tepat. Antara sintaks yang satu dengan sintaks yang lain mempunyai perbedaan, namun memiliki hubungan yang erat untuk membelajarkan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran yang telah dirancang oleh guru. Oleh karena itu penguasaan guru terhadap materi dan tahapan (sintaks) haruslah tepat agar penerapan modelpembelajaran yang telah dipilih guru untuk pokok bahasan teori kinetik gas ini adalah pilihan yang tepat adanya, walaupun guru mengetahui tidak ada model pembelajaran yang lebih baik dari model pembelajaran yang lainnya, hanya saja bagaimana pilihan model pembelajaran yang dipilih oleh guru merupakan pilihan yang tepat untuk pokok bahasan yang disampaikan atau yang akan dibahas dalam proses pembelajarn agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai secara maksimal.
Model pembelajaran langsung (direct intruction) merupakan suatu pendekatan mengajar yang dapat membantu siswa dalam mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah. Untuk itu langkah-langkah yand dipilih guru dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan langkah yang memang sesuai dengan model pembelajarn langsung, dimana komunikasi aktif antara guru dan siswa langsung terarah pada tujuan yang ingin dicapai, maksimalitas model pembelajaran ini dalah dengan pemilihan metode dan pendekatan yang tepat agar model pembelajaran ini memang benar-benar baik untuk pokok bahasan yang dibahas guru saat ini.
Dalam pembalajaran langsung (direct instruction) memiliki lima fase yang harus dijalankan dalam setiap tahapan (sintaks) yang dilakukan guru, seperti berikut:
1. Penjelasan tentang tujuan dan mempersiapkan siswa
Disini guru telah membuat tujuan pembelajaran di dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disampaikan kepada siswa pada awal proses pembelajaran, satu hal yang baik, bahwa modul yang dirancang oleh team teaching fisika SMA Plus Negeri 17 Palembang setiap pokok bahasan telah diberikan tujuan pembelajaran pokok bahasan tersebut, demikian pula untuk pokok bahasan teori kinetik gas. Setelah memberikan informasi tentang tujuan pembelajaran yang harus dicapai siswa pada proses pembelajaran yang akan berlangsung guru mempersiapkan siswa untukmengikuti materi pembelajaran dengan menginstruksikannya kepada siswa.
2. Pemahaman/presentasi materi ajar yang akan diajarkan atau demonstrasi tentang keterampilan tertentu
Pada pembelajaran langsung (direct instruction), guru langsung memnjelaskan materi yang ingin dicapai siswa sesuai tujuan pembelajaran yang telah disusun guru sebelumnya, bisa dengan mendemonstrasikan keterampilan yang dimiliki siswa, terkait hubungannya dengan metode yang dipilih guru, maka keterampilan bertanya, dan berdiskusi diharapakan dapat dilakukan siswa sesuai dengan arahan langsung dari guru.
3. Memberikan latihan terbimbing
Pada setiap pertemuan guru memberikan latihan terbimbing, yang soalnya telah ada didalam modul pembelajaran, dimana ketika siswa menemukan kesulitan dalam menjawab, maka guru dapat mempersilakan siswa bertanya langssung ke siswa yang telah paham, atau mengerjakan soal yang dirasa mampu untukdikerjakan siswa secara mandiri terlebih dahulu, baru kemudian, dengan klasikal guru menjelaskan materi yang tidak dapat dimengerti siswa.
4. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik
Untuk dapat mengetahui pemahaman siswa, guru dapat mengoreksi latihan terbimbing secara bergantian, atau keliling kelas, sehingga secara general guru dapat mengetahui siapa siswa yang paham dan belum, untuk menambah pemahamansiswa guru memberikan umpan balikdengan penugasan dirumah tentang materi dan soal yang terkait dengan penjelasan yang diberikan pada proses pembelajaran berlangsung.
5. Memberikan latihan mandiri.
Dalam latihan mandiri, guru memberikan tugas terstruktur tentang penguasan konsep dalam bentuk latihan tugas, yang telah disusun guru sebagai bentuk penilaian tentang penguasaan materi dari guru, latihan ini dapat dikerjakan secara individu ataupun secara berdiskusi kecil dengan tema-teman yang memang telang menguasai materi secara baik.
Semua fase yang telah dilalui sebagai bentuk tahapan (sintaks) pembelajaran langsung (direct instruction) ini harapan akhirnya dalah pencapaian tujuan pembelajaran. Model ini sekali lagi dipilih oleh guru untuk pokok bahasan teori kinetik gas, karena memang model ini yang dirasa tepat untuk jenis materi pelajaran yang berhubungan dengan perhitungan secara matematis.
D. Analisis Metode Pembelajaran dengan Ceramah
Dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pokok bahasan teori kinetik gas kali ini menggunakan metode pembelajaran ceramah karena metode ini dirasakan tepat untuk dapat menyampaikan materi pembelajaran agar tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dapat dikuasai siswa secara baik dan tepat.
Metode ceramah digunakan untuk menyampaikan materi yang telah disusun dalam langkah-langkah pembelajaran di dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), pada saat materi disampaikan secara ceramah, jika siswa bertanya maka dapat langsung direspon oleh guru pada proses pembelajaran, dan guru dapat mempersilakan siswa yang tahu dan mengerti untuk menjawab, setelah itu guru memberikan penguatan atau penegasan atas jawaban yang telah disampaikan agar materi yang ditanya memeng benar-benar dapat dimengerti dan dikuasai oleh siswa secara baik dan tepat.
Metode ceramah yang digunakan diharapkan benar-benar menjadi pilihan yang tepat oleh guru dalam memaksimalkan proses pembelajaran terutama pada proses evaluasi pokok bahasan teori kinetik gas.
Setiap metode memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing, namun demikian guru berusaha memaksimalkan kelebihan dari setiap metode yang dipilih dan meminimalisir kelemahan yang dimiliki metode yang dipilih guru tersebut. Jika kelebihan metode ceramah adalah salah satunya adalah menonjolkan materi pokok yang harus dikuasai siswa dan guru dapat mengontrol keadaan kelas, maka ini dijadikan sebagai metode penguat yang baik dalam penyampaian materi teori kinetik gas, sedangkan kelemahannya yang diarasa dapat membuat siswa bosan dapat diatasi dengan latihan, dan bertanya langsung, yang merupakan bagian sintaks/langkah-langkah pembelajaran
Untuk itu melihat pemaparan tersebut di atas, guru merasa yakin metode ini telah tepat dipilih untuk menyampaikan dan menyajikan pokok bahasan teori kinetik gas, mengingat pokok bahasan ini lebih banyak menggunakan penerapan secara matematis dalam proses pembelajarannya.
Kesimpulan
Mengajar bukan hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran, akan tetapi suatu proses mengubah perilaku siswa sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Oleh sebab itu, dalam proses mengajar terdapat kegiatan membimbing siswa agar siswa berkembang sesuai dengan tugas-tugas perkembangannya, melatih keterampilan intelektual maupun keterampilan motorik sehingga siswa dapat dan berani hidup di masyarakat yang cepat berubah dan penuh persaingan, memotivasi siswa agar mereka dapat memecahkan berbagai persoalan hidup dalam masyarakat yang penuh tantangan dan rintangan, membentuk siswa yang memiliki kemampuan inovatif dan kreatif, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, seorang guru perlu memiliki kemampuan merancang dan mengimplementasikan berbagai strategi pembelajaran yang dianggap cocok dengan minat dan bakat serta sesuai dengan taraf perkembangan siswa termasuk di dalamnya memanfaatkan berbagai sumber dan media pembelajaran untuk menjamin efektivitas pembelajaran.
Dalam dunia pendidikan dikenal beberapa jenis teori belajar yang dirancang sebagai model untuk pembelajaran yang berasal dari temuan beberapa ahli psikologi dan pendidikan. Para ahli yang mendasarkan teori belajarnya terhadap hasil penelitian mencoba merumuskan konsep belajar dengan tujuan agar dapat mencerdaskan manusia mulai dikenal dengan konsep-konsep yang dikemukakannya, tentunya dengan argumentasi ilmiah mereka dalam hal yang mereka temukan tersebut. Teori belajar berindikasikan untuk mempengaruhi pembelajaran dan proses sebelumnya yang disebut perencanaan pembelajaran dapat berhasil efektif membelajarkan manusia.
Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan. Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan tingkah laku. Aktifitas mental itu terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari.
Aplikasi teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran, guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana kekompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatian perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.
Pendekatan yang berpusat pada guru menurut para pendukungnya adalah cara terbaik untuk mengajarkan keahlian dasar, yang membutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang terstruktur secara jelas (seperti dibutuhkan untuk pelajaran bahasa, membaca, matematika, dan sains). Jadi, dalam mengajarkan keahlian-keahlian dasar ini, pendekatan yang berpusat pada guru ini mungkin bisa dilakukan dengan mengajarkan secara eksplisit atau secara langsung aturan-aturan tata bahasa, kosakata, perhitungan matematika, dan fakta-fakta sains.
Pembelajaran langsung (direct intruction) merupakan suatu pola pembelajaran yang ditandai oleh penjelasan guru tentang konsep atau keterampilan baru terhadap kelas, pengecekan pemahaman mereka melalui tanya jawab dan latihan penerapannya, serta dorongan untuk terus memperdalam penerapannya di bawah bimbingan guru.
Pembelajaran yang dilakukan seperti dalam uraian Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, dan tujuan pembelajaran seperti di atas adalah pembelajaran yang menggunakan teori belajar kognitif, dengan menerapkan pendekatan yang bepusat pada guru (teacher-centred approaches), dan menggunakan model strategi pembelajaran langsung (direct instruction) yang bertujuan menggambarkan proses rincian dan penciptaan situasi lingkungan yang memungkinkan siswa berinteraksi sehingga terjadi perubahan atau perkembangan pada diri siswa, serta memakai metode ceramah, diskusi dan tanya jawab selama proses pembelajaran berlangsung.
Sumber Pustaka
_____________. Learning Theory and Learning Plan. http://defathya.multyply.com/journal/item/59. Diakses pada tanggal 24 April 2009 pukul 13.00 WIB.
_____________, Kontribusi dan Implikasi Teori Belajar dan Instruksional dalam teknologi Pendidikan. http://alfaned.blogspot.com/2008/10/kontribusi-dan-implikasi-teori-belajar.html Diakses pada tanggal 24 April 2009 pukul 13.00 WIB.
______________, Model Pembelajaran Langsung-Sekilas Pandang. http://ptkguru.wordpress.com/2008/05/06/model-pembelajaran-langsung-sekilas-pandang.html. Diakses pada 24 April 2009 pukul 13.00 WIB.
Arends, R.I, 2001. Learning to Teach. New York:Mc Graw Hill Companies, Inc.
Cooper, James M, 1990. Classroom Teaching Skill.Lexington, Massa-chusetts Toronto:D.C. Heath and Company.
Depdiknas, 2006. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Fisika. Jakarta:Departemen Pendidikan Nasional.
Hergenhahn dan Matthew H. Olson. 2008. Theories Of Learning. Jakarta:Kencana Prenada Media.
Kardi, S. dan Nur, M. 2000a. Pengajaran Langsung.Surabaya:Universitas Negeri Surabaya. University Press.
Kardi, S. dan Nur, M. 2000b. Pengajaran Langsung.Surabaya:Universitas Negeri Surabaya. University Press.
Mulyasa, 2008. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta:Bumi Aksara.
Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta:Kencana Prenada Media Group.
Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran. Jakarta:Kencana Prenada Media Group.
Santrock, John W. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta:Kencana Prenada Media Group.
Winataputra, Udin S. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:Universitas Terbuka.
Langganan:
Postingan (Atom)