oleh Dina Rosdiana
18 Februari 2010 jam 11:38
Go A Head ... Yakin Usaha Sampai |
Tulisan ini kuhadiahkan untuk diriku sendiri dan terkhusus untuk kalian semua yang berdedikasi tinggi dalam menggapai cinta-Nya. Terima kasih telah mau menjadi bagian dalam perjalananku hingga hari ini ... ku yakin keindahan hari esok akan ku raih dan ku nikmati bersama cintaku dan seluruh sahabat-sahabatku yang juga mencintaiku. I love you all ...! Selamat membaca.
Kisah bermula dari kepenatan hati ketika melihat kenyataan yang berbeda dengan idealitas yang selama ini kupelajari, jika dunia kerja adalah tempat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh sebelumnya, mengapa semua ternyata bertolak belakang? Ini yang terus menghantui pikiran ku dan menjadi berat kurasakan untuk mampu bertahan. Namun ... aku beruntung berada di sekeliling orang-orang yang menyayangiku, yang selalu memberikan motivasi dan energi positif untuk aku terus berpikir besar, besar, dan besar.
Cerita diawali ketika teman hidupku mengatakan satu hal yang mengejutkan ku ... “kemana tulisanmu terkait dengan pembejaran quantum?” katanya berulang-ulang kepadaku. Aku bingung maksudnya apa? Selang beberapa hari iapun mulai kembali menanyakan hal yang serupa, pertanyaan hati yang tak sempat terjawab itu akhirnya kuutarakan kepadanya, jawabnya sederhana “kembali belajar dari tulisan itu, kembalilah mengingat memory yang sempat ingin kau simpan terlalu jauh, kembali untuk dapat menikmati tulisan itu yang mampu mebuatmu akan menikmati hidup ini dengan penuh kebahagian dan kecintaan”. Oh ... akupun mencoba membuka tumpukan buku yang ada dirak bukuku akhirnya kutemukan tulisan itu ... kucoba membacanya dengan hikmah, tanpa kusadari air mata inipun menetes membasahi pipiku, yang juga telah membasahi sebagian relung hati ini, ternyata aku telah jauh, dan jauh dari rasa yang akan menghadirkan kekuatan dalam hidupku sesungguhnya yaitu kebersyukuran yang bermakna.
Saat-saat memori otakku mengingat apa yang telah kulalui dan terjadi aku seperti ingin menjerit dan mengatakan “terima kasih Ya Allah” atas semua ini, tidak layak aku untuk mengeluh dan meratapi mengapa ini terjadi padaku, karena sesungguhnya inilah kebaikan yang sebenarnya tepat untuk ku, bukan untuk mereka ataupun yang lainnya. Sebab fitra manusia adalah “ciptaan yang sempurna” maka akupun tidak perlu berusaha meraih kesempurnaan, karena tidak ada ukuran kesempurnaan yang berlaku universal. Sempurna buatku belum tentu untuk orang lain dan begitupun sebaliknya. Hanya Allah yang tahu tentang kesempurnaan itu. Lakukan saja yang terbaik yang bisa kulakukan dan ikhlaskan hasilnya pada Allah. Biarkanlah sejarah yang mencatat hasil pekerjaan ku. Sejarah selalu membantu, menyempurnakan dan memaafkan orang-orang yang ikhlas dalam bekerja. Aku syukuri dan nikmati sepenuh hidup, dan aku percalah bahwa semua kejadian sudah sempurna seperti apa adanya. Inilah langkah pertama ku berpikir, ketika aku hampir menjauh dari orbit lintasanku, jika aku adalah salah satu planet dalam jagad raya yang fokus orbitnya adalah matahari, maka aku harus tetap ada dalam orbit itu jika aku tidak ingin mengacuakan lintasan lain yang justru berakibat fatal timbulnya kehancuran yang maha dasyat. Untuk itu jika aku adalah pribadi yang memiliki orbit lintasan yaitu hati, maka aku tidak boleh menghancurkan hati yang telah diberikan potensi anggukan universal, yang ketika ku tolak itu maka aku mengkiamatkan diriku sendiri, ini tidak boleh ....!
Awalnya ketika aku tidak menerima keadilan “menurut penilaianku” dimana teman-temanku bisa dengan mudahnya mempermainkan sistem dengan nilai material (baca: uang), aku berontak dengan keras, aku marah dan bertutur keras kepada dua sosok yang kupercaya dialah teman hidupku dan kakak ku ditanah seberang (baca: pulau jawa), kepada mereka kuutarakan kesalku, dan kepada mereka ku tumpahkan ketidakmenerimaan hati ku. Tapi semua perlakuan ku tersebut ternyata tidak merubah keadaanku ... aku tetap ada disini dan melihat kekacauan sistem (sekali lagi menurut penilaianku) yang justru semakin membuat hatiku merasakan sakit yang luar biasa.
Namun ketika kembali kubaca tulisan usang lamaku tersebut, aku seperti dijatuhkan pada tempat yang jauh dan membuat aku malu pada diriku sendiri ... sesungguhnya “semakin keras ku tolak dengan energi negatif maka akan ku dapati hasil yang negatif pula”. Aku diam sejenak ... seharusnya yang kulakukan saat itu adalah diam sejenak, janganlah melawan, terimalah dulu kenyataan hidup, motivasi diri, berpikir positif, serahkan hanya pada Allah, dan yakinkanlah dalam diri bahwa Allah bekerja sesuai perbuatan ku, maknai dan nikmati, maka aku pasti keluar dari kemelut. Perlahan tapi pasti kutata hati ini, mulai ku jalankan satu persatu langkah itu, diam sejenak dan jangan melawan dulu ... jangan melawan kenyataan hidup, jangan melawan penderitaan, jangan bermusuhan dengan kesusahan. Pahami dulu semua kejadian yang aku alami, pahami dulu pesan apa yang hendak disampaikan-Nya kepada ku lewat kehadiran semua perjalanan hidup yang kujalani, kuperkuat kesadaran diri, bahwa Allah ada di balik semua ini, yang dengan kehadiran-Nya maka masalah bukanlah menjadi masalah lagi. Ini dulu yang kucoba hadirkan dihati, baru kemudian aku melangkah kepada kehidupan normal, berperang melawan sejumlah kenyataan hidup! Tapi perangnya sudah berbeda, kali ini aku masuk ke medan perjuangan hidup dengan kondisi fisik dan ruh yang sudah siap berperang!.
Ya ... untuk meraih sukses sejati yang harus ku lakukan adalah berpindahnya aku dari permainan “mengeluh dan menyalahkan” menuju permainan “menerima dan bertanggung jawab”. Aku harus hidup dengan lebih sadar dan lebih sengaja. Sahabatku ... sederhananya yang kulakukan untuk dapat mem-positif-kan perasaan adalah dengan aku merasa rela, tenang, enak dan nyaman. Tinggal setelah itu serahkan semua pada waktu ... tidak perlu ngoyo mengejarnya, dalam mekanika kuantum alam vibrasi akan berkolaborasi membantu mewujudkan niat-niatku.
Mengapa? Karena ketika aku merasakan ketenangan tadi aku akan mampu mengucapkan rasa syukur Alhamdulillah kepada Allah ... saat itulah energi kuantum sedang bergerak kencang didiriku ... maka dengan sendirinya perasaan tidak enak yang biasanya kurasakan dan menekan di hati akan terus dan terus berkurang.
Sahabatku ... semakin aku melapangkan perasaan hatiku, maka kualitas performance ku akan mengangkatku lebih baik secara alami ---dalam bentuk efisien, efektivitas, produktivitas, kreativitas, dan sinkronisitas--- tanpa aku harus dan harus memaksakan diri.
Do’a adalah Senjata
Hmm, kutatap tulisan itu lebih dalam ... ada hal yang terlupakan olehku selama ini ya ... bahwa:
"kebahagiaan adalah alat untuk ku meraih kesuksesan, bukan sebaliknya"
(Ali bin Abu Thalib).
Dan kesuksesan itu bukanlah sebuah pencapaian tetapi hasil dari hati yang bahagia. Haa ... sesungguhnya ketika aku melalukan sesuatu dengan merasakan vibrasi “kesuksesan” maka aku telah menarik kesuksesan yang sesungguhnya gratis ku miliki 24 jam non stop di dalam diriku, benar ... sesungguhnya perasaan itu ada di dalam hatiku, bukan di luar diriku.
Aku ulangi kalimat itu berkali-kali “kebahagiaan adalah alat untuk ku meraih kesuksesan”, aku menangis ... ya seharusnya rongga dadaku penuh dengan kebahagiaan bukan dengan kekesalan yang memuncak, perhatikan banyak yang menginginkan keadaanku saat ini mengapa aku lupa mensyukurinya dengan merasa bahagia ... ya Allah, ampunilah kesalahan hati ini.
Kutatap tulisan yang ada di sudut meja belajarku “Yakin Usaha Sampai”, aku tertunduk tak mampu berucap apapun, aku malu dan malu ... mengapa perasaan kecewa sempat hadir dihati yang jika aku terlena akan menghantarkanku kepada kehancuran. Terima kasih Ya Allah, karena cinta-Mu aku masih kau izinkan memperbaiki hati ini sebagai cermin perilaku diri. Teman hidupku selalu mengatakan tiga kata “Minta, Yakin, dan Terima”. Inilah sebenarnya kekuatan do’a .... Kupandangi wajahnya ketika ia sedang terlelap, aku mengerti mengapa ia selalu tenang, karena cermin bahagia selalu terpancar dihatinya, semoga aku belum terlambat.
Sahabatku ... mulai kumaknai tiga kata itu dan sedikit-sedikit kujalani dalam liku hidupku ... minta (dengan niat yang jelas), dimana aku tahu apa yang aku mau ...! dalam Firman-Nya di QS. Albaqarah: 186 “ ... Aku dekat ... Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku”. Kejelasan niat, itulah yang dimaksudkan. Sukses adalah sebuah pilihan, sukses akan mudah ku raih asal aku tahu apa yang aku mau.
Sahabatku ... ketika aku mencoba memahami apa yang kumau sebenarnya maka aku mendapatkan jawabannya lewat perasaan dihatiku. Semakin perasaan ku kacau, maka kekacaualan yang dikabulkan-Nya. Untuk itu ku coba meminta dengan jelas dan penuh keyakinan hanya kepada-Nya yang berhak untuk dipinta, ternyata subhanallah ... permintaan yang jelas dan penuh keyakinan itulah yang akan dikabulkan dan terjadi. Yakin .... yakin ... dan yakin .... (ini selalu dan selau ditanamkan dihatiku oleh kalian semua sahabat-sahabatku) dan mungkin dengan terlenanya aku pada masalah yang sebenarnya adalah permainan pikiranku semata aku hampir melupakan, kata spirit ini.
Sahabatku ... yakin (percaya bahwa akan melihat niat ku terwujud), semua hanya terletak dengan aku fokus pada tujuanku walaupun ada hambatan, aku tak perlu mengeluh, aku hanya butuh berkosentrasi tetap pada tujuan yang kuinginkan. Terakhir terima ... (bersyukur keras, bukan hanya bekerja keras) ... ternyata sahabatku inilah langkah pamungkas itu ... ketika ini kuhadirkan dihatiku aku seperti mendapatkan kekuatan yang sangat dahsyat yang sulit untuk diterjemahkan secara logika. Aku bersyukur ... ketika kubayangkan apa-apa yang telah dikabulkan dalam setiap do’aku. Aku seolah-olah melihat, mendengar, dan merasakan sepenuh hati bahwa do’a ku telah terwujud.
Ini berat memang sahabatku .... akupun merasakan sulitnya mencapai keadaan ini, karena aku harus berpura-pura bahwa do’aku terkabul, tapi sahabatku ... sesungguhnya di level kuantum, setiap niat (baca: pikiran dan perasaan) sudah langsung diproses perwujudannya.
Sahabatku ... jangan sampai timbul keraguan dihati, karena ini akan merusak dan menghambat proses terkabulnya do’a. Karena posisi inilah sahabatku ... merupakan frekuensi terbaik yang perlu dipertahankan. Proses meminta, meyakini, dan menerima, sesungguhnya bukanlah tiga kegiatan yang berbeda tetapi dilakukan 3-in-1 pada saat yang sama sekaligus. Aku meminta kepada Allah dengan perasaan yakin bahwa aku sudah menerimanya di dalam hati. Inilah kekuatan yang sesuai dengan prinsip-prinsip fisika ...!
Sahabatku ... aku hanya ingin memanfaatkan kekuatan angan-anganku bahwa proses rahasia kedahsyatan do’a, akan terwujud.
Sahabatku ... aku pernah berpikir bahwa aku adalah korban dari keadaan yang sedang berlangsung, aku pernah berpikir bahwa aku punya kemampuan untuk mengubah kondisi kehidupanku, akupun yakin bermain-main dengan kemungkinan-kemungkinan yang barangkali bisa diubah untuk menjadi lebih enak. Namun ... semakin kurasakan semua itu ternyata yang menjadi penghalangku bukan lingkungan ataupun keadaan tapi diriku sendiri, untuk itu aku sadar ada kekuatan yang luar biasa yaitu Allah, bahwa dengan bantuan-Nyalah segalanya menjadi mungkin. Hmm ... hiduplah dari tingkat tertinggi ... dengan itulah aku sadar bahwa dengan bantuan Allahlah, segalanya mungkin! Mungkin terjadi.
Sahabatku ... ketika aku benar-benar bersungguh-sungguh dalam berdo’a dan total dalam berusaha (mencurahkannya lahir-batin) ... maka aku merasakan Allah membantu mengubah bebanku menjadi sebuah kesenangan, dan ini sulit kujelaskan, namun aku merasakan semua itu dan aku bahagia serta penuh cinta dihati ini.
Sahabatku ... aku memutuskan untuk selalu memiliki kekuatan dan keyakinan diri, karena aku percaya, aku yakin, bahwa cahaya kekuatan Allah yang menciptakan seluruh isi alam semesta selalu mengalir dalam setiap keputusanku, pikiranku, serta semoga dalam tindakanku. Sebab aku yakin bahwa sebanarnya aku hanyalah alat bagi Allah untuk mewujudkan setiap rencana-rencana-Nya.
Akhirnya sahabatku ..., inilah nyanyian jiwa Kahlil Gibran untuk ku dan kita semua:
“Bangun di fajar subuh dengan hati seringan awan, mensyukiri hati baru penuh kecintaan, istirahat diterik siang merenungkan puncak getaran cinta, pulang kala senja dengan syukur penuh dirongga dada, kemudian terlena dengan do’a bagi yang tercinta dalam sanubari, dan sebuah nyanyian kesyukuran tersungging di bibir cinta”.
Tidak ada niat lain terselip dalam tulisan ini, selain berbagi agar hati-hati kita dipenuhi cinta, dan hanya orang yang memiliki cinta mampu bercinta dengan bahagia, dengan hati, alam, dan sekitarnya. Jadikan cinta kita menjadi perwujudan mendapatkan cinta sejati-Nya, karena tidak ada yang mampu dilogiskan bahwa memberi itu sama dengan menerima, dan untungnya kita tidak hidup di dunia yang logis, melainkan hidup didunia yang selalu mencerminkan hukum-hukum kebenaran. Selamat berjuang sahabatku dalam meraih impian kita bertemu dengan-Nya kelak di surga-Nya. Jadikan perjalanan hisup ini sebagai surga kita (jika surga adalah kesenangan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar