SMAN 1 Muara Sugihan Kabupaten Banyuasin |
Inilah lokasi tempatku mengajar ... SMAN 1 Muara Sugihan salah satu sekolah di Kebupaten Banyuasin, yang lokasinya ada di Desa Cendana Jalur 14 dengan waktu tempuh 3,5 jam di atas speed boat hitungan mulai perjalanan dari dermaga Benteng Kuto Besak (BKB) Palembang.
Sekolah yang memiliki 11 rombongan belajar ini terletak di tengah-tengah sawah, jalan penghubung antara desa Cendana dengan desa blok H, masing-masing tempuh antara 2,5 km dan 3 km.
Mess Guru |
Buatku guru yang berasal dari Palembang untuk dapat menetap disana selama jadwal mengajar, disediakan mess guru. Mess yang dibangun sejak tahun 1989, bersamaan dengan pembangunan sekolah ini, sudah tampak begitu rapuh. Namun, semangat guru-guru disana tak serapuh bangunan itu ... "harapannya".
Dalam setiap ruang itu telah banyak menceritakan kisah, entah itu suka, duka, ataupun bahkan mimpi, dan jeritan hati. Hati-hati yang dipisahkan dengan belahan hatinya, karena sebuah pilihan. Pilihan yang mengharuskan dan merelakan sebagian hati indah itu terbang menanti seiring deburan ombak yang dibawa kencang sang angin. Setiap ruang yang berisi tangisan dikala malam, tawa yang mengiringi hati kala rapuh, dan tatapan mata kosong penuh harap setibanya senja.
Abi dan Ima di BKB |
Inilah wajah penantian itu ... wajah suami dan anakku ketika melepas kepergianku, bersama sang waktu 4 malam 5 hari, demi satu kata "pengabdian". Wajah yang sama sejak 1 April 2009 hingga sekarang disetiap minggu siangnya saat mengantar keberangkatanku dari dermaga BKB. Wajah yang menyimpan sejuta harap ...! Berharap aku selamat, berharap aku bersabar, dan iapun belajar bersabar ... berharap aku kembali dengan suka cita di hari kamis pagi selanjutnya. Harapan yang tak dapat kubaca di wajah sikecil ... namun selalu setia melepas kepergianku dengan senyumannya.
Hanya satu kata yang terus terngiang ditelingaku "kapan umi itu tidak ke jalur lagi!", aku tidak bisa menjawabnya. Ku ihklaskan kepada sang waktu ... walau aku tak pernah berhenti berusaha, walau gagal, gagal, dan gagal lagi, aku terus, terus, dan terus berikhtiar. Dalam tautan do'a penuh harap ku yakin waktunya kan tiba "Allah akan memberikan yang terbaik untukku".
Wajah Ima melepas Ummi |
Ah ... coba lihat kembali wajah kecil dengan ekspresinya ketika kucium ia dan berpermanitan pergi. Tanpa senyum lagi tak mau menatap wajahku "oh anakku, maafkan ummi, telah ummi toreh sebuah luka dihatimu".
Begitupun suamiku ... tanpa kusadari tatapan nanarmu melepas speed boat yang membawaku membuatku sadar ... betapa kau mengkhawatirkanku. Seperti ucapanmu "andai kita boleh bertukar posisi, biarlah aku yang menjalani perjalananmu". Terima kasih abi ... lirihku.
Wajah Abi Melepas Ummi |
Menjelang magrib aku biasanya tiba di Muara Sugihan, pernah satu waktu sms tak hadir di handphone suamiku, cemas hatinya ... tak henti ia menelponku, namun tak ada jawaban dariku. Itulah kendala signal yang sering terjadi ... namun ternyata kecemasannya itu beralasan tepat, karena speed boat yang kutumpangi mengalami patah kipas, dan aku bersama yang lainnya terdampar disudut perairan kecamatan Muara Padang. Sehingga harus menunggu bala bantuan dari rekanan speed boat. Jadwal Isya' telah lama berlalu barulah aku akhirnya tiba juga dengan selamat di Muara Sugihan.
Cerita seperti ini sudah biasa buatku, pernah pula ketika melewati selat
Bangka karena ada penumpang yang pulang kearah itu, ternyata ombak di
selat Bangka mencapai 1,5 m sampai 2 m, sampai-sampai salah seorang
ibu tak hentinya berucap "Allahu Akbar ..., ya Allah ..." sangking
paniknya sang ibu. Jantungkupun berdegup dengan kencang ...
sampai-samapai sang supirpun berujar "ibu tolong jangan panik, nanti
saya jadi gugup nih". Oala ...
Sepeda Ontel |
Nah itu dia sepeda setiaku, yang menemani hari-hariku disana, maklum aku kan tidak bisa bermotor, kalaupun berani hanya diseputaran komplek perumahanku di Palembang. Buatku ini harus dibiasakan ... menggoes sepeda itu atau berjalan kaki sejauh 2,5 km bahkan 3 km hanya demi membeli sebungkus mie, atau kebutuhan lainnya, serta memesan speed boat untuk pulang ke Palembang di rabu sore. Itulah jadwal tetapku.
Pondokan itu tempatku serta teman-teman lainnya berkumpul disenja hari ... mulai dari menceritakan tingkah siswa, sampai berbagi cerita perjalanan di speed boat ketika kita tidak berangkat bareng.
Hmm ... dari 14 guru tetap (PNS) termasuk Kepala Sekolah yang memiliki kehidupan sama sepertiku, 4 malam 5 hari, berangkat minggu siang dan kembali lagi kamis pagi keesokannya ada 3 guru. Mungkin dengan merekalah aku lebih merasa nyaman berbagi cerita ... karena memiliki kesamaan "rasa". Sisanya memilih tinggal dan membangun peradaban di sana. Jujur aku salut dengan pilihan teman-temanku yang hijrah beserta anak dan suaminya, bahkan sampai mengajak orang tua mereka tinggal di mess-mess sekolah yang sudah benar-benar rapuh. Kemudian berbagi ruang karena harus bersama-sama dalam satu atap ... Apapun pilihan itu memiliki konsekuensinya masing-masing, begitupun dengan pilihanku.
1 April 2009 ... sekarang telah hampir 3 tahun aku menjalani ini, tak layak jika aku tak bersyukur kepada-Nya, atas segala kenikmatan yang diberikan-Nya kepadaku dan keluargaku. Hanya aku tidak mampu membohongi hatiku ... aku ingin hijrah, kembali bersama belahan hatiku yang tertinggal itu. Dalam tautan do'a dibalut rasa sabar ... dan penuh kegigihan aku terus berjuang meraih mimpi sederhanaku, dapat berkumpul seperti keluarga lainnya. Ada rasa dingin kala melihat sosok keluarga teman-temanku disore hari dipondokan itu berkumpul, ah ... andaikan akupun mampu bermanja!!!
Inilah sepenggal ceritaku di Muara Sugihan entah sampai kapan aku menjalaninya ... semoga ada hati yang terketuk, bukan berharap kepada manusia. Namun dengan kelembutan tangan-Nya dapat menggetarkan hati para pemimpinku, untuk bisa berbagi rasa ... rasa yang tersimpan dihati ini tanpa mampu kusampaikan, bahwa akupun merindu!!!
Satu hal yang tak pernah kan terlupakan Muara Sugihan lah yang menjadi semangatku untuk menyelesaikan studi S2 ku di Teknologi Pendidikan Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya (2008 - 2010). Kekuatan yang hadir begitu kuat membangkitkan alam bawah sadarku yang sempat tertidur ... perjuangan bolak-balik yang tidak bisa tergambarkan. Berkat cinta-Nya, berkat kasih-sayang-Nya dan dengan sentuhan-sentuhan-Nya yang menyadarkanku akan arti berserah pada-Nya, membuahkan goresan indah tak terkira ... Andai tanpa sentuhan-Nya, semua ini tidak mungkin kuraih. Terima kasih ya Allah ... terima kasih ya Rahman, terima kasih ya Rahim ... Izinkan hati ini terus bercinta dengan-Mu, bersama kekasih-kekasih duniaku.Aamiin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar