Translate

Selasa, 09 Juni 2009

ANALISIS TIK SMP

ANALISIS KESESUAIAN SILABUS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI (TIK) TERHADAP USIA PEBELAJAR TINGKAT SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)


Pendahuluan

Perkembangan di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi saat ini sangat pesat dan berpengaruh sangat signifikan terhadap pribadi maupun komunitas, segala aktivitas kehidupan, cara kerja, metoda belajar, gaya hidup maupun cara berpikir. Oleh karena itu, pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi harus diperkenalkan kepada siswa, agar mereka mempunyai bekal pengetahuan dan pengalaman yang memadai untuk bisa menerapkan dan menggunakannya dalam kegiatan belajar, bekerja serta berbagai aspek kehidupan sehari-hari.

Manusia secara berkelanjutan membutuhkan pemahaman dan pengalaman agar bisa memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi secara optimal dalam menghadapi tantangan perkembangan zaman dan menyadari implikasinya bagi pribadi maupun masyarakat. Siswa yang telah mengikuti dan memahami serta mempraktekkan Teknologi Informasi dan Komunikasi akan memiliki kapasitas dan kepercayaan diri untuk memahami berbagai jenis Teknologi Informasi dan Komunikasi dan menggunakannya secara efektif. Selain itu siswa memahami dampak negatif, dan keterbatasan Teknologi Informasi dan Komunikasi, serta mampu memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk mendukung proses pembelajaran dalam kehidupan.

Visi mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi yaitu agar siswa dapat menggunakan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi secara tepat dan optimal untuk mendapatkan dan memproses informasi dalam kegiatan belajar, bekerja, dan aktifitas lainnya sehingga siswa mampu berkreasi, mengembangkan sikap inisiatif, mengembangkan kemampuan eksplorasi mandiri, dan mudah beradaptasi dengan perkembangan yang baru.

Pada hakekatnya, kurikulum Teknologi Informasi dan Komunikasi menyiapkan siswa agar dapat terlibat pada perubahan yang pesat dalam dunia kerja maupun kegiatan lainnya yang mengalami penambahan dan perubahan dalam variasi penggunaan teknologi. Siswa menggunakan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk mencari, mengeksplorasi, menganalisis, dan saling tukar informasi secara kreatif namun bertanggungjawab. Siswa belajar bagaimana menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi agar dengan cepat mendapatkan ide dan pengalaman dari berbagai kalangan masyarakat, komunitas, dan budaya. Penambahan kemampuan karena penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi akan mengembangkan sikap inisiatif dan kemampuan belajar mandiri, sehingga siswa dapat memutuskan dan Pendahuluan mempertimbangkan sendiri kapan dan di mana penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi secara tepat dan optimal, termasuk apa implikasinya saat ini dan di masa yang akan datang.

Pada makalah ini akan dibahas mengenai KTSP pada mata pelajaran TIK untuk tingkat SMP. Adapun permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1.Menganalisis penerapan KTSP pada mata pelajaran TIK untuk tingkat SMP.
2.Menganalisis kesesuaian isi atau content kompetensi TIK terhadap KTSP.

Tujuan pembuatan makalah ini untuk mengetahui kesesuaian isi atau content kompetensi TIK terhadap KTSP, dan bagaimana pencapaiannya. Diharapkan dari pembahasan makalah ini akan memberikan sumbangsih dan wawasan kepada mahasiswa Teknologi Pendidikan mengenai mata pelajaran TIK untuk tingkat SMP.


Analisis Silabus KTSP Pada Mata Pelajaran TIK SMP

Mata pelajaran TIK di SMP pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) memiliki tujuan pembelajaran yang tertuang dalam SK dan dijabarkan ke dalam KD. Kemudian KD tersebut akan dikembangkan oleh setiap masing-masing sekolah yang dikembangkan melalui indikator pencapaian kompetensi dasar. Penjabaran tersebut direalisaikan kedalam skenario pembelajaran (RPP) oleh setiap guru dengan menganalisis kebutuhan setiap indikator dari mata pelajaran tersebut.
Dari uraian tersebut diatas, maka dapat dilihat bahwa TIK di SMP telah menjadi mata pelajaran wajib yang harus dikuasai oleh siswa sebagai bagian dari kompetensi yang harus dimiliki siswa setelah menyelesaikan studinya selama di SMP. Analisis ini akan dibuat perkelas dengan tingkat semester, pada setiap satuan pendidikan sesuai SK dan KD.


1. Kelas 7 Semester 1




2. Kelas 7 Semester 2

alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5342671588525780770" />



3. Kelas 8 Semester 1
alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5342671588625393922" />



4. Kelas 8 semester 2
alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5342671581873215714" />




4. Kelas 9 semester 1

alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5342671581274183250" />



Tahap-Tahap Perkembangan Usia Pebelajar
Untuk setiap tingkat jenjang pendidikan formal yang dimulai dari tingkat sekolah dasar (SD) sampai pada tingkat perguruan tinggi (PT) memiliki karakteristik usia pebelajar yang berbeda-beda sesuai dengan tahap usia perkembangan pebelajar. Usia perkembangan tersebut sangat mempengaruhi dalam proses pembelajaran yang terkait dengan pencapaian tujuan, yang disesuaikan dengan Standar Kompetensi yang telah ditetapkan dalam kurikulum.

Tahapan perkembangan usia pebelajar yang digambarkan Piaget (Pratiwi, 2008) dalam urutan dari 4 tahap kualitatif tertentu, yaitu : Tahap Sensorimotor (0-18 bulan), Tahap Praoperasional (18 bln sampai 7 tahun), Tahap Operasional Konkret (7-12 tahun) dan Tahap Operasional Formal (12 tahun dan seterusnya). Urutan ini tidak berubah–ubah, sehingga tiap-tiap anak normal akan melalui tahap-tahap ini dalam urutan yang sama.

1.Tahap Sensorimotor

Pertumbuhan kognitif didasarkan pada tindakan panca indera dan motorik. Dimulai dengan tindakan yang terutama berbentuk reaksi refleks. Dalam tahap terakhir dari periode sensori motor, anak membentuk gambaran mental, dapat meniru tindakan orang lain yang telah lalu dan merancang arti baru dari pemecahan persoalan dengan menggabungkan skema yang didapat sebelumnya dengan pengetahuan secara mental. Dalam periode singkat dari 18 bulan atau 2 tahun “anak itu telah mengubah dirinya dari organisme yang sama sekali tergantung pada sifat refeleks bawaan lainnya menjadi orang yang mampu berpikir secara simbolik”

2.Tahap Praoperasional

Manipulasi symbol. Hal ini dinyatakan dalam meniru yang tertunda (menghasilkan suatu tindakan yang telah dilihat di masa lalu) dan dalam imajinasi anak-anak atau pura-pura bermain. Anak-anak sudah mampu menggunakan tanggapan simbolik. Namun pada tahap ini, anak-anak masih memiliki keterbatasan berpikir dalam beberapa hal penting. Menurut Piaget karakteristiknya adalah egosentris; anak praoperasional mempunyai kesulitan untuk membyangkan bagaimana benda-benda itu terlihat dari perspektif orang lain

3.Tahap Operasional Konkret
Penentuan pencapaian tahap operasi konkret ini ialah kemampuan untuk melakukan operasi mental yang fleksibel dan dapat diputar balikkan sepenuhnya. Anak-anak pada tahap ini mengerti peraturan dasar logis tertentu (disebut grouping oleh piaget) dan karenanya mampu berpikir logis dan kuantitatif dengan cara yang tidak kelihatan dalam tahap praoperasional. Anak-anak pada tahap ini mampu berperilaku obektif dalam mengkai kejadian. Mereka uga mampu untuk desenter, yaitu memusatkan perhatiannya pada beberapa atribut sebuah benda atau kejadian secara bersamaan dan mengerti hubungan antar dimensi.

4.Tahap Operasi Formal
Salah satu ciri jelas dalam tahap perkembangan ini ialah kemampuan untuk berpikir tentang masalah-masalah hipotetis—apa yang terjadi—maupun yang nyata dan berpikir kemungkinan-kemungkinan seperti juga yang actual. Anak sudah dapat memanipulasi gagasan tentang situasi hipotesis. Tanda lain dari pemecahan masalah dalam tahap operasi formal yaitu mencari pemecahan secara sistematis, bila berhadapan dengan sebuah masalah orang dewasa, untuk menimbang semua kemungkinan untuk memecahkan masalah dan dengan hati-hati mempelajari logika dan keefektifan masing-masing.
Dalam pemikiran operasi formal, operasi mental diorganisasi dalam urutan operasi yang lebih tinggi (Higher-order operations). Higher-order operations ialah cara mengunakan aturan abstrak untuk memecahkan sejumlah masalah.

Taksonomi Bloom

Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom pada tahun 1956. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya. Tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:
1.Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan
aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
2.Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek
perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
3.Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan
aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan
mengoperasikan mesin.
Beberapa istilah lain yang juga menggambarkan hal yang sama dengan ketiga domain tersebut di antaranya seperti yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara, yaitu: cipta, rasa, dan karsa. Selain itu, juga dikenal istilah: penalaran, penghayatan, dan pengamalan.

Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah, seperti misalnya dalam ranah kognitif, untuk mencapai “pemahaman” yang berada di tingkatan kedua juga diperlukan “pengetahuan” yang ada pada tingkatan pertama.

a.Domain Kognitif

Bloom membagi domain kognisi ke dalam 6 tingkatan. Domain ini terdiri dari dua bagian: Bagian pertama berupa adalah Pengetahuan (kategori 1) dan bagian kedua berupa Kemampuan dan Keterampilan Intelektual (kategori 2-6)


1.Pengetahuan (Knowledge)

Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dsb. Sebagai contoh, ketika diminta menjelaskan manajemen kualitas, orang yg berada di level ini bisa menguraikan dengan baik definisi dari kualitas, karakteristik produk yang berkualitas, standar kualitas minimum untuk produk, dsb.

2.Pemahaman (Comprehension)
Dikenali dari kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran, laporan, tabel, diagram, arahan, peraturan, dsb. Sebagai contoh, orang di level ini bisa memahami apa yg diuraikan dalam fish bone diagram, pareto chart, dsb.

3.Aplikasi (Application)
Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus, teori, dsb di dalam kondisi kerja. Sebagai contoh, ketika diberi informasi tentang penyebab meningkatnya reject di produksi, seseorang yg berada di tingkat aplikasi akan mampu merangkum dan menggambarkan penyebab turunnya kualitas dalam bentuk fish bone diagram atau pareto chart.


4.Analisis (Analysis)

Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yg rumit. Sebagai contoh, di level ini seseorang akan mampu memilah-milah penyebab meningkatnya reject, membanding-bandingkan tingkat keparahan dari setiap penyebab, dan menggolongkan setiap penyebab ke dalam tingkat keparahan yg ditimbulkan.


5.Sintesis (Synthesis)

Satu tingkat di atas analisa, seseorang di tingkat sintesa akan mampu menjelaskan struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yg dibutuhkan. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas mampu memberikan solusi untuk menurunkan tingkat reject di produksi berdasarkan pengamatannya terhadap semua penyebab turunnya kualitas produk.


6.Evaluasi (Evaluation)

Dikenali dari kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi, dsb dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yg ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas harus mampu menilai alternatif solusi yg sesuai untuk dijalankan berdasarkan efektivitas, urgensi, nilai manfaat, nilai ekonomis, dsb

b.Domain Afektif
Pembagian domain ini disusun Bloom bersama dengan David Krathwol.

1.Penerimaan (Receiving/Attending)
Kesediaan untuk menyadari adanya suatu fenomena di lingkungannya. Dalam pengajaran bentuknya berupa mendapatkan perhatian, mempertahankannya, dan mengarahkannya.

2.Tanggapan (Responding)
Memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di lingkungannya. Meliputi persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan.


3.Penghargaan (Valuing)

Berkaitan dengan harga atau nilai yang diterapkan pada suatu objek, fenomena, atau tingkah laku. Penilaian berdasar pada internalisasi dari serangkaian nilai tertentu yang diekspresikan ke dalam tingkah laku.

4.Pengorganisasian (Organization)
Memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik di antaranya, dan membentuk suatu sistem nilai yang konsisten.


5.Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a Value or Value Complex)

Memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah-lakunya sehingga menjadi karakteristik gaya-hidupnya.

c.Domain Psikomotor
Rincian dalam domain ini tidak dibuat oleh Bloom, tapi oleh ahli lain berdasarkan domain yang dibuat Bloom.
1.Persepsi (Perception)
Penggunaan alat indera untuk menjadi pegangan dalam membantu gerakan.
2.Kesiapan (Set)
Kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan gerakan.
3.Guided Response (Respon Terpimpin)
Tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks, termasuk di dalamnya
imitasi dan gerakan coba-coba.
4.Mekanisme (Mechanism)
Membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga tampil dengan
meyakinkan dan cakap.
5.Respon Tampak yang Kompleks (Complex Overt Response)
Gerakan motoris yang terampil yang di dalamnya terdiri dari pola-pola gerakan yang
kompleks.
6.Penyesuaian (Adaptation)
Keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam berbagai
situasi.
7.Penciptaan (Origination)
Membuat pola gerakan baru yang disesuaikan dengan situasi atau permasalahan
tertentu.

Analisis Kesesuain Materi dengan Keadaan Siswa, Guru, dan Sekolah

Pada semester satu di kelas 7 siswa diharapkan mengenal perangkat keras dan perangkat lunak dari komputer itu sendiri, disini terjadi sebuah ketidak seimbangan mengingat siswa di SMP memiliki latar belakang yang berbeda (artinya dari berbagai SD yang berlainan). Kita ketahui bahwa di SD mata pelajaran TIK merupakan mata pelajaran muatan lokal, yang artinya mata pelajaran TIK di SD dapat diterapkan sesuai dengan kebutuhan dan kesiapan SD tersebut. Melihat keadaan ini tidak semua siswa SMP memiliki latar belakang pengetahuan dasar TIK sebelumnya, sehingga akan mempersulit proses pembelajaran TIK di SMP yang diberikan oleh guru mata pelajaran TIK pada tingkat SMP.

Ketika menemukan siswa yang telah menguasai TIK sejak SD, sebagai contoh kecil SD Paramount yang mengadopsi dan mengadaptasi kurikulum TIK dari International School Tiara Bangsa, dimana siswa kelas 4 SD-nya telah mampu mengoperasi face book, dan berkomunikasi proses pembelajarannya dengan cara on-line, dengan keadaan ini akan mempermudah dalam proses pembelajaran TIK. Sekarang kalau input siswanya dari sekolah yang justru belum mengenal tentang TIK, maka siswa dikelas tersebut mengalami perbedaan latar belakang yang harus dapat diakomodir oleh seorang guru TIK.

Agar siswa yang telah bisa tidak merasa jenuh sedangkan siswa yang belum menguasai dapat dengan cepat menguasai konsep dasar tersebut, untuk menjadi latar belakang (mata pelajaran prasyarat) pembelajaran selanjutnya.
Selain dari karakteristik siswa yang berbeda, mata pelajaran TIK ini dapat dianalisis dari gurunya, melihat keadaan realita dilapangan bahwa hampir di setiap sekolah yang memiliki mata pelajaran TIK, guru TIK-nya adalah guru yang dipersiapkan dari paket pembelian perangkat komputer (agen penjualan komputer) secara berjangka, kalaupun tidak guru komputer hampir dari rata-rata bukan dari keguruan melainkan dari sarjana komputer, untuk keilmuan komputer para guru ini tidak diragukan lagi, akan tetapi apakah secara psikologi kejiwaan guru tersebut dapat menguasai karakteristik siswa yang berbeda tersebut.

Untuk jumlah guru TIK disetiap sekolah memiliki jumlah jam yang sangat banyak, terkadang disatu sekolah yang memiliki jumlah kelas rata-rata 21 kelas, dengan setiap kelas mendapatkan waktu 2 jam pelajaran dalam satu minggu, sekolah tersebut menggunakan jasa guru TIK sebanyak 1 orang, dan guru tersebutpun dalam kapasitas honorer. Artinya betapa sulit penerapan secara aplikasi realnya, sebagai contoh di SMP Negeri 19 Palembang guru TIKnya adalah guru mata pelajaran matematika. Inipun jika guru mata pelajaran lain tersebut menguasai TIK terutama dalam aplikasi pembelajaran.

Pada tahapan ini mata pelajaran TIK bertujuan agar siswa mampu mengaktifkan operasi dasar peralatan komputer. Melihat kenyataan ini, materi ini harus dipelajari secara langsung, namun tidak semua sekolah memiliki jumlah komputer sesuai dengan jumlah siswa yang dimiliki setiap kelasnya. Jika setiap kelas memiliki jumlah siswa rata-rata 40 siswa, terkadang jumlah komputer dalam satu sekolah hanya 15 sampai dengan 20 komputer, sehingga pada proses pembelajarannya siswa secara bergantian menggunakan komputer tersebut. Namun ada juga sekolah yang telah memiliki hotspot sendiri seperti SMP N 1 Palembang dan SMP N 19 Palembang, sehingga materi pengoperasian ini telah teraplikasi dalam materi yang lebih luas dari sekadar pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar pada semester ini.
Melihat kenyataan ini kurikulum yang termaktub dalam KTSP untuk tingkat SMP pun dapat berkembang ataupun berkurang sesuai dengan kebutuhan sekolah masing-masing, pertanyaan yang muncul mungkinkah lulusan SMP ini memiliki kompetensi yang sesuai dengan acuan KTSP.

Pada kelas 9 semester 1 dan 2 siswa diharapkan memiliki kemampuan untuk menggunakan internet. Kompetensi dasar ini sesuai dengan kurikulum KTSP yang dapat dipelajari siswa ketika semua kompetensi dasar sebelumnya telah dimiliki siswa, lantas bagaimana ketika pada semester ini siswa belum memiliki kompetensi dasar sebelumnya, atau bahkan jika siswa telah menguasai materi ini lebih dahulu, sebelum masuk ke proses pembelajaran.
Kesesuaian KTSP dengan proses pembelajaran apakah harus dipertahankan, sehingga membuat siswa menunggu, atau justru kreativitas gurulah yang membuat kurikulum ini terus berkembang. Selain itu dengan adanya mata pelajaran TIK di sekolah, guru TIK diharapkan dapat menjadi fasilitator untuk guru mata pelajaran lainnya untuk mampu menerapkan TIK dalam proses pembelajarannya. Lantas mampukah guru membagikan ilmunya kepada siswa dan kepada guru.

Analisis Kesesuaian Silabus TIK terhadap Usia Pebelajar dan Taksonomi Bloom

Silabus TIK dalam kurikulum KTSP telah disesuaikan dengan usia pebelajar, karena siswa SMP rata-rata 12-15 tahun, dimana menurut teori perkembangan Peaget usia SMP adalah usia 12 tahun keatas masuk kepada perkembangan tahap operasi formal yang bercirikan untuk berpikir tentang masalah-masalah hipotetis—apa yang terjadi—maupun yang nyata dan berpikir kemungkinan-kemungkinan seperti juga yang actual. Anak sudah dapat memanipulasi gagasan tentang situasi hipotesis. Tanda lain dari pemecahan masalah dalam tahap operasi formal yaitu mencari pemecahan secara sistematis, bila berhadapan dengan sebuah masalah orang dewasa, untuk menimbang semua kemungkinan untuk memecahkan masalah dan dengan hati-hati mempelajari logika dan keefektifan masing-masing. Dalam pemikiran operasi formal, operasi mental diorganisasi dalam urutan operasi yang lebih tinggi (Higher-order operations). Higher-order operations ialah cara mengunakan aturan abstrak untuk memecahkan sejumlah masalah.

Merujuk kepada SK dan KD, maka tahapan yang dapat dikuasai siswa adalah merupakan tahapan operasi formal. Secara psikologi perkembangan seharusnya SK dan KD tidaklah menjadi kendala untuk siswa, tinggal bagaimana strategi pembelajaran TIK tersebut dapat diterima dengan baik oleh siswa, karena sesuai tahapan operasi formal ini siswa dapat belajar sendiri dimana guru memberikan panduan pembelajaran secara terukur, teratur dan terencana. Panduan tersebut dapat dibuat dengan menggunakan taksonomi Bloom. Bloom membagi domain kognisi ke dalam 6 tingkatan. Domain ini terdiri dari dua bagian: Bagian pertama berupa adalah Pengetahuan (kategori 1) dan bagian kedua berupa Kemampuan dan Keterampilan Intelektual (kategori 2-6).

Untuk tingkatan pertama pengetahuan, tahapan ini sesuai dengan perkembangan pebelajar di operasi formal adalah diberikan penjelasan terkait dengan materi yang akan dipelajari, kemudian diberikan modul penunjang untuk pemahaman materi lebih baik, pada bagian dua yakni kemampuan dan keterampilan intelektual adalah dengan memberikan latihan-latihan sebagai penguat pembelajaran, sebagai bentuk penguasaan kompetensi siswa.

Daftar Pustaka

Agung Setiawan. 2004. Pengantar Sistem Komputer. Informatika. Bandung.
http:\\www.google.com.

KTSP TIK 2006

Tidak ada komentar: